NovelToon NovelToon
Obsesi Tuan Adrian

Obsesi Tuan Adrian

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / CEO / Diam-Diam Cinta / Mafia / Cintapertama / Balas Dendam
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Azona W

Di tengah gemerlap kota yang tak pernah tidur, hidup mereka terikat oleh waktu yang tak adil. Pertemuan itu seharusnya hanya sekilas, satu detik yang seharusnya tak berarti. Namun, dalam sekejap, segalanya berubah. Hati mereka saling menemukan, justru di saat dunia menuntut untuk berpisah.

Ia adalah lelaki yang terjebak dalam masa lalu yang menghantuinya, sedangkan ia adalah perempuan yang berusaha meraih masa depan yang terus menjauh. Dua jiwa yang berbeda arah, dipertemukan oleh takdir yang kejam, menuntut cinta di saat yang paling mustahil.

Malam-malam mereka menjadi saksi, setiap tatapan, setiap senyuman, adalah rahasia yang tak boleh terbongkar. Waktu berjalan terlalu cepat, dan setiap detik bersama terasa seperti harta yang dicuri dari dunia. Semakin dekat mereka, semakin besar jarak yang harus dihadapi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azona W, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aku Takut, Adrian...

Sore itu langit berwarna abu-abu pekat, seolah hari itu pun ikut menahan napas seperti penghuni rumah.

Elena berdiri di ruang tamu, tangannya masih gemetar setelah membaca pesan di balik foto.

Adrian berada tepat di belakangnya, tangannya di pinggang Elena, menahan agar ia tetap tenang, tetap berada di dunia nyata.

Sebastian berdiri di depan jendela, mengamati pekarangan kosong.

Tidak ada mobil mencurigakan.

Tidak ada orang berjalan.

Tapi mereka semua tahu satu hal:

Ketidakhadiran Cassian jauh lebih berbahaya daripada kehadirannya.

“Dia tidak akan diam lama,” Sebastian akhirnya berkata tanpa menoleh. “Pesan pertamanya adalah pengawasan. Pesan keduanya… akan mengambil bentuk langsung.”

Elena menelan ludah.

“Apa maksudmu dengan ‘langsung’?”

“Langsung ke perasaanmu,” jawab Sebastian. “Dia akan menyerang hal yang paling lemah dalam emosimu, bukan tubuhmu.”

Adrian merapatkan pelukannya pada Elena.

“Dia tidak akan menyentuh jiwanya,” bisiknya tajam.

Sebastian membalikkan badan.

“Kau tidak bisa menghentikan pesan yang sudah ia rencanakan, Adrian. Yang bisa kita lakukan hanyalah menyiapkan benteng agar dampaknya tidak menghancurkan.”

Elena memandang Adrian. “Aku siap.”

“Tentu saja kau bilang siap,” gumam Adrian lirih, “padahal aku sendiri tidak siap melihatmu terluka.”

Sebastian hendak menjawab, tetapi sesuatu di luar pintu membuatnya terdiam.

Suara langkah.

Tidak tergesa. Tidak ragu.

Langkah seseorang yang tahu persis apa yang ia lakukan.

Semua orang menegang.

Adrian mendorong Elena berdiri di belakangnya, meski Elena ingin tetap berada di sisi pria itu.

Sebastian mendekati pintu perlahan.

Ia mengintip melalui peephole… dan wajahnya berubah menjadi sesuatu yang sangat jarang terlihat, terkejut bingung.

“Apa saja itu…?” bisiknya.

“Sebastian?” Adrian mendekat.

Sebastian membuka pintu. Tidak ada siapa-siapa.

Tapi di lantai depan rumah, tepat di alas kaki Adrian, ada sebuah kotak musik kecil.

Berwarna perak. Tua. Dengan pahatan bunga lily di permukaannya.

Elena menahan napas.

“Lily…” bisiknya.

Adrian mengambil kotak itu dengan hati-hati.

Sebastian langsung menahan lengannya.

“Tunggu.”

Ia memeriksa kotak itu seperti seorang ahli yang sudah terlalu sering menangani benda-benda dari Cassian.

Setelah beberapa detik, Sebastian berkata:

“Tidak ada bahan berbahaya. Tapi ada sesuatu di dalamnya.”

Adrian membuka perlahan.

Kotak itu berbunyi.

Musik kecil, lembut… lagu kotak musik yang begitu indah, namun terdengar menyeramkan karena konteksnya.

Melodi itu sederhana… dan Elena langsung jatuh berlutut.

“Tidak…” suaranya pecah. “Tidak… itu tidak mungkin…”

Adrian berlutut memegang bahunya. “Elena? Apa itu? Kau mengenalnya?”

Elena memegang kepala, air matanya jatuh tiba-tiba. “Itu… itu lagu yang ayahku sering putar… saat aku kecil.”

Adrian menegang.

“Cassian tahu lagu masa kecilmu?” Suaranya berubah dingin.

Sebastian memperhatikan kotak itu dengan ekspresi serius yang jarang ia gunakan.

“Itu bukan kebetulan. Dia mengirimkan sesuatu yang… hanya Elena dan ayahnya yang tahu.”

Elena menutup wajahnya. “Ayahku… ayahku pernah… punya kotak musik yang sama. Persis seperti ini. Ini-ini tiruannya.”

Adrian mengepalkan tangan, pembuluh darah di lehernya menonjol.

“Dia memata-matai keluargamu sejak lama… bahkan sebelum aku mengenalmu.”

Suara lagunya semakin pelan… menjadi semakin menyeramkan seiring melodi terus mengalun.

Lalu kotak musik berhenti.

Dengan dentingan terakhir…

Dan sebuah potongan kertas kecil keluar dari celah di dalam kotak.

Adrian mengambilnya.

Elena memegang lengan Adrian, tubuhnya bergetar.

“Apa… apa yang dia tulis?”

Adrian membaca tulisan itu.

Wajahnya berubah pucat. Mata gelapnya membeku. Dan napasnya terhenti.

“Elena…” katanya pelan, “kau jangan panik.”

“Apa… apa isinya?” suara Elena terputus.

Adrian menunjukkan kertas itu.

Hanya ada dua kalimat.

“She remembers the melody.

But does she remember the reason her father played it?”

(Dia ingat melodinya.

Tapi apakah dia ingat alasan ayahnya memutarnya?)

Elena merasakan dunia runtuh.

“Aku… aku tidak tahu apa pun…” suaranya pecah.

Adrian segera memeluknya erat, protektif, seolah jika ia tidak memegang Elena cukup kuat, dunia akan merenggutnya.

“Elena, dengar aku,” Adrian membisikkan dengan suara yang bergetar, “kau tidak sendirian. Aku akan mencari semuanya. Aku akan bongkar semua yang dia sembunyikan dari kita. Kau tidak akan melewati ini sendiri.”

Elena menggenggam bajunya, menangis di dadanya.

“Aku takut… Adrian…”

“Aku tahu. Tapi aku di sini. Selalu.”

Ia mengusap rambut Elena, menenangkan, menahan, memeluk seolah hidupnya sendiri bergantung pada pelukan itu.

Sebastian menutup pintu pelan, memandangi kotak musik itu.

Wajahnya mengeras.

“Aku tahu pola ini,” katanya pelan.

Adrian menoleh. “Apa?”

“Inilah tahap kedua Cassian,” jawab Sebastian. “Dia menyerang hati. Dia membuka luka lama. Dan setelah ini…”

Elena mengangkat wajah, air mata masih menetes. “Setelah ini… apa?”

Sebastian menatap mereka dengan tatapan yang tidak pernah ia tunjukkan sebelumnya.

“Setelah ini, Cassian akan mencoba menciptakan kesalahan baru. Sesuatu yang membuat kalian terpecah.”

Adrian langsung menggenggam tangan Elena lebih kuat.

“Kami tidak akan terpecah,” katanya.

Elena menatapnya. Air matanya masih mengalir… tapi ada tekad di baliknya.

“Tidak. Tidak akan.”

Sebastian menutup tirai.

1
Mentariz
Penasaran kelanjutannya, ceritanya nagih bangeett 👍👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!