NovelToon NovelToon
Gadis Magang Milik Presdir

Gadis Magang Milik Presdir

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: Black moonlight

Demi melanjutkan pendidikannya, Anna memilih menjadi magang di sebuah perusahaan besar yang akhirnya mempertemukannya dengan Liam, Presiden Direktur perusahaan tempatnya magang. Tak ada cinta, bahkan Liam tidak tertarik dengan gadis biasa ini. Namun, suatu kejadian membuat jalan takdir mereka saling terikat. Apakah yang terjadi ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black moonlight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kembalinya Anna

Tiga hari setelah pingsan di depan Liam, fisik Anna akhirnya pulih sepenuhnya. Obat sudah habis, rasa pening hilang, dan tubuhnya kembali cukup kuat untuk bekerja. Meski begitu, saat dia berdiri di depan pintu ruang presdir pagi itu, jantungnya tetap saja berdegup kencang. Ada sedikit trauma tersisa—wajar saja—tetapi dia menahannya.

Anna menarik napas panjang, merapikan seragam kantor, mengetuk dua kali pintu kaca buram, lalu masuk.

“Pagi, Pak,” sapanya sambil sedikit menunduk.

Liam, yang sudah duduk di balik meja besar dengan laptop terbuka dan tumpukan dokumen di sisi kanan, hanya mengangguk tipis. “Pagi. Sebutkan jadwal saya.”

Anna membuka tablet yang baru diberikan perusahaan sebagai perlengkapan kerja. “Pukul sembilan Bapak ada rapat board, sepuluh lima belas evaluasi proyek bulanan divisi strategis, pukul dua belas makan siang dengan perwakilan klien dari Taipei, lalu pukul dua empat puluh Bapak dijadwalkan turun ke lantai 35 untuk sesi monitoring dengan bagian kualitas operasional. Pukul empat ada rapat koordinasi antar­divisi untuk finalisasi laporan kuartal.”

Liam menatapnya beberapa detik. “Dan sore?”

“Tidak ada jadwal resmi, Pak. Tapi ada tiga dokumen draft yang harus Bapak review sebelum jam enam sore. Saya sudah tandai prioritasnya.”

“Hm.” Liam menutup laptop. “Oke. Siapkan semua materi board meeting dalam lima menit.”

“Baik, Pak.”

Anna keluar dengan langkah cepat, langsung menuju printer pusat di luar ruang presdir. Beberapa karyawan menatapnya sambil berbisik, bukan karena membicarakan insiden lamanya, tapi karena heran melihat Anna sudah bekerja lagi secepat ini. Ada yang memuji dalam hati, ada pula yang sekadar penasaran.

Begitu file presentasi Liam selesai dicetak, Anna menyusunnya rapi, mengecek ulang halaman per halaman, memastikan tidak ada salah format atau urutan. Ketelitian adalah hal yang paling ia tekankan hari ini; ia tidak ingin melakukan satu pun kesalahan, apalagi setelah insiden sebelumnya.

**

Pada pukul sembilan kurang satu menit, Anna sudah berdiri di pintu ruang rapat lantai 40. Para direktur masuk satu per satu—Direktur Keuangan, Direktur Legal, Direktur Strategi, Kepala Riset, dan beberapa manajer senior lainnya. Mereka, tentu saja, tahu Anna. Bahkan sebagian dari mereka pernah melihat Anna ketika masih di divisi strategis sebelum menjadi sekpri.

“Ini materi untuk rapatnya, Pak,” kata Anna sambil menyerahkan dokumen ke Direktur Strategi.

“Oh, terima kasih. Kamu kembali kerja? Cepat juga pulihnya,” komentar sang direktur.

Anna tersenyum sopan. “Sudah lebih baik, Pak.”

Beberapa manajer lain memperhatikan cara Anna bekerja. Dia tidak hanya membagi dokumen, tetapi juga mengatur posisi duduk, menyesuaikan setting LCD, memastikan pointer berfungsi, hingga menyiapkan air mineral di setiap tempat duduk anggota board. Semua dilakukan dengan tenang, tidak terburu-buru, dan tidak salah langkah.

Ketika Liam masuk tepat pukul sembilan, rapat langsung dimulai tanpa hambatan. Dan dia memperhatikan itu.

**

Rapat berlangsung hampir 70 menit. Begitu selesai, para direktur keluar. Salah satunya—Direktur Legal—menoleh ke Anna.

“Kerjamu rapi sekali. Sudah lama jadi sekpri?”

Anna menggeleng. “Baru beberapa hari, Bu.”

“Serius? Saya kira sudah lama.” Direktur Legal tersenyum kecil. “Pertahankan ya.”

Anna menunduk. “Terima kasih, Bu.”

Liam mendengar percakapan itu saat ia keluar dari ruang rapat. Tidak ada komentar darinya, tetapi pandangannya sempat berhenti pada Anna dua detik lebih lama dari biasanya—bukan pandangan lembut, bukan simpati, hanya evaluasi dingin: “Oke… dia melakukan tugasnya.” Itu saja.

**

Selanjutnya, Anna mengantar Liam ke evaluasi bulanan divisi strategis. Ruang meeting kali ini cukup besar, dihuni belasan manajer dan analis. Jordan, yang kini lebih hati-hati memperlakukan Anna setelah insiden kantor, memberi anggukan ramah.

“Pagi, Ann,” sapanya singkat.

“Pagi, Pak.”

Anna menempatkan laptop Liam, membuka file presentasi, menyalakan mic ruangan, lalu berdiri di sisi pintu sebagai staf support. Ketika salah satu manajer panik karena datanya tidak muncul, Anna langsung masuk, memperbaiki sambungan HDMI, dan dalam waktu sepuluh detik masalah selesai.

“Thanks, Ann,” ujar manajer itu.

“Siap, Pak.”

Beberapa pasang mata bergeser memperhatikan Anna. Tidak hanya karena ia cepat, tetapi karena ia selalu mengantisipasi sebelum diminta. Ketika ada peserta rapat kehilangan copy materi, Anna sudah menyodorkan cadangan. Ketika pointer mic mati, Anna punya baterai pengganti.

Jordan memperhatikan itu semua sambil sesekali tersenyum sendiri. “Anak ini serius,” gumamnya.

Liam, dari ujung meja, tetap tidak banyak bereaksi. Tapi satu hal pasti: perlahan, ia mulai menghapus penilaiannya bahwa Anna “ceroboh”. Hari ini, Anna seperti dua orang berbeda—yang satu menjatuhkan teh panas, yang satu berjalan dengan akurasi seperti jam Swiss.

**

Menjelang makan siang, Liam bersiap bertemu klien Taipei. Anna sudah mengatur seluruh dokumen, menyiapkan terjemahan singkat, memastikan ruangan meeting VIP siap, bahkan memesan teh bunga sesuai preferensi klien.

Saat klien datang, Anna menyambut dengan sopan. “Selamat datang, Pak. Silakan mengikuti saya.”

Perwakilan Taipei memuji keramahannya. Bahkan sebelum rapat dimulai, Anna sudah menangkap perbedaan aksen yang membuat terjemahan bahasa Inggris klien kadang ambigu, dan dia berinisiatif menjelaskan ulang beberapa poin kepada Liam.

“Catat poin itu,” titah Liam.

“Baik, Pak,” jawab Anna sambil menuliskannya cepat di tablet.

Rapatan berlangsung lancar. Liam tidak perlu mengulang instruksi dua kali. Setiap kali dia meminta file tambahan, Anna sudah tahu foldernya. Ketika ia meminta ringkasan data, Anna sudah sediakan dua versi: satu dalam bahasa Inggris formal, satu dalam format bullet untuk briefing cepat.

Para klien tampak puas, bahkan mengucapkan terima kasih khusus sebelum pergi. “Your assistant is very impressive,” ujar salah satu dari mereka.

Anna menunduk sopan. “Thank you, sir.”

Liam tidak memberikan komentar apa pun, tetapi dia mencatat kalimat itu dalam hatinya.

**

Sore harinya, rapat finalisasi laporan kuartal berlangsung. Ini biasanya rapat paling chaos karena semua divisi memperebutkan perhatian presdir. Tapi hari ini berbeda. Anna menata jadwal dengan sempurna, membagi waktu untuk masing-masing divisi, mengatur dokumen sesuai prioritas, dan memberikan Liam catatan kecil untuk setiap poin penting.

Salah satu manajer senior, Pak Herman dari Finance, sempat berujar, “Pak Liam, sekretaris Bapak baru ya?”

“Baru,” jawab Liam datar.

“Wah… kalau begini kami jadi enak, Pak. Materinya lengkap, rapatnya tertata. Jujur saja, jarang ada support secekatan ini.”

Anna merasa wajahnya memerah sedikit, tetapi dia tetap fokus.

Beberapa manajer lain mengangguk. Mereka merasakan kerja Anna: cepat, sistematis, tepat, dan tanpa keluhan. Bahkan ketika ruangan terlalu panas karena AC mati, Anna sudah menelepon teknisi tanpa diminta.

Seluruh manajer semakin kagum.

Dan Liam?

Untuk pertama kalinya sejak Anna bekerja kembali, dia tidak punya keluhan apa pun sepanjang rapat.

**

Saat jam menunjukkan hampir pukul lima tiga puluh, Anna mengetuk pintu ruang presdir. “Pak, semua rapat hari ini sudah selesai. Ini summary utama dan daftar tindak lanjutnya.”

Liam menerima tablet itu. Membacanya. Ada ketenangan aneh dalam caranya meninjau.

Anna menunggu sejenak di dekat pintu, tidak ingin pergi sebelum ada kejelasan.

Akhirnya Liam menutup file itu pelan. “Kerja kamu rapi.”

Hanya tiga kata. Bagi Anna, itu lebih dari cukup.

“Terima kasih, Pak.”

“Tetap jaga ritme. Besok ada agenda padat lagi.”

“Baik.”

Anna membungkuk sedikit, lalu keluar.

Begitu pintu menutup, Liam bersandar di kursinya. Ada hal yang ia sadari hari itu—bahwa gadis magang yang ia anggap ceroboh ternyata punya kapasitas yang bahkan beberapa karyawan tetap tidak punya.

Dan meski ia tidak mengatakannya keras-keras…

Ia mulai menghargai kompetensinya.

Diam-diam. Pelan. Namun nyata.

1
Evi Lusiana
liam sm ana yg galau,aku yg baper thor,di tunggu up ny thor🙏
Evi Lusiana
ana gk peka dg perasaan liam
elistya suci
up lagi dong thor🙏🙏🙏
Evi Lusiana
gengsi lo gdein liam
Noer Edha
karya ini membuat kita masuk dalm arus ceritqnya...setiap kalimatx tersusun..dan memuaskan bagi sqya yang membacanya..
Evi Lusiana
sial bner nasib ana thor punya boss ky gk puny hati
Evi Lusiana
dasar boss aneh,msih mencari² titik lemah ny seseorang yg bnr² cerdas
Evi Lusiana
kesempatan datang bwt ana
Drezzlle
udah jatuh tertimpa tangga ya rasanya pasti
Evi Lusiana
betul kt lusi,ceo kok gk profesional
Evi Lusiana
egois gk sih si liam,jd bos besar hrsny profesional kko pun mo memberi hukuman sm ana y gpp tp jgn smp smua org jd mengucilkany krn kmarahan liam sm smuany
Evi Lusiana
bagus critany thor,perusahaan yg tdk hny mnilai fisik lbih k kmampuan calon karyawan ny
Evi Lusiana
percayalah ana tiada perjuangan gg sia2
Evi Lusiana
mewek bacany thor,bayangin hdp merantau sndr menanggung beban sndri
Evi Lusiana
semangat ana kebahagiaan menantimu
Valen Angelina
makanya Liam jgn jahat2 ..nnti jatuh cinta gmn wkwkwkw🤣
Valen Angelina
bagus ceritanya...moga lancar ya 💪💪💪
Valen Angelina
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!