NovelToon NovelToon
My Boss, My Past, My Sin

My Boss, My Past, My Sin

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Kantor / Bad Boy / One Night Stand / CEO / Hamil di luar nikah / Cintapertama
Popularitas:9.5k
Nilai: 5
Nama Author: Yudi Chandra

Tujuh belas tahun lalu, Ethan Royce Adler, ketua geng motor DOMINION, menghabiskan satu malam penuh gairah dengan seorang gadis cantik yang bahkan tak ia ketahui namanya.

Kini, di usia 35 tahun, Ethan adalah CEO AdlerTech Industries—dingin, berkuasa, dan masih terikat pada wajah gadis yang dulu memabukkannya.
Sampai takdir mempertemukannya kembali...

Namun sayang... Wanita itu tak mengingatnya.

Keira Althea.

Cerewet, keras kepala, bar-bar.
Dan tanpa sadar, masih memiliki kekuatan yang sama untuk menghancurkan pertahanan Ethan.

“Jangan goda batas sabarku, Keira. Sekali aku ingin, tak ada yang bisa menyelamatkanmu dariku.”_ Ethan.
“Coba saja, Pak Ethan. Lihat siapa yang terbakar lebih dulu.”_ Keira.

Dua karakter keras kepala.
Satu rahasia yang mengikat masa lalu dan masa kini.
Dan cinta yang terlalu liar untuk jinak—bahkan ol

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudi Chandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

28

Ruang tunggu aula Adlerion Academy terasa lebih dingin dari biasanya. Bukan karena pendingin udara, melainkan karena sosok pria yang duduk di salah satu kursi dengan postur tegap dan aura dominan yang mengisi ruangan — Ethan Royce Adler.

Di hadapannya berdiri seorang siswa laki-laki berusia sekitar tujuh belas tahun dengan wajah gugup, tangan berkeringat, dan kaki yang terus bergoyang pelan.

Ezra Collins.

Matanya tak berani menatap langsung, sementara jemarinya meremas ujung jaket seragam yang belum sempat dilepas.

Keheningan menggantung cukup lama sebelum Ethan akhirnya membuka suara.

Bukan suara keras. Tapi justru itulah yang membuatnya menakutkan.

“Apa desain ini milikmu?”

Ethan mengangkat selembar kertas gambar berukuran A3. Desain sketsa mobil sport futuristik dengan detail yang tak biasa—presisi, visi, dan keberanian dalam setiap garisnya. Itu bukan karya anak sekolah biasa. Itu karya seorang jenius yang tahu persis apa yang ia inginkan dari sebuah mesin.

Ezra menelan ludah.

“B-bukan, Pak…” jawabnya pelan.

Alis Ethan sedikit terangkat. Namun ekspresinya tetap tenang. Bagai singa yang sedang menahan diri untuk tidak menunjukkan taring.

“Bukan?” ulangnya. "Jadi, desain ini milik siapa?"

Jemari Ezra semakin kuat meremas ujung jaket seragamnya. "Sebenarnya desain itu... punya teman saya, Pak."

Ethan menatap kertas desain itu sejenak, kemudian kembali menatap Ezra yang masih menunduk. “Lalu kenapa tertera namamu di sudut bawah kertas ini? Ezra Collins.”

Ezra melirik pojokan kertas sejenak, seolah berharap namanya tiba-tiba menghilang dari sana.

“So-soalnya… kalau saya tulis nama teman saya… orangnya bisa ngamuk, Pak,” jawabnya buru-buru. “Teman saya itu… kalau marah, serem banget.”

Ethan menatapnya datar.

“Saya bertanya sesuatu yang sederhana, Ezra,” ucapnya dingin. “Saya tidak bertanya tentang temperamen temanmu. Saya bertanya… kenapa kamu menuliskan namamu di atas karya yang bukan milikmu.”

Ruangan terasa semakin sunyi. Bahkan detik jam dinding terdengar seperti palu yang memukul kepala Ezra.

“Hehehe…” Ezra menggaruk tengkuknya dengan canggung, senyumnya kering, nyaris putus asa. “Iya, Pak… Saya yang taruh nama saya di sana.”

Jantungnya berdetak semakin cepat, tapi anehnya… ada sedikit ketulusan di wajahnya sekarang. Seperti orang yang akhirnya memutuskan untuk berhenti berbohong, apa pun risikonya.

“Jadi, kamu mencuri desain ini dari temanmu?” tanya Ethan lagi. Kali ini nadanya lebih pelan, tapi justru semakin tajam.

“Iya, Pak.”

Ezra mengangkat wajahnya untuk pertama kali, menatap Ethan langsung meski takut.

“Tapi bukan karena iri atau mau terkenal. Saya cuma… gemes banget sama dia, Pak. Teman saya itu jenius otomotif. Dari kecil udah ngoprek mesin, bongkar pasang tanpa lihat tutorial. Tapi dia nggak pernah mau pamer. Nggak pernah mau ikut lomba. Dia bilang orang-orang nggak peduli sama orang kayak dia.”

Ezra terdiam sesaat, lalu melanjutkan dengan suara lebih pelan,

“Saya cuma pengen dunia tahu kalau dia itu hebat… walaupun lewat nama saya dulu. Kalau nanti menang, rencananya uangnya mau saya kasih semua ke dia… buat renovasi bengkel kecilnya.”

Kalimat itu membuat ruangan kembali senyap.

Ethan menatap kertas desain di tangannya. Lalu menatap Ezra lagi.

“Kamu yakin dia mau menerima uangmu?” tanyanya datar.

Ezra membuka mulut… tapi tidak ada suara keluar. Hanya napas yang tercekat.

Ia tahu jawabannya.

Orang seperti Aiden tidak menerima belas kasihan. Tidak menerima hadiah yang terasa seperti hutang. Tidak menerima apa pun yang membuatnya terlihat lemah.

“Dia…” Ezra menggeleng kecil. “Dia mungkin bakal marah besar, Pak.”

“Saya mengerti,” jawab Ethan singkat.

Lalu ia meletakkan kertas itu di atas meja dengan gerakan lambat namun penuh tekanan.

“Saya sangat benci dibohongi.”

Empat kata itu saja nyaris membuat Ezra lunglai.

Kaki remaja itu gemetar hebat.

“Ma-maaf, Pak… Saya-”

“Panggil dia.”

Ezra membeku. “Pa-panggil siapa, Pak?”

“Temanmu,” jawab Ethan tenang. “Pemilik sebenarnya desain ini.”

Ezra langsung merasa tenggorokannya kering.

“Aiden…” gumamnya tanpa sadar.

Sudut bibir Ethan sedikit mengencang, nyaris seperti senyum tipis yang sangat singkat.

Ya, sebenarnya Ethan tahu bahwa teman yang dimaksud Ezra adalah Aiden, sebab tadi malam Rowan sudah mengirim semua laporan tentang Aiden, termasuk siapa teman dekatnya.

Itulah mengapa saat membaca nama Ezra Collins ia langsung tahu bahwa itu adalah teman Aiden.

Ethan sangat yakin bahwa desain itu adalah milik Aiden. Sebab ia juga sudah menelusuri tentang kehidupan Ezra, bahkan sampai ke karakternya. Dan ia tahu pasti, bahwa Ezra bukanlah seorang pengkhianat.

Sebenarnya, Ethan hanya memanfaatkan Ezra agar ia bisa bertemu dengan Aiden.

“Bawa Aiden ke hadapan saya, sekarang.”

Ezra menggeleng cepat. “Dia nggak mau, Pak. Demi apa pun, Aiden nggak bakal mau datang ke sini. Dia benci tempat seperti ini. Dia benci orang—”

Ethan bangkit dari duduknya, membuat Ezra spontan mundur setapak.

Tubuh pria itu menjulang di depannya bagai bayangan gelap yang sulit untuk dilawan.

“Kalau kamu tidak bisa membuat temanmu datang ke sini,” ucap Ethan dengan nada sangat rendah, berbahaya namun tetap terkontrol, “kamu harus siap menerima konsekuensi dari kebohonganmu, Ezra.”

Ia mencondongkan tubuh sedikit.

“Dan percayalah… saya tidak suka bermain-main dengan orang yang menyia-nyiakan kesempatan besar.”

Ezra menatap Ethan dengan ketakutan murni. Bukan hanya takut… tapi juga sadar bahwa pria di depannya benar-benar memiliki kuasa untuk mewujudkan setiap kata yang diucapkan.

“S-sebaiknya saya mencobanya sekarang, Pak…” ujarnya lirih.

“Bagus.”

Ethan kembali duduk. Tenang seperti sebelumnya. Seolah ancaman yang baru saja diucapkan bukan apa-apa.

Ezra berbalik dan berjalan cepat menuju pintu keluar ruang tunggu. Begitu sampai di lorong sepi, ia langsung mengeluarkan ponselnya.

Tangannya masih gemetar saat mengetik.

Bos, tolong angkat… ini penting banget.

Satu dering… dua dering… tiga…

Lalu suara dingin yang sangat dikenalnya terdengar di ujung sana.

“Apa?”

Ezra menghela napas lega—dan juga takut secara bersamaan.

“Bos… ada orang penting yang mau ketemu lo.”

“Nggak tertarik.”

“Bukan orang sembarangan. Ini… jurinya hari ini. Namanya Pak Ethan Royce Adler.”

Di seberang sana… sunyi.

Hanya suara napas Aiden yang sangat pelan.

“…Ethan?”

“Iya… dan dia tahu soal desain itu. Dia tahu itu punya lo.”

"Desain apa?"

Ezra menelan ludah. "Em... Sebenarnya gue ambil desain lo satu, Bos. Buat diikutin lomba. Rencananya kalau menang uangnya mau gue kasih ke lo buat renovasi bengkel."

"Terus?"

"Ehm... kelihatannya Pak Ethan suka sama desain lo, Bos."

"Terus?"

Ezra berdecak. "Dia tahu desain itu bukan punya gue. Jadi dia marah karena gue bohongin dia."

"Itu urusan lo."

Ezra mengusap wajahnya frustasi. "Please datang, Bos. Lo nggak kasian sama teman lo yang ganteng ini? Kalau lo nggak datang... dia bakal hancurin hidup gue, Bos."

Hening lebih lama kali ini.

Lalu…

“…Gue datang. Kirim lokasi.”

Ezra tertegun.

“Serius?”

“Sepuluh menit.”

Panggilan terputus.

Ezra menatap layar ponselnya sambil menghembuskan napas berat.

“Matilah gue… tapi lega juga.”

Di dalam ruang tunggu, Ethan memandang ke luar jendela besar yang menghadap lapangan sekolah.

Bayangan seorang siswa dihukum pagi hari tadi kembali melintas di benaknya.

Tatapan dingin. Wajah datar. Dan aura yang begitu… familiar.

“Sebentar lagi,” gumamnya pelan, lebih pada dirinya sendiri.

“Sebentar lagi aku akan berdiri tepat di depanmu… Aiden.”

Dan untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, ada sesuatu yang sangat jarang muncul di wajah Ethan Royce Adler.

Senyum kecil penuh makna.

...----------------...

Di kantin AdlerTech Industries, suasana siang itu terasa sedikit lebih santai dari biasanya. Tidak ada berkas menumpuk di tangan Keira, tidak ada suara sepatu haknya yang terburu-buru mengejar waktu, dan yang paling penting: tidak ada Ethan di lantai direksi.

Keira duduk di antara Livia dan Nolan, menikmati nasi ayam geprek yang sudah lama tidak sempat ia makan dengan tenang.

“Ah… akhirnya gue bisa makan tanpa ancaman ‘Keira, ke ruangan saya sekarang’.” ucapnya lega sambil menarik napas panjang.

Livia mencibir. “Jangan seneng dulu. Itu cuma karena si es batu lagi nggak ada di gedung.”

Nolan terkekeh. “Bukan es batu, sayang. Itu mah gunung es yang bisa bikin hati meleleh kalau ngeliat langsung.”

Keira langsung menyedak minumnya.

“Uhuk! UGH—Nolan! Otak lo tuh isinya apa sih?!”

“Isinya visual tentang CEO kita yang hot and dangerous,” jawab Nolan santai sambil mengibaskan sedotan. “Dan tentang lo yang selalu mondar-mandir ke ruangannya.”

“GUE ITU SEKRETARISNYA!” Keira membentak pelan tapi tajam. “Kalau gue nggak mondar-mandir, mau siapa? Satpam? OB?”

Livia menyipitkan mata, tersenyum miring.

“Masalahnya bukan itu, Kei. Masalahnya tuh tiap keluar dari ruangan Pak Ethan, muka lo selalu merah. Kayak habis liat kompor meledak.”

“Itu karena AC-nya kepanasan!” Keira refleks menjawab.

“SATU GEDUNG KEDINGINAN, LO AJA YANG KEPANASAN?” sahut Livia tak mau kalah.

Nolan mencondongkan tubuh ke meja, ekspresinya penuh gosip.

“Keira sayang… jujur aja. Lo sama Pak Ethan itu udah masuk level tatap-tatapan lama di ruang kerja belum?”

“LO GILA YA,” Keira langsung berdiri setengah. “LO PIKIR INI DRAMA KOREA?!”

Beberapa karyawan menoleh. Keira langsung duduk lagi, menutup wajahnya dengan tangan.

“Gue capek sama imajinasi kalian berdua.”

Livia tertawa. “Gue serius. Cowok kayak Pak Ethan Royce Adler itu dingin, tapi kalau dia mulai ngeliatin satu orang doang… fix. Ita-ita… tertarik.”

“Dia nggak tertarik sama siapa-siapa!” bantah Keira cepat. Terlalu cepat, sampai Nolan memicingkan mata curiga.

“Oh… reaksi defensif. Ini tanda-tanda bahaya, Liv.”

“Stop, sudah, cukup!” Keira menunjuk mereka satu per satu. “Gue diatur sama dia karena itu kerjaan, bukan karena cinta, bukan karena genit, bukan karena…”

Kalimatnya terdiam setengah jalan.

Tanpa sadar, bayangan lain menyelinap ke kepalanya.

Aiden.

Wajah dingin itu. Tatapan tajam yang mengingatkannya pada seseorang yang sudah 17 tahun coba ia kubur dalam hidupnya.

Dan… mata kelabu yang nyaris identik.

Keira menatap makanan di depannya, tapi tiba-tiba kehilangan selera.

“Kei?” Livia mendekatkan wajahnya. “Lo beneran nggak apa-apa?”

Keira tersenyum, senyum yang dipaksakan, yang hanya dimengerti oleh orang-orang yang paling mengenalnya.

“Apa sih. Gue cuma mikirin tugas Aiden yang belum gue tanda tanganin. Anak itu bikin kertas berantakan di mana-mana.”

Nolan menghela napas dramatis. “Anak jenius, ibu cantik, CEO dingin yang posesif… hidup lo cocok jadi novel.”

“Kalau jadi novel, kalian berdua mati di chapter satu,” jawab Keira otomatis—bar-bar, seperti biasa.

Mereka tertawa.

Namun tak ada yang tahu, di balik canda dan suaranya yang ketus, ada ketakutan yang pelan-pelan tumbuh seperti bayangan di belakangnya.

Rasa takut yang selalu berhasil ia tekan selama bertahun-tahun.

Rasa takut yang hanya bergema di dalam hatinya.

‘Kalau Ethan tahu kebenarannya… dia tidak akan diam saja…

dan kalau itu terjadi… akankah dia masih membiarkan Aiden tetap bersamaku?’

Keira mengepalkan jari di atas meja.

Di luar sana, Ethan Adler mungkin hanya seorang CEO dingin bagi banyak orang.

Namun bagi Keira…

Dia adalah masa lalu yang berbahaya.

Dan Aiden… adalah rahasia yang terlalu besar untuk terbongkar.

...****************...

1
Nur Halida
dan itu juga salah ethan kenapa gak nyari keira dari awal ..
Yudi Chandra: yup...betul....🤭🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Nur Halida
semangat up thor... ceritanya keren .. aku suka banget😍
Yudi Chandra: huhuhu....makaciiiiiih🙏🙏🙏😘😘😘
total 1 replies
Bu Dewi
seru kak,,, 😍😍😍
Yudi Chandra: huhuhu....makaciiiiiih🙏🙏🙏😍😍😍
jangan lupa kasih bintang ya...biar makin semangat up nya🤭🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Nur Halida
tapi kenapa dulu ethan gak nyari keira juga setelah kejadian itu ?untuk memastikan kalo keira hamil apa enggak ? kenpa dulu ethan juga menghilang?
Yudi Chandra: Hihihihi....belum aku jelasin part itu ya... lupa... makasi uda ngingetin....🙏🙏🙏🤭🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Bu Dewi
lanjut kak
Yudi Chandra: siiipppp👍👍👍👍😍😍
total 1 replies
Pa Muhsid
sama sama terluka tapi ditutupi oleh sifat yang satu dingin dan yang satunya barbar
up nya kurang kk
Yudi Chandra: sabar yaa sayaaang🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Nur Halida
ku suka gayamu ethan...
Yudi Chandra: ku suka gayamu Nur Halida🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Pa Muhsid
duhh Ethan serem serem sweet
3 S😍
Yudi Chandra: heleh, heleh... apa pula itu🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
Rohana Omar
lanjut
Yudi Chandra: siiiippp👍👍👍👍
total 1 replies
Nur Halida
untung ezra ngaku kalo bukan desain dia sendiri..
Yudi Chandra: kalo nggak ngaku bakal aku coret dia dari KK🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Nur Halida
kenapa ezra make nama dia sendiri ?aku kira bakal pake nama aiden??apa ezra akan ngaku kalo itu desain aiden?atau .... hmmmm ...penasara thor...🤔
Yudi Chandra: aku juga penasaran nih.🤭🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Nur Halida
cerita yg menurutku amazing...
Yudi Chandra: huhuhu...makaciiiiiih....🙏🙏🙏😍😍😍😍😍😍😍😍
love you sekebonnnn😘😘😘😘
total 1 replies
Nur Halida
semngat up nya kakak...
Yudi Chandra: oke. 👍 makaciiiiiih 🙏
jangan lupa kasih bintang ya, biar makin semangat upnya🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Rohana Omar
ada bab lg thorr utk ari ni
Yudi Chandra: ada donk. ditunggu ya.
kasih bintang doooonkkk....biar makin semangat nih nulisnya😁😁😁😅😅😅
total 1 replies
Bu Dewi
lnjut kk
Yudi Chandra: oke👍👍👍
total 1 replies
Nur Halida
amazing thor.. 😍
Yudi Chandra: huhuhu....makaciiiiiih🙏🙏🙏😍😍😍
total 1 replies
Pa Muhsid
membaca karyamu tor seperti karya yang udah level diamond
tutur bahasanya rapi halus tegas jarang tipo atau mungkin belum ada
semangat tor 💪💪💪
Yudi Chandra: huhuhu....makasi atas pujiannya.🙏🙏🙏😍😍😍
semoga selalu suka sama ceritanya.
kalo ada kritik dan saran bilang aja ya. biar cerita ini semakin berkembang dam banyak yang baca🤭🤭🤭🤭
salam kenal sebelumnya....
total 1 replies
Bu Dewi
seruu, lanjut kak
Jemiiima__: Halo sahabat pembaca ✨
‎Aku baru merilis cerita terbaru berjudul BUKAN BERONDONG BIASA
‎Semua ini tentang Lucyana yang pernah disakiti, dihancurkan, dan ditinggalkan.
‎Tapi muncul seseorang dengan segala spontanitas dan ketulusannya.
‎Apakah Lucy berani jatuh cinta lagi? Kali ini pada seorang Sadewa yang jauh lebih muda darinya.
‎Mampir, ya… siapa tahu kamu ikut jatuh hati pada perjalanan mereka.
‎Dukung dengan like ❤️ & komentar 🤗, karena setiap dukunganmu berarti sekali buatku. Terimakasih💕
total 2 replies
Rohana Omar
1 bab lg la thorr
Yudi Chandra: besok yaaaa🤭🤭🤭🤭🤭🙏🙏🙏🙏
total 1 replies
Rohana Omar
buat la 2 bab 1 ari thorr
Yudi Chandra: hihihi🤭🤭🤭🤭 iya. diusahain💪💪💪
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!