NovelToon NovelToon
MATA YANG MELIHAT MASA DEPAN

MATA YANG MELIHAT MASA DEPAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sistem / Crazy Rich/Konglomerat / Kultivasi Modern / Ketos / Mengubah Takdir
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: Susilo Ginting

Rendra Adyatama hanya memiliki dua hal: rumah tua yang hampir roboh peninggalan orang tuanya, dan status murid beasiswa di SMA Bhakti Kencana—sekolah elite yang dipenuhi anak pejabat dan konglomerat yang selalu merendahkannya. Dikelilingi kemewahan yang bukan miliknya, Rendra hanya mengandalkan kecerdasan, ketegasan, dan fisik atletisnya untuk bertahan, sambil bekerja sambilan menjaga warnet.
Hingga suatu malam, takdir—atau lebih tepatnya, sebuah Sistem—memberikan kunci untuk mendobrak dinding kemiskinannya. Mata Rendra kini mampu melihat masa depan 24 jam ke depan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susilo Ginting, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29. Raja Tikus dan Mata Seribu Wajah

SUV hitam lapis baja milik Nusantara Security meluncur membelah kepekatan malam Jakarta Utara. Jauh dari gemerlap lampu Menteng, kawasan pelabuhan Tanjung Priok menyambut mereka dengan aroma solar, air asin, dan keputusasaan yang menggenang di udara lembap.

Rendra duduk di kursi belakang, melepas dasi mahalnya. Di sini, setelan jas hanya akan membuatnya terlihat seperti mangsa. Ia mengganti pakaiannya di dalam mobil dengan kaos hitam polos dan jaket bomber biasa.

"Kita masuk ke wilayah Bang Tigor, Bos," ujar Bagas dari balik kemudi, matanya waspada memindai bayangan di antara tumpukan kontainer. "Dia menguasai jaringan anak jalanan, pengemis, dan pedagang asongan dari Priok sampai Ancol. Orang memanggilnya 'Raja Tikus'."

"Raja Tikus," Rendra mengulang nama itu. "Tikus adalah hewan yang paling tahu jalan keluar saat kapal akan tenggelam. Kita butuh insting itu."

"Dia keras, Bos. Dia tidak suka orang luar. Apalagi orang berduit yang datang tiba-tiba. Uang saja mungkin tidak cukup untuk membeli loyalitasnya," peringat Bagas.

Rendra tersenyum tipis. "Aku tidak hanya membawa uang, Bagas. Aku membawa masa depan."

Mobil diparkir di area gelap di bawah jalan tol pelabuhan. Rendra dan Bagas turun, melangkah masuk ke dalam labirin gubuk-gubuk liar yang terbuat dari triplek bekas dan kardus. Suara batuk kering, tangisan bayi, dan musik dangdut dari radio butut mengisi malam. Kehadiran Bagas yang posturnya jelas seorang petarung membuat beberapa pemuda setempat yang sedang nongkrong langsung berdiri, tangan mereka meraba ke balik baju, siap menarik senjata tajam.

"Mau apa kalian?" tanya salah satu pemuda kurus dengan tato di wajah.

"Mau bertemu Tigor. Bilang saja Bagas datang," jawab Bagas tenang namun tegas.

Pemuda itu melirik Rendra yang berdiri santai di belakang Bagas, lalu memberi isyarat pada temannya untuk lapor ke dalam.

Lima menit kemudian, mereka digiring ke sebuah bangunan semi-permanen yang sedikit lebih besar di tengah kampung kumuh itu. Di dalamnya, duduk seorang pria bertubuh gempal, berkulit gelap legam, dengan bekas luka bakar di leher. Dia sedang menghitung uang receh yang berserakan di meja setoran harian dari pasukannya.

Itulah Bang Tigor.

"Bagas..." suara Tigor parau, berat seperti gesekan batu. "Aku dengar kau jadi anjing penjaga orang kaya sekarang. Apa maumu di kandangku?"

Bagas tidak menjawab, dia melangkah minggir, membiarkan Rendra maju.

Rendra menatap Tigor. Tatapan Rendra berbeda dari anak muda kebanyakan. Tidak ada rasa takut, tidak ada rasa jijik. Hanya kalkulasi dingin.

"Saya Rendra. Saya datang untuk menawarkan bisnis," kata Rendra.

Tigor tertawa, memperlihatkan gigi yang tidak rata. "Bisnis? Kau mau jual beli anak? Atau mau gusur tempat kami?"

"Saya mau beli Mata dan Telinga," jawab Rendra. "Saya tahu pasukanmu ada di setiap lampu merah, setiap perempatan, setiap parkiran minimarket, dan setiap lobi gedung di Jakarta Utara. Kalian melihat apa yang polisi lewatkan. Kalian mendengar apa yang orang kaya bicarakan saat mereka pikir tidak ada yang peduli."

Tigor berhenti tertawa. Matanya menyipit. "Informasi mahal harganya, Nak. Dan kami tidak jual ke sembarang orang. Kalau salah info, kami yang mati dibunuh preman partai atau polisi."

"Saya bayar dua kali lipat dari harga pasar," Rendra meletakkan tas kecil di meja. Bagas membukanya. Tumpukan uang tunai Rp50.000.000 terlihat rapi. Mata Tigor berkilat. Uang sebanyak itu bisa memberi makan kampung ini selama berbulan-bulan. Namun, Tigor bukan pemimpin bodoh. Dia tahu uang mudah selalu datang dengan jebakan.

"Uangmu wangi," kata Tigor, menutup kembali tas itu. "Tapi aku tidak percaya padamu. Kau terlalu muda, terlalu bersih. Bagaimana aku tahu kau bukan cepu (informan polisi) yang mau menjebakku?"

Rendra tahu saatnya menggunakan kartu as-nya. Uang hanya pembuka pintu. Kekuatan adalah kuncinya.

Rendra memicu Visi nya. Ia memindai masa depan Tigor dan orang-orang di ruangan itu dalam 12 jam ke depan.

Deg.

Visi itu datang cepat dan tajam.

Rendra melihat Tigor besok pagi, pukul 05.00, akan ditusuk dari belakang oleh orang kepercayaannya sendiri pemuda kurus bertato di wajah yang tadi mencegat Rendra di depan. Pemuda itu sudah disuap oleh kelompok saingan (Geng Naga) untuk mengambil alih wilayah ini. Rendra melihat pemuda itu menyembunyikan pisau lipat di balik tumpukan koran di sudut ruangan sekarang juga.

Rendra mematikan Visi. Matanya kembali fokus ke Tigor.

"Kau tidak percaya padaku, Bang Tigor? Wajar," kata Rendra santai. Ia berjalan perlahan mengelilingi ruangan. "Tapi kau seharusnya lebih khawatir tentang siapa yang kau percaya."

Rendra berhenti tepat di samping tumpukan koran bekas di sudut ruangan. Pemuda bertato itu menegang.

"Apa maksudmu?" tanya Tigor curiga.

"Orang bijak bilang, musuh di dalam selimut lebih bahaya daripada serigala di depan pintu," Rendra menendang tumpukan koran itu. Sebuah pisau lipat berkarat dan sebuah kantong plastik kecil berisi uang (tanda jadi dari Geng Naga) terlempar keluar.

Suasana ruangan berubah drastis. Tigor berdiri, wajahnya merah padam. Dia menatap pemuda bertato itu.

"Joni?" geram Tigor. "Apa ini?"

Joni, si pemuda kurus, panik. Dia mencoba lari, tapi Bagas sudah lebih dulu mencengkeram lehernya dan membantingnya ke lantai.

"Dia sudah dibayar Geng Naga untuk menghabisimu subuh nanti," kata Rendra dingin. "Cek ponselnya kalau tidak percaya."

Tigor merampas ponsel dari saku Joni. Benar saja, ada pesan singkat berisi instruksi dan janji bayaran sisa setelah Tigor mati.

Tigor menatap Rendra dengan horor. "Bagaimana... bagaimana kau bisa tahu?"

"Saya tahu banyak hal, Bang Tigor. Saya tahu kapan musuhmu bergerak, saya tahu kapan polisimu datang, dan saya tahu kapan hujan akan turun," Rendra membungkuk sedikit, menatap mata Tigor. "Uang Rp50 juta itu bukan untuk membeli informasi. Itu untuk membeli kesetiaan. Karena ikut dengan saya berarti kau akan selalu satu langkah di depan musuhmu."

Tigor menelan ludah. Di depannya bukan anak muda biasa. Dia berhadapan dengan sesuatu yang menakutkan. Tigor menoleh ke anak buahnya.

"Bawa Joni ke belakang. Beri dia pelajaran."

Tigor kemudian menatap Rendra, lalu menundukkan kepalanya sedikit tanda penyerahan kekuasaan informal.

"Apa yang Bos mau kami lakukan?" tanya Tigor. Panggilan 'Nak' sudah berubah menjadi 'Bos'.

Rendra tidak membuang waktu. Ia memerintahkan Bagas untuk mengambil kotak dari mobil. Kotak itu berisi 50 unit ponsel feature phone murah (bukan smartphone, agar baterai awet dan tidak mencolok) dan kartu perdana sekali pakai.

"Bagikan ini ke 50 anak buahmu yang paling pintar dan tersebar di lokasi strategis," perintah Rendra.

"Sistemnya sederhana," lanjut Rendra. "Setiap kali mereka melihat hal-hal berikut: Mobil mewah dengan plat nomor tertentu, pergerakan polisi dalam jumlah besar, truk-truk mencurigakan yang masuk ke gudang tertentu, atau pertemuan orang-orang berjas di tempat kumuh, mereka harus kirim SMS kode ke server pusat kami."

Rendra memberikan secarik kertas berisi daftar kode.

Kode 1: Polisi.

Kode 2: Geng Naga.

Kode 3: Mobil Wirawan (Plat B 1 WIR dkk).

Kode 4: Truk Logistik.

"Setiap informasi valid yang terverifikasi, pengirimnya dapat pulsa dan bonus uang Rp50.000 langsung ditransfer ke dompet digital mereka. Informasi besar, bonus besar," jelas Rendra. Ini adalah Gamifikasi Intelijen. Rendra mengubah kegiatan memata-matai menjadi sumber penghasilan bagi kaum miskin kota.

"Mulai malam ini, Jakarta Utara adalah milik kita," kata Rendra.

Tigor mengangguk mantap. "Siap, Bos. Seribu mata akan terbuka malam ini."

Saat Rendra dan Bagas kembali ke mobil dan meninggalkan area kumuh itu, sebuah notifikasi masuk ke laptop Rendra yang terhubung dengan server barunya. Sistem Street Eyes sudah aktif. Salah satu anak buah Tigor yang sigap sudah mengirim pesan percobaan.

Tapi pesan itu bukan percobaan.

Kode 3 (Mobil Wirawan). Lokasi: Gudang Tua Pelabuhan Sektor 9. Waktu: 02.15.

Ket: Ada mobil sedan hitam masuk. Diikuti dua truk boks polos. Bongkar muat cepat.

Rendra melihat jam. Sekarang pukul 02.20.

Wirawan sedang melakukan operasi logistik rahasia di tengah malam, hanya beberapa jam setelah pertemuan mereka.

"Bagas, putar balik," perintah Rendra, matanya berkilat menatap layar laptop. "Kita tidak pulang. Kita lihat apa yang disembunyikan Tuan Besar di Sektor 9."

"Bos, itu wilayah terlarang. Penjaganya bersenjata api laras panjang," peringat Bagas.

"Kita tidak akan mendekat. Kita akan menonton. Visi-ku mengatakan, apa yang ada di truk itu adalah kunci untuk menjatuhkan Wirawan lebih cepat dari dugaan kita."

Rendra baru saja mengaktifkan jaring laba-labanya, dan lalat pertama yang terjerat adalah bosnya sendiri.

Malam itu, Rendra menyadari bahwa kekuatan massa rakyat kecil (people power) yang terorganisir jauh lebih cepat dan lebih luas jangkauannya daripada satelit mata-mata manapun. Street Eyes telah lahir.

1
Gege
kalimat generate AI nampak sekali thor... yo semangat ..kasih perintah lebih human waktu men generate..
Eva Akmal
seru
Gavinfllno: TERIMAKASIH ATAS DUKUNGAN NYA🙏
total 1 replies
Was pray
mengapa Rendra tidak menggunakan akun anonim untuk trading saham ? jadi tidak mudah dilacak identitasnya ?
Was pray
mengapa renda tidak memberi tingkat keamanan yg super kuat pada akun nya? otak nya belum sampai kah?
BungaSamudra
tulisanmu mengalir kek air. ritmenya pas banget pas dibaca 😍
Fairuz
semangat kak jangan lupa mampir
knovitriana
update
Ken
Tanda bacanya kurang dikit.
Semangat Thor
D. Xebec
lanjut next chapter bang, jadi penasaran gw, btw semangat 👍
D. Xebec
cerita nya menarik, tapi ada beberapa kata yang kurang huruf
D. Xebec
tulisannya masih banyak yang kurang huruf bang, perbaiki lagi, btw cerita nya menarik
Zan Apexion
menarik, Semangat ya👍
Monkey D. Luffy
kurang huruf N nya ini bang🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!