NovelToon NovelToon
Kodasih, Nyi Ratu Kelam 2

Kodasih, Nyi Ratu Kelam 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Misteri / Horor / Mata Batin / Iblis
Popularitas:19.1k
Nilai: 5
Nama Author: Arias Binerkah

Dulu, Kodasih adalah perempuan cantik yang hidup dalam kemewahan dan cinta. Namun segalanya telah lenyap. Kekasih meninggal, wajahnya hancur, dan seluruh harta peninggalan diambil alih oleh negara.

Dengan iklas hati Kodasih menerima kenyataan dan terus berusaha menjadi orang baik..
Namun waktu terus berjalan. Zaman berubah, dan orang orang yang dulu mengasihinya, setia menemani dalam suka dan duka, telah pergi.

Kini ia hidup dalam bayang bayang penderitaan, yang dipenuhi kenangan masa silam.
Kodasih menua dan terlupakan..

Sampai suatu malam...
“Mbah Ranti... aku akan ke rumah Mbah Ranti...” bisik lirih Kodasih dengan bibir gemetar..

Mbah Ranti adalah dukun tua dari masa silam, penjaga ilmu hitam yang mampu membangkitkan apa pun yang telah hilang: kecantikan, harta, cinta... bahkan kehidupan abadi.

Namun setiap keajaiban menuntut tumbal..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 29.

Waktu terus berlalu..

Kota kecil itu tampak seperti biasa di siang hari.. ramai, bergeming, pura pura hidup. Namun setelah senja turun, ada sesuatu yang berubah. Bayangan semakin panjang, udara semakin berat, dan suara suara yang biasanya terdengar jelas kini seolah tertelan oleh kegelapan.

Dan di pusat segala kegelapan itu… berdirilah Kodasih.

Kekuasaan yang ia kumpulkan selama berbulan bulan ternyata jauh dari cukup. Ia sudah merampas banyak hati, menelan banyak rasa takut dan penyesalan manusia, tapi lapar dalam dadanya terus menggerogoti.

Bayangan yang dulu hanya sekecil selendang kini mengembang menjadi mantel besar hitam yang menjulur sampai lantai, berkibar pelan tanpa angin.

Semakin ia kuat, semakin jelas satu hal di dalam pikiran nya:

Ia membutuhkan lebih dari sekadar pengaruh.

Ia membutuhkan penjaga.

Ia membutuhkan tentara.

Ia membutuhkan pasukan.

Bayangan di dada nya bergerak seperti makhluk hidup, berbisik lirih namun jelas di telinganya:

“Dasih… kowe wis nyedhot rasa saka atiné akeh wong…”

(Dasih… kau sudah menyerap perasaan dari hati banyak orang…)

“Yeen jiwané wis mbok pangan separo… wong iku iso dadi wadah sing iso mbok bentuk.”

(Jika jiwanya sudah kau makan separuh… orang itu bjsa menjadi wadah yang bisa kau bentuk.)

Kodasih menunduk. Senyum perlahan muncul di wajahnya.. sebuah senyum yang tidak pernah muncul pada manusia.

“Wadah…” bisiknya. “Kanggo bayangan.”

(Wadah… untuk bayangan.)

Bayangan gelap itu kembali berbisik..

“Iyo kanggo sikil lan tangan mu.. kanggo abdi abdi mu.. ”

(Iya, untuk kaki dan tanganmu, untuk pelayan pelayan mu.. )

🌑🌑🌑

Kodasih akhirnya memilih tiga orang yang akan dijadikan kaki tangannya.. sosok sosok yang bisa untuk ia jadikan wadah bayangan nya yang semakin besar.

Tiga manusia pertama yang ia pilih bukan sembarangan. Mereka adalah orang orang yang sudah terperangkap dalam jaring pengaruh Kodasih:

Pak Camat, yang kehilangan rasa takut berkat ritual keberanian palsu dari Kodasih.

Seorang janda muda, yang cintanya telah berubah menjadi pelepasan diri yang membakar dirinya.

Seorang polisi kota, yang pikirannya telah ia buat tumpul dan penurut.

Malam itu, Kodasih memanggil ketiganya ke sebuah rumah tua di pinggir kota. Rumah milik Kodasih, ia mendapatkan nya dengan mudah.. Rumah itu gelap.. dan bukan gelap alami, tapi gelap yang hidup, gelap yang ikut berdetak dengan napas Kodasih.

Ketiga orang yang dipanggil berlutut di ruang tengah, menunggu...

Kodasih berjalan perlahan di sekitar mereka. Bayangan di belakangnya mengikuti, seperti sayap yang melayang tanpa menjejak.

“Kowe kabeh wis tak tulungi…” ucap Kodasih sambil menatap tajam ke tiga nya.

(Kalian semua sudah kutolong…)

Suara nya pelan, memikat, namun terasa seperti petir di dalam dada.

“Saiki wayahe kowe mbalekke.”

(Sekarang saatnya kalian membalas.)

Bayangan di punggung Kodasih mengembang, menyelimuti seluruh ruangan seperti kabut hitam yang memakan cahaya.

“Tutup matamu…”

(Tutup matamu…)

Ketiganya menuruti tanpa bertanya.

Dan saat kelopak mata mereka tertutup, bayangan itu merayap masuk.. melalui hidung, mulut, telinga, bahkan pori pori. Seolah kabut itu memiliki jari jari halus yang mencari jalan masuk ke tubuh.

Tubuh mereka menegang.

Ada suara retak pelan, seperti kayu tua yang dipaksa melengkung.

Lalu…

Mereka membuka mata.

Mata Pak Camat kini tanpa pupil, putih sepenuhnya.

Janda muda menatap seperti boneka yang tidak pernah mengenal rasa.

Polisi itu berdiri tegak, keras, seperti patung yang diberi napas.

Kodasih menyentuh ubun ubun mereka satu per satu.

“WIWIT SAIKI… kowe dudu manungsa maneh.”

(Mulai sekarang… kalian bukan manusia lagi.)

“Kowe Bawahan Peteng .. kowe Watu Peteng.”

(Kalian Bawahan Kegelapan.. kamu Batu Gelap.)

Mereka menunduk serempak sambil berkata,

“ Ngihhh.. Ratu…”

(Ya.... Ratu…)

Kodasih tersenyum senang..

Pasukan pertamanya telah lahir.

Dalam minggu minggu berikutnya, Kodasih melanjutkan ritual nglaras jiwa. Setiap orang yang jiwanya pernah ia “makan” sebagian kini ia panggil kembali:

Pegawai dinas yang selalu memohon bantuannya,

Anak muda yang pernah diberinya ilmu rasa percaya diri,

Ibu ibu yang pernah datang meminta “pengobatan”.

Satu demi satu mereka berubah.

Mata mereka memutih.

Napas menjadi lambat, seolah tidak perlu hidup.

Langkah mereka tenang dan tidak bersuara, lebih mirip arwah daripada manusia.

Bayangan tipis mengikuti setiap langkah mereka, bergerak tanpa bergantung pada arah cahaya.

Pasukan Kodasih terus bertambah, dari tiga menjadi Dua belas... Lalu dua puluh.... Lalu tiga puluh.

Orang orang mulai menghilang dari rumah mereka di malam hari. Tidak ada jejak...

Yang tersisa hanyalah laporan samar warga yang melihat sosok sosok berbayang berjalan malam malam, membawa kantong hitam atau kotak kayu.

Arjo yang mengawasi dari jauh , berbisik ketakutan:

“Wong sing wis ora nduwe roh… sing rumangsa urip tapi ora maneh urip.”

(Orang yang sudah tidak punya roh… yang merasa hidup tetapi tidak lagi hidup.)

Semakin banyak Watu Peteng terbentuk, semakin besar kejutan yang Kodasih rasakan.

Ia bisa melihat melalui mata mereka.

Saat salah satu Watu Peteng berjalan di pasar, Kodasih merasakan detak kecemasan orang orang ketika sosok itu lewat.

Ketika dua Watu Peteng mengintai kantor pemerintah, Kodasih merasakan gelombang iri, takut, dan dengki dari para pejabat.

Ia kini ada di banyak tempat sekaligus.

Ia mendengarkan banyak telinga.

Ia berbicara lewat banyak mulut.

Bayangan dalam dadanya bergetar, berkata:

“Ratu kudu duwe mata sing akeh… kuping sing akeh… tangan sing akeh.”

(Ratu harus punya mata banyak… telinga banyak… tangan banyak.)

“Kudu iso nyekel kabeh rasa ing kutha iki.”

(Harus bisa menggenggam semua rasa di kota ini.)

Kodasih tertawa rendah.

“Saiki aku wis nduwe.”

(Sekarang aku sudah punya.)

Dalam satu bulan, kota itu berubah menjadi wilayah sunyi yang dikendalikan rasa takut tak kasat mata.

Pejabat pejabat mendadak tunduk tanpa alasan.

Pedagang tidak berani menolak apa pun.

Tokoh tokoh masyarakat berhenti memberi pendapat.

Warga sering terbangun tengah malam, berkeringat, dengan mimpi yang sama:

Seorang wanita dengan sayap hitam melayang di langit, berbisik memanggil:

Datanglah… ikut aku… serahkan hatimu…

Di berbagai sudut kota, orang orang mulai melihat sosok sosok berbayang berdiri diam. Tidak bergerak, tidak berkedip. Hanya melihat.

Malam itu, Kodasih berdiri di puncak gedung tua.

Di bawahnya, puluhan Watu Peteng berhenti, menengadahkan kepala serempak ke arah dirinya.. seolah tubuh mereka dihubungkan oleh satu ruh tunggal.

Kodasih membuka tangan, dan bayangannya membentang seperti sayap kelelawar raksasa.

“Wektu kanggo nambah daya…”

(Waktu untuk menambah kekuatan…)

“Wektu kanggo ngrebut kabupaten… lan sabanjur e provinsi.”

(Waktu untuk merebut kabupaten… dan setelah itu provinsi.)

Bayangan dalam tubuhnya bersorak.

“Ratu… wong wong kuwi mung watu sing kowe bentuk…”

(Ratu… orang orang itu hanyalah batu yang kau bentuk…)

“Angkat tanganmu… kowe bakal nglangkup jagad.”

(Angkat tanganmu… kau akan memeluk dunia.)

Kodasih mengangkat tangannya ke langit.

Sayap bayangannya menutupi bulan, membuat kota masuk dalam gelap yang tidak pernah dialami manusia.

Kilatan petir menyambar tanpa suara...

Jendela jendela bergetar...

Dan seluruh kota menahan napas.

Sejak malam itu, orang tak lagi menyebutnya “Nyi Kodasih”.

Mereka memanggilnya:

RATU WENGI. (Ratu Malam.)

RATU PETENG. (Ratu Gelap.)

RATU BAYANGAN. (Ratu Bayangan.)

RATU KELAM

Dan Kodasih… bukan lagi manusia.

Ia bukan lagi dukun.

Ia bukan lagi perempuan.

Ia adalah permulaan dari sesuatu yang jauh lebih besar.

Sesuatu yang tidak bisa dihentikan.

1
Cindy
lanjut
≛⃝⃕|ℙ$°Siti Hindun§𝆺𝅥⃝©☆⃝𝗧ꋬꋊ
Benarkan dia itu Bendoro Gusti, lalu apa yg dia mau dari Arjo🤔
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶ🥭⃝𒁍
dasar dasih gemblung
Ai Emy Ningrum: plin plan Dasih iki 😋😋
total 1 replies
Cindy
lanjut
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ
hiiih malah nyalahin Arjo, ngaca Kodasih ngaca!!! yg buat hancur semuanya itu kamu!!😏 ni perempuan gak sadar diri banget
Ai Emy Ningrum: joss gandos /Good//Good/
total 7 replies
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ
ikii Bendoro Gusti e Kodasih metu 🐍
Ai Emy Ningrum: gatot iki anake pak Setyo Dimejo lungowanipiro tah 🤔🤔
total 3 replies
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ
sokooooorrr.. 🥳 kalau sendiri mateni orang ketawa2 bangga, baru Arjo begitu udh teriak2, metal cemen lah Kodasih Ratu Peteng 😋
Ai Emy Ningrum: lari dari kenyataan, keringetan ga,keingetan terus yg ada 😒😒
total 7 replies
Aifa 2 Jeddah
kodasih terjerumus demi mendapatkan pengakuan, sebenarnya kodasih takut sendiri tanpa pengakuan
≛⃝⃕|ℙ$°Siti Hindun§𝆺𝅥⃝©☆⃝𝗧ꋬꋊ
Gemess bener sih sama Dasih😒
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ
sempat2 nya dia rekwes 😋 suka2 Mbah Ranti lah mau pakai ilmu apa juga, kocak si Kodasih 😏
Ai Emy Ningrum: jd bingung kan yg bagian admin nya 😒😒 mana rekwesan
total 2 replies
Nur Bahagia
di cas kah, kayak hape? 🤣
Nur Bahagia
waduh kodasih makin keblinger
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶ🥭⃝𒁍
wehh ini kah bendoro gusti yg di sembah dasih hinga menumbalkan buah pelair🤣🤣🤣
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶ🥭⃝𒁍
ndlosor yuu ndlosor wae ben isis kro kipasan lan mengahayal kui pueeenak pol 🤔🤣🤣🤣
Ai Emy Ningrum: iki yg bertempur lebih rame teriakan nya Nyi Kodasih sama Arjo dr pd pertempuran nya dgn sang Ratu pelil 👻👻
total 1 replies
Nur Bahagia
wow Kodasih sekarang udah kayak Nacht Faust _ penguasa bayangan di komik Black Clover 🤩
🏡s⃝ᴿ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶ🥭⃝𒁍
wes deg2 an iki pye yoo
Nur Bahagia
jadi inget ritual di loji tuan menir
Nur Bahagia
kamu harus bisa Kodasih.. semangaaattt
Nur Bahagia
mungkin Kodasih jadi jahad karena bayangan hitam ini🤔
Nur Bahagia
iya bener nih.. roh2 itu aja yg kepedean 😤🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!