NovelToon NovelToon
Melihat Malapetaka, Malah Dapat Jodoh Dari Negara

Melihat Malapetaka, Malah Dapat Jodoh Dari Negara

Status: sedang berlangsung
Genre:Kebangkitan pecundang / Kontras Takdir / Romansa Fantasi / Mata Batin / Fantasi Wanita / Mengubah Takdir
Popularitas:9.1k
Nilai: 5
Nama Author: INeeTha

Salsa bisa lihat malapetaka orang lain… dan ternyata, kemampuannya bikin negara ikut campur urusan cintanya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon INeeTha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hari Penuh Rasa Syukur

Wajah Salsa Liani terlihat begitu polos, khas mahasiswa baru lulus yang belum terkontaminasi kerasnya dunia. Hal ini membuat para paparazi itu lengah.

Salsa mendekat dengan gaya misterius, berbisik, "Bang, gue bisa bawa kalian ke spot terbaik... langsung di depan muka penculik pas transaksi sama Arga Mahendra!"

Para paparazi itu saling pandang, tertarik.

"Mentor gue udah investigasi. Supir truk sering istirahat di dalam pabrik kosong itu. Kita udah siapin truk dengan plat lokal. Kita bisa nyelonong masuk pake itu!"

Si Pria Topi, yang sepertinya pemimpin mereka, menyeringai rakus. "Tunggu apa lagi? Buruan!"

"Eits, sabar Bang. Penculiknya baru masuk. Kalau kita papasan, bahaya," Salsa pura-pura merinding. "Katanya mereka bawa senjata. Kita tunggu sepuluh menit, pastiin aman, baru gerak. Lagian kita harus nunggu mentorku yang nyetir. Emang kalian bisa bawa truk tronton?"

Mereka menggeleng kompak. Pria Topi menggosok tangannya tak sabar. "Oke, kita ikut aturan lo. Asal dapet foto eksklusif, nanti kita bagi-bagi."

Padahal dalam hati, mereka sudah berencana meninggalkan gadis ini begitu sampai di dalam.

"Biar nggak mencolok, truknya parkir satu kilo dari sini. Kita jalan kaki lewat pematang sawah," ajak Salsa. Dia berjalan mengendap-endap di depan, persis kelinci yang waspada.

Di saluran komunikasi, tim kepolisian yang memantau tersenyum kagum. Bu Bos Kecil ini benar-benar cerdik "menjinakkan" gerombolan wartawan liar itu.

Suara berat Komandan Rakha Wisesa terdengar di earpiece Salsa: "Satu truk logistik sudah siap di jalan raya. Pak Zul yang akan menyamar jadi mentormu."

Salsa mengacungkan jempol dalam hati. Koordinasi Rakha memang juara.

Sepuluh menit kemudian, mereka sampai di truk boks biru. Salsa melambaikan tangan panik. "Cepat naik! Jangan sampai ketahuan!" desisnya.

Para paparazi berebut memanjat masuk ke boks truk. Di kursi pengemudi, Pak Zul yang menyamar dengan topi kumal membentak, "Salsa! Siapa mereka? Ngapain bawa saingan? Suruh turun!"

Akting Pak Zul sempurna, membuat Si Pria Topi dan kawan-kawannya malah mendesak masuk lebih cepat. "Yaelah Pak, bagi-bagi rezeki dikit napa!"

Mereka sama sekali tak sadar senyum miring Salsa. Begitu orang terakhir masuk, Polwan Lenny dan Adit muncul dari semak-semak.

BAM! Pintu boks truk dikunci dari luar.

"Woy! Apa-apaan ini?!" Teriak Pria Topi dari dalam. Suasana di dalam boks gelap itu langsung kacau.

"Kalian ditahan karena mengganggu operasi penyelamatan!" seru Adit sambil memborgol satu orang yang mencoba mendobrak.

Si Pria Topi panik, dia mencoba meraih ponselnya yang jatuh. Layarnya menyala, menampilkan aplikasi live streaming Toktok. "Lepasin kita! Atau gue teriak di live kalau Arga lapor polisi, biar penculiknya tau dan bunuh sandera!" ancamnya nekat.

Salsa memungut ponsel itu dan menyodorkannya ke wajah pria itu. "Coba liat lagi yang teliti."

Pria itu membelalak. Layar menampilkan tulisan: Koneksi Terputus. Sinyal nol bar.

"Di mobil ini ada jammer," Salsa tersenyum dingin. "Semua sinyal mati. Kalian pikir polisi bodoh?"

Polwan Lenny menatap mereka jijik. "Demi konten kalian rela nyawa anak kecil melayang? Arga Mahendra bakal nuntut kalian sampai miskin."

Nyali mereka langsung ciut. Si Pria Topi merosot lemas, keringat dingin bercucuran. Tamat sudah riwayat mereka.

Setelah membereskan para pengacau, Salsa pindah ke mobil komando. Di tablet Pak Zul, terlihat empat penculik turun dari truk lain di area pabrik. Dua di antaranya menyeret Manda, keponakan Arga, menuju menara air.

Gadis kecil itu, Manda, kepalanya ditutupi karung goni. Gaun putihnya kotor, terlihat sangat rapuh di tengah pabrik tua yang menyeramkan.

"Tim Sniper di posisi," lapor penembak jitu. "Target masuk zona tembak."

Jantung Salsa berdegup kencang.

"Salsa," suara Rakha tiba-tiba terdengar memanggilnya lewat saluran pribadi earpiece.

"Ya?" Salsa menegakkan punggung.

"Perhatikan langkah kaki penculik itu," instruksi Rakha tenang namun tegas. "Lihat ritmenya."

Salsa memaku tatapan ke layar monitor.

"Saat orang berjalan, mengangkat kaki akan mengubah titik berat tubuh dan membuka sudut fatal. Inersia saat jatuh juga sudah diperhitungkan agar tidak menimpa sandera."

Tepat saat penculik yang tinggi mengangkat kaki kanannya—

"TEMBAK!"

DOR—DOR—!

Dua letusan hampir bersamaan. Di layar, kepala dan dada penculik menyemburkan darah. Tubuh mereka masih bergerak maju setengah langkah karena inersia, lalu ambruk menjauhi Manda.

"Target lumpuh. Sandera aman," lapor pengamat.

"Tim Serbu, masuk!" perintah Rakha.

Pasukan Brimob melesat seperti kilat. Satu anggota menyambar Manda, melindunginya dari melihat pemandangan mayat. Semua terjadi kurang dari sepuluh detik.

Salsa terpaku. Rakha baru saja memberinya "kuliah lapangan" teknik sniper di tengah operasi hidup dan mati. Jantungnya berdesir halus.

"Salsa, aman! Manda sudah dibawa ke depan," panggil Polwan Lenny.

Salsa segera melompat turun. Saat anggota Brimob menyerahkan Manda, hati Salsa terasa diremas melihat kondisi anak itu. Manda gemetar hebat, suaranya hilang karena terlalu lama menangis.

"Sini sayang..." Salsa mengeluarkan dua boneka kelinci—barang kesayangan Manda yang dia ambil dari rumah Arga.

Melihat boneka itu, Manda langsung menghambur ke pelukan Salsa. Wajah kecilnya dibenamkan ke boneka, bibirnya bergerak tanpa suara memanggil mama-papanya.

"Om Arga sebentar lagi sampai kok," bisik Salsa menahan tangis, menyeka wajah cemong Manda dengan tisu basah dan memberinya sedikit air.

Baru saja Manda tertidur karena kelelahan di kursi belakang mobil polisi, sebuah mobil mewah berhenti dengan decitan rem kasar.

Arga Mahendra keluar, jas mahalnya kusut, wajahnya pucat pasi. Dia berlari seperti orang gila.

Salsa meletakkan jari di bibir. "Sstt... Mas Arga, dia baru tidur."

Melihat keponakannya tidur tenang lewat kaca jendela, pertahanan diri sang aktor papan atas itu runtuh. Matanya memerah instan.

Arga menatap Salsa. Tiba-tiba, dia menekuk lututnya.

BRUK.

Pria yang dipuja jutaan orang itu berlutut di tanah berdebu, tepat di hadapan Salsa Liani.

"Salsa... Terima kasih..." Suaranya pecah, serak dan rapuh. "Saya nggak tau harus balas pakai apa."

Salsa kaget setengah mati. Dia dan beberapa polisi buru-buru memapah Arga berdiri. "Mas Arga, jangan gini!"

Rakha datang memberikan sebotol air. "Bawa Pak Arga istirahat dulu."

Arga mengangguk, menyeka wajahnya, berusaha mengembalikan wibawanya meski matanya masih basah. "Terima kasih, semuanya."

Melihat mobil yang membawa Arga dan Manda menjauh, Salsa menghela napas lega. Badai dua hari ini akhirnya berlalu.

Dia mengeluarkan ponsel, menelepon kakaknya.

"Kak, beres. Manda selamat."

"Syukurlah. Pulang makan siang ya! Aku lagi pengen Iga Bakar!"

"Siap. Otw!"

Pesan masuk dari Reyhan Pratama saat Salsa dalam perjalanan pulang ke asrama polisi.

"Kodok Kecil, lusa aku mendarat. Rabu depan balik Jakarta bawa hadiah uang tunai yang masih anget."

Salsa tersenyum, membalas cepat: "Oke! Video call dulu sebelum boarding ya, awas kamu kalau kenapa-napa."

"Siap, Bos. Jemput ya nanti?" Reyhan mengirim stiker kucing lucu.

"Beres!"

Sesampainya di rumah, aroma sop iga menyambut Salsa. Makan siang kali ini terasa sangat nikmat. Namun, di tengah makan, Salsa menyadari kedua orang tuanya tampak gelisah.

"Pak, Bu, kenapa sih? Kayak ada yang disembunyiin."

Pak Slamet berdehem. "Gini Sa, Bapak sama Ibu rencananya mau oper alih ruko agen ekspedisi di depan komplek. Daripada nganggur, bosen."

Salsa menoleh ke kakaknya. Surya, meski tunanetra, peka terhadap situasi. Dia meletakkan sendok. "Pak, Bu... kita kan uangnya cukup. Masak mau kerja lagi?"

"Badan kalau diem terus malah sakit semua, Nak," bujuk Bu Susi. "Lagian itu pemilik lamanya kasih harga miring."

Salsa mengetuk-ngetuk meja, berpikir. Melarang orang tua yang biasa kerja keras itu susah, malah nanti jadi penyakit pikiran.

"Oke, boleh," putus Salsa. "Tapi ada tiga syarat."

"Pertama, wajib sewa pegawai buat angkat berat. Kedua, kalau capek harus tutup toko."

"Ketiga," Salsa tersenyum cerah, "Aku punya calon pegawai yang pas banget. Rajin, kuat, kenalan lama."

Pak Slamet langsung sumringah. "Deal!"

"Awas ya kalau ingkar, aku suruh Salsa nangkring di ruko tiap hari buat ngawasin," ancam Surya bercanda.

Selesai makan, Salsa turun ke parkiran. Motor matic dinas barunya sudah datang! Putih, gagah, full spec dengan plat nomor resmi.

Salsa langsung menjajalnya berkeliling asrama. Di tikungan, dia bertemu Pak Rumi dan Bu Rita, tetangga lansia yang tinggal di unit sebelah.

"Wah, motor baru Neng Salsa?" sapa Pak Rumi sambil membetulkan kacamata tuanya yang dilakban.

"Iya Pak! Bapak sama Ibu mau ke panti asuhan lagi?" tanya Salsa melihat kantong plastik berisi botol bekas di tangan Bu Leni.

Pasangan tua ini kehilangan anak tunggal mereka—seorang polisi yang gugur saat bertugas—bertahun-tahun lalu. Sejak itu, mereka mendedikasikan hidup untuk anak-anak panti asuhan sebagai pelipur lara.

"Iya Neng," jawab Bu Rita dengan senyum teduh namun menyiratkan kesedihan.

"Eh, Bu, minta alamat pantinya dong," Salsa mengeluarkan ponsel. "Saya punya tiket Sea World sama boneka-boneka laut banyak banget, hadiah dari temen. Mau saya kirim buat anak-anak di sana."

Mata Bu Rita berkaca-kaca. Tangan keriputnya gemetar memegang tangan Salsa. "Ya ampun, Nak Salsa... makasih banyak. Kamu sekeluarga baik banget sama kami..."

"Sama-sama Bu, kita kan tetangga," Salsa tersenyum hangat.

Tiba-tiba Polwan Lenny muncul. "Salsa! Ada tamu di kantor. Si 'Mas Apes' alias Bagas Prasetyo yang kamu tolong di supermarket itu."

"Hah? Cepet banget?" Salsa kaget. "Oke, meluncur!"

Jarak ke kantor cuma selemparan batu dengan motor maticnya. Di lobi, Bagas sudah menunggu dengan tumpukan paper bag oleh-oleh dan minuman.

Begitu melihat Salsa, Bagas langsung berdiri tegak, wajahnya berseri-seri. "Mbak Salsa! Saya datang mau ngucapin terima kasih..."

Salsa tersenyum lebar menyambutnya. Sepertinya hari ini adalah hari penuh rasa syukur.

1
tutiana
seru banget
tutiana
seru banget Thor,
next
Tini Rizki
lanjutkan
sahabat pena
menegangkan
Lala Kusumah
lanjuuuuuuuuut tanggung nih....please 🙏🙏🙏
Reni Syahra
baguusss
Reni Syahra
👍👍👍👍👍
lia kusumadewi
kuereennn pokoke mb salsa ini👍👍😍😍
lanjuttt....
Lala Kusumah
pokoke Salsa kereeeeeennn n hebaaaaaatt, ba bowuuuuuu 😍😍👍👍👍👍💪💪💪💪
renren syahra
wkwkwkwk
keren juga Salsa. lanjutttt
Lala Kusumah
tegaaaanng 😵‍💫😵‍💫🫣🫣🫣
Lala Kusumah
misi lagi nih Salsa 🙏🙏🙏
Reni Syahra
waooowwww kerennn..
bsk2 banyakin lagi ya thoe😍💪
ganbattee
Lala Kusumah
Alhamdulillah rezeki anak Sholehah itu Salsa 🤲🤲🙏🙏😍😍👍👍
Lala Kusumah
tegaaaanng banget 😵‍💫😵‍💫🫣🫣
sahabat pena
media pers nya parah nih.. org lagi bertaruh nyawa. dibuat konten kreator.. ayuk salsa selamat kan arga dan ponakan nya💪💪💪💪
Lala Kusumah
cepat tolong Arga ya Salsa 🙏🙏🙏
Lala Kusumah
nah loh....
Tini Rizki
keren bikin penasaran lanjut Thor
Lala Kusumah
Alhamdulillah Salsa, rezeki anak Sholehah 🙏🙏👍👍😍😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!