Suara Raja Bramasta terdengar tegas, namun ada nada putus asa di dalamnya
Raja Bramasta: "Sekar, apa yang kau lakukan di sini? Aku sudah bilang, jangan pernah menampakkan diri di hadapanku lagi!"
Suara Dayang Sekar terdengar lirih, penuh air mata
Dayang Sekar: "Yang Mulia, hamba mohon ampun. Hamba hanya ingin menjelaskan semuanya. Hamba tidak bermaksud menyakiti hati Yang Mulia."
Raja Bramasta: "Menjelaskan apa? Bahwa kau telah menghancurkan hidupku, menghancurkan keluargaku? Pergi! Jangan pernah kembali!"
Suara Ibu Suri terdengar dingin, penuh amarah
Ibu Suri: "Cukup, Bramasta! Cukup sandiwara ini! Aku sudah tahu semuanya. Aku tahu tentang hubunganmu dengan wanita ini!"
Bintang Senja terkejut mendengar suara ibunya. Ia tidak pernah melihat ibunya semarah ini sebelumnya.
Raja Bramasta: "Kandahar... dengarkan aku. Ini tidak seperti yang kau pikirkan."
Ibu Suri: "Tidak seperti yang kupikirkan? Jadi, apa? Kau ingin mengatakan bahwa kau tidak berselingkuh dengan dayangmu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainul hasmirati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Petualangan di Negeri Asing Hutan Terlarang dan Makhluk Mist
Mentari senja menyelimuti Kerajaan Aetheria dengan warna keemasan, namun bayangan panjang Hutan Terlarang sudah cukup untuk membuat bulu kuduk meremang. Lysander, dengan jubah kebanggaannya yang kini tertutup debu, menatap gerbang hutan dengan ragu. Di belakangnya, Elara, dengan busur di punggung dan tatapan setenang danau di pagi hari, mencoba menenangkan kegelisahannya.
"Kau yakin ini jalan yang benar, Elara?" tanya Lysander, suaranya sedikit bergetar. Sebagai seorang pangeran, ia terbiasa dengan kemewahan dan keamanan istana, bukan hutan belantara yang penuh bahaya.
Elara mengangguk, matanya menatap lurus ke depan. "Peta ini adalah satu-satunya petunjuk yang kita punya untuk menemukan Artefak Cahaya. Kita harus mengambil risiko ini."
Mereka melangkah memasuki hutan, meninggalkan cahaya senja di belakang. Pepohonan raksasa menjulang tinggi, menghalangi sinar matahari dan menciptakan kegelapan yang mencekam. Suara-suara aneh menggema di antara pepohonan, membuat suasana semakin menakutkan.
"Tetap waspada," bisik Lysander, tangannya menggenggam erat pedangnya. Meskipun ia seorang pangeran, ia juga seorang prajurit yang terlatih.
Semakin dalam mereka masuk, suasana semakin mencekam. Tiba-tiba, suara gemerisik di semak-semak membuat mereka terhenti. Seekor makhluk dengan mata menyala merah muncul dari balik pepohonan. Tubuhnya seperti serigala, namun jauh lebih besar dan menakutkan.
"Serigala Bayangan!" seru Elara, panahnya terangkat. Ia tahu makhluk ini adalah penjaga hutan, dan mereka tidak akan membiarkan mereka lewat dengan mudah.
Makhluk itu meraung, menunjukkan taring-taringnya yang tajam. Lysander dan Elara bersiap menghadapi pertarungan. Elara melepaskan anak panah, namun serigala bayangan itu dengan mudah menghindarinya. Lysander maju dengan pedangnya, berusaha menebas makhluk itu. Namun, serigala bayangan itu terlalu cepat. Ia melompat dan menerjang Lysander, membuatnya terhuyung ke belakang.
"Lysander!" teriak Elara, berusaha membantu pangeran. Ia tahu bahwa jika Lysander terluka, misi mereka akan gagal.
Serigala bayangan itu kembali menyerang, kali ini mengincar Elara. Lysander dengan cepat bangkit dan menghalangi serangan itu. Pedangnya beradu dengan cakar serigala bayangan, menciptakan percikan api.
"Kita harus mengalahkannya bersama-sama!" seru Lysander, matanya menatap Elara. Ia tahu bahwa mereka hanya bisa bertahan jika mereka bekerja sama.
Elara mengangguk, dan mereka mulai bertarung bersama. Lysander menyerang dengan pedangnya, sementara Elara menembakkan anak panah untuk mengalihkan perhatian serigala bayangan. Pertarungan berlangsung sengit, hingga akhirnya Lysander berhasil menemukan celah. Ia menusukkan pedangnya tepat ke jantung serigala bayangan.
Makhluk itu meraung kesakitan, lalu ambruk ke tanah. Lysander dan Elara terengah-engah, tubuh mereka penuh luka dan memar.
"Kita... berhasil," kata Elara, suaranya lemah. Ia merasa lega bahwa mereka berhasil mengalahkan makhluk itu, tetapi ia juga tahu bahwa bahaya masih mengintai di depan.
Lysander mengangguk, lalu membantu Elara berdiri. Mereka melanjutkan perjalanan, meninggalkan bangkai serigala bayangan di belakang.
Setelah berjalan cukup jauh, mereka tiba di sebuah sungai yang airnya berkilauan seperti perak. Di seberang sungai, tampak sebuah gua yang gelap dan misterius.
"Itu pasti tempatnya," kata Lysander, menunjuk ke arah gua. Ia merasa bahwa mereka semakin dekat dengan Artefak Cahaya.
Namun, ketika mereka hendak menyeberangi sungai, tiba-tiba air sungai bergejolak. Seekor makhluk air dengan tubuh ular dan kepala naga muncul dari dalam sungai. Matanya menatap mereka dengan tatapan lapar.
"Naga Air!" seru Elara, wajahnya pucat pasi. Ia tahu bahwa naga air adalah makhluk yang sangat berbahaya, dan mereka harus berhati-hati.
Naga air itu membuka mulutnya, memperlihatkan gigi-giginya yang tajam. Lysander dan Elara tahu, pertarungan yang lebih berat telah menanti mereka.
Di dalam gua, kegelapan menyelimuti segalanya. Lysander dan Elara berjalan dengan hati-hati, hanya diterangi oleh obor yang mereka bawa. Suara tetesan air dan angin yang berhembus menciptakan suasana yang semakin mencekam.
"Aku merasa ada yang mengawasi kita," bisik Elara, merapatkan jubahnya. Ia merasa bahwa mereka tidak sendirian di dalam gua ini.
Lysander mengangguk, ia juga merasakan hal yang sama. Mereka terus berjalan, hingga akhirnya tiba di sebuah ruangan yang luas. Di tengah ruangan, terdapat sebuah altar batu dengan sebuah artefak yang bersinar terang di atasnya.
"Itu dia... Artefak Cahaya," kata Lysander, matanya berbinar. Ia merasa bahwa semua pengorbanan mereka selama ini akan segera terbayar.
Namun, ketika mereka hendak mendekati altar, tiba-tiba muncul sesosok makhluk berjubah hitam dari balik kegelapan. Wajahnya tertutup topeng, dan tangannya menggenggam tongkat sihir.
"Siapa kau?" tanya Lysander, waspada. Ia merasa bahwa makhluk ini adalah penjaga artefak, dan mereka harus mengalahkannya untuk mendapatkan Artefak Cahaya.
Makhluk itu tertawa, suaranya serak dan mengerikan. "Aku adalah penjaga artefak ini. Kalian tidak akan bisa mengambilnya."
Makhluk itu mengangkat tongkatnya, dan ruangan itu dipenuhi dengan energi sihir yang kuat. Lysander dan Elara tahu, mereka harus bertarung untuk mendapatkan Artefak Cahaya.
Pertarungan antara Lysander dan Elara melawan penjaga artefak berlangsung sengit. Penjaga artefak itu sangat kuat, ia mampu menciptakan ilusi dan menyerang mereka dengan sihir. Lysander dan Elara berusaha menghindar dan menyerang balik, namun penjaga artefak itu selalu selangkah lebih maju.
"Kita tidak bisa mengalahkannya dengan cara biasa," kata Elara, terengah-engah. Ia merasa bahwa mereka semakin terdesak.
Lysander berpikir keras. Ia teringat akan legenda tentang Artefak Cahaya, yang konon hanya bisa digunakan oleh orang yang memiliki hati yang murni.
"Elara, aku punya rencana," kata Lysander, matanya menatap Elara. Ia tahu bahwa mereka harus mencoba sesuatu yang berbeda.
Lysander menjelaskan rencananya kepada Elara. Mereka berdua kemudian mengambil posisi, bersiap untuk melaksanakan rencana tersebut. Lysander maju menghadapi penjaga artefak, sementara Elara bersiap di belakang.
Penjaga artefak itu menyerang Lysander dengan sihirnya, namun Lysander berhasil menghindarinya. Ia terus mendekati penjaga artefak, hingga akhirnya berada dalam jarak yang cukup dekat.
"Sekarang, Elara!" seru Lysander. Ia tahu bahwa ini adalah kesempatan mereka.
Elara melepaskan anak panahnya, yang diarahkan tepat ke arah topeng penjaga artefak. Penjaga artefak itu terkejut dan berusaha menghindar, namun terlambat. Anak panah itu mengenai topengnya, membuatnya pecah berkeping-keping.
Topeng itu hancur, dan wajah penjaga artefak itu terungkap. Lysander dan Elara terkejut melihat siapa yang ada di balik topeng itu.
"Ayah?" kata Lysander, suaranya bergetar. Ia tidak percaya bahwa orang yang selama ini ia hormati dan cintai adalah musuh mereka.
Di balik topeng itu, berdiri Raja Oberon, ayah Lysander. Namun, ada yang berbeda dengan ayahnya. Matanya merah menyala, dan wajahnya menunjukkan ekspresi yang kejam.
"Ayah... apa yang terjadi padamu?" tanya Lysander, air mata mulai membasahi pipinya. Ia tidak ingin percaya bahwa ayahnya telah berubah menjadi seperti ini.
Raja Oberon tertawa, suaranya mengerikan. "Aku telah dikuasai oleh kekuatan gelap. Aku akan menggunakan Artefak Cahaya untuk menghancurkan kerajaan ini."
Lysander tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Ayahnya, yang selama ini ia kagumi dan cintai, kini telah berubah menjadi monster.
"Aku tidak akan membiarkanmu, Ayah," kata Lysander, air matanya mengering. "Aku akan menghentikanmu."
Lysander mengangkat pedangnya, bersiap untuk menghadapi ayahnya sendiri. Pertarungan antara ayah dan anak pun tak terhindarkan.
Pertarungan antara Lysander dan Raja Oberon berlangsung dengan sangat emosional. Lysander tidak ingin menyakiti ayahnya, namun ia tahu bahwa ia harus menghentikannya. Raja Oberon, yang dikuasai oleh kekuatan gelap, tidak menunjukkan belas kasihan. Ia menyerang Lysander dengan sihirnya, berusaha membunuhnya.
Elara berusaha membantu Lysander, namun ia tidak mampu mengimbangi kekuatan Raja Oberon. Ia hanya bisa menyaksikan dengan ngeri saat Lysander bertarung melawan ayahnya sendiri.
"Lysander, jangan ragu!" teriak Elara, berusaha menyemangati pangeran. Ia tahu bahwa Lysander harus kuat untuk mengalahkan ayahnya.
Lysander mendengar teriakan Elara, dan ia menguatkan hatinya. Ia tahu bahwa ia tidak bisa terus-menerus ragu. Ia harus mengalahkan ayahnya, demi menyelamatkan kerajaan.
Lysander menyerang Raja Oberon dengan seluruh kekuatannya. Pedangnya beradu dengan tongkat sihir Raja Oberon, menciptakan percikan api. Pertarungan berlangsung sengit, hingga akhirnya Lysander berhasil menemukan celah. Ia menusukkan pedangnya tepat ke jantung Raja Oberon.
Raja Oberon terhuyung ke belakang, matanya membelalak. Ia menatap Lysander dengan tatapan sedih, lalu ambruk ke tanah.
"Lysander..." bisik Raja Oberon, suaranya lemah. "Maafkan aku..."
Raja Oberon menghembuskan napas terakhirnya. Lysander berlutut di samping ayahnya, air matanya mengalir deras. Ia telah membunuh ayahnya sendiri.
Tiba-tiba, Artefak Cahaya yang berada di altar mulai bersinar semakin terang. Cahaya itu menyelimuti tubuh Lysander, memberikan kekuatan baru padanya. Lysander merasakan energi yang luar biasa mengalir dalam dirinya.
Ia tahu, ia telah mendapatkan kekuatan untuk menyelamatkan kerajaannya.
(Cliffhanger)
Namun, saat Lysander hendak keluar dari gua, tiba-tiba muncul sesosok makhluk yang lebih mengerikan dari Raja Oberon. Makhluk itu adalah penguasa kekuatan gelap yang telah menguasai Raja Oberon. Ia menatap Lysander dengan tatapan penuh kebencian.
"Kau telah menghancurkan rencanaku," kata makhluk itu, suaranya menggelegar. "Sekarang, kau akan merasakan kemarahanku!"
Makhluk itu menyerang Lysander dengan kekuatan gelapnya. Lysander berusaha menghindar, namun ia tidak mampu mengimbangi kekuatan makhluk itu. Ia terlempar ke belakang, menabrak dinding gua.
"Lysander!" teriak Elara, berusaha membantu pangeran. Ia tahu bahwa Lysander dalam bahaya besar.
Namun, makhluk itu terlalu kuat. Ia mengangkat tangannya, dan Elara terangkat ke udara. Makhluk itu mencekik Elara dengan kekuatan gelapnya, membuatnya kesulitan bernapas.
Lysander berusaha bangkit, namun tubuhnya terasa sangat lemah. Ia tidak tahu apakah ia mampu melawan makhluk itu.
"Aku akan membunuh kalian berdua," kata makhluk itu, suaranya penuh dengan kebencian. "Dan kemudian, aku akan menghancurkan kerajaan ini."
Lysander menatap makhluk itu dengan tatapan penuh tekad. Ia tidak akan menyerah. Ia akan melawan makhluk itu, meskipun ia harus mengorbankan nyawanya sendiri.
"Aku tidak akan membiarkanmu," kata Lysander, suaranya bergetar. "Aku akan menghentikanmu."
Lysander mengangkat pedangnya, bersiap untuk menghadapi pertarungan terakhirnya. Akankah Lysander berhasil mengalahkan penguasa kekuatan gelap dan menyelamatkan kerajaannya? Atau akankah ia gugur dalam pertarungan ini? Dan apa yang akan terjadi pada Elara?