Asmara Gadis Mafia × Ketua OSIS

Selama di dalam mobil, suasana hening. Tidak ada percakapan, membuat hawa di mobil itu terasa kian dingin. Camilla tetap fokus pada jalan yang cukup ramai itu, ia sedang menyetir. Sementara Justin yang duduk di sebelahnya terus menatap Camilla dengan tatapan heran.

"Kenapa topengnya masih dipakai?" Tanya Justin sambil mengernyitkan dahinya. Camilla tetap teguh pada pendiriannya, ia hanya diam saja. Justin mengamati Camilla dari atas sampai bawah.

Mata ketua OSIS itu dibuat membulat saat baru menyadari kalau gadis di sampingnya memakai seragam sekolah yang sama dengannya. Karena sedari tadi Justin tidak terlalu memperhatikan pakaian gadis itu.

"Loh? kita satu sekolahan?" Tanya Justin dengan suara yang semakin melemah, ia mulai lemas sejak awal tadi. Tapi Camilla tetap diam saja, terus fokus menyetir. Tidak sudi ia menoleh ke Justin, biarkan saja Justin bicara seorang diri.

Karena terus-terusan didiamkan, Justin akhirnya memilih tutup mulut saja. Ia menyenderkan kepalanya yang mulai terasa pusing itu. Sambil mengamati jalan dan menahan rasa sakit di badannya yang berkali-kali dikasari tadi.

***

Sampai di Dharma Hospital.

Camilla menghentikan mobilnya tepat di pintu rumah sakit. Seorang laki-laki yang sebaya dengan Camilla menghampiri mobil leader Black Devil itu.

Laki-laki itu mengetuk kaca mobil Camilla, membuat Camilla dan Justin menoleh ke arahnya. Setelah mengetahui siapa yang mengetuk, Camilla langsung menurunkan kaca mobilnya.

"Udah gue urus yang di gang itu." Kata laki-laki yang tak lain adalah Welly. Camilla tidak menjawabnya, ia hanya mengangguk. Lalu Camilla mengisyaratkan Welly supaya langsung membawa Justin ke dalam rumah sakit.

Welly yang dari awal memakai masker dan topi hitam supaya tidak dikenal orang segera membantu Justin turun dari mobil dan hendak masuk ke dalam rumah sakit. Sebelum itu, Justin menoleh ke belakang, ingin mengucapkan terimakasih yang sangat banyak. Tapi sayangnya Camilla sudah duluan melajukan mobilnya.

"Lo kenal cewek tadi?" Tanya Justin pada Welly setelah cukup lama diobati oleh dokter.

Welly mengangguk, "Ya jelas kenal lah, siapa yang nggak kenal sama dia coba'?" Tapi ia tidak ingin memberitahu identitas Camilla sesuai perintah Queen-nya itu.

"Siapa dia? Gue pengen ngucapin terimakasih. Kalau lo kenal, tolong panggilin dia ke sini dong."

***

"Kemana aja lo?" Tanya Arlan yang baru saja mabar PUBG bersama Alan. Camilla yang mendengarnya pun hanya berdecak kesal lalu duduk di atas sofa dekat Alan. Camilla meletakkan kepalanya di atas paha Alan, membuat laki-laki itu mengernyitkan dahinya.

"Kenapa sih lo? Kayak habis putus cinta aja!" Kata Alan sambil mencoba memindahkan kepala Camilla dari pahanya dengan tangan. Namun segera ditepis oleh Camilla yang sudah nyaman itu.

"Geli woy!" Dengan kasar, Camilla langsung menghempaskan tubuh Alan dan berlari ke kamarnya.

"Kenapa sih adek lo?" Tanya Arlan sambil mengernyitkan dahinya, heran dengan sikap Camilla yang tiba-tiba berubah.

"Adek lo aja deh, Bang."

"Kita kembar, pinter!" Arlan menjitak kepala Alan, membuat kembarannya itu mengaduh. Karena Arlan tidak suka jika kembarannya memanggilnya dengan sebutan 'Bang' ataupun 'Kak'.

Sementara di dalam kamar, Camilla langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil memandangi stiker bintang-bintang glow in the dark di langit kamarnya.

"Ya lord, kenapa jadi mikirin si pengecut!" Camilla mengacak-acak rambutnya sambil mengerang frustrasi. Dengan malas, Camilla melangkahkan kakinya ke kamar mandi. Ia berendam sambil sesekali memijat pelipisnya.

Setelah berganti baju tidur, Camilla segera merebahkan tubuhnya lagi. Berulangkali ia mengganti posisi tidur ternyaman, tapi matanya tetap tidak mau diajak kompromi.

"Si-alan! Kenapa gue nggak bisa tidur?!" Camilla kembali mengubah posisi tidurnya, membelakangi seseorang yang ternyata dari tadi memperhatikannya tanpa Camilla sadari.

"Kenapa manggil-manggil gue?" Tanya Alan. Camilla langsung membalikkan badannya.

"Lo ngapain di sini, Kak?" Tanya Camilla lalu duduk menghadap Alan.

"Huftt. Dicariin Mama, lo kan belum makan!" Kata Alan sambil duduk di tepi kasur. "Lo kenapa sih? Ada masalah? Beda banget rasanya."

"Gue baru inget kalau ternyata gue punya utang." Kata Camilla dengan ekspresi lesu penuh kebohongan.

"Hah!!! Terserah lo dah! Sana tidur nggak usah bangun!" Alan langsung meninggalkan Camilla dari kamar. Camilla hanya menatapnya dengan tatapan yang tak terbaca.

Camilla hendak memejamkan matanya, tapi suara notifikasi berkali-kali dari ponselnya membuatnya menoleh ke benda tipis itu. Camilla mengambil ponselnya dan menyalakannya.

Welly Si Asisten Genit

Woy! Ni bocah rewel terus, kesel gue 😑

Dia minta lo dateng ke sini!

Please lahh~

Ini orangtuanya ada di sini ya ampun, malah jadi gue yang kena intograsi 😌

Cammmmm, bonyoknya juga minta lo ke sini!

Lo nggak ke sini gue do'ain dapet restu nikah dari bonyoknya 😤

Camilla hanya membaca dengan ekspresi datar, ia mengabaikannya, tidak membalas pesan dari Welly. Untuk apa Justin dan orangtuanya memintanya ke sana? Yang ada malah Camilla dapat masalah lagi.

Membaca pesan terakhir dari Welly, ekspresi Camilla nampak sangat kesal. "Boro-boro dapat restu nikah. Kenalan aja gue ogah!" Jika Welly ada di dekat Camilla, pasti dia sudah kena amukan gadis itu.

Camilla kembali menaruh ponselnya di atas meja. Baru saja ingin kembali merebahkan diri, lagi-lagi suara notifikasi yang sama mengganggu ketenangannya lagi. Camilla pun mengambil ponselnya, ia hanya melihat pesan Welly dari layar kunci.

Welly Si Asisten Genit

sakitnya, cuma di read...

Gue kutuk lo nikah tu cowok!

WOY!

CUMA DI READ LAGI!!!

KESEL BAT GUE SAMPAI CAPS LOCK GINI

PLEASE LAH

Dengan terpaksa, Camilla akhirnya mengetikkan pesan dan dikirimkan pada Welly.

Queen Black Devil

Cerewet! Besok sore gue ke sana dah, bawel! PUAS! 😑

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Jangan lupa LIKE, KOMEN, FAVORIT, VOTE 🤩

---Rara Tania