Cantika yang bekerja sebagai kurir harus menerima pernikahan dengan yoga Pradipta hanya karena ia mengirim barang pesanan ke alamat yang salah .
Apakah pernikahan dadakan Cantika akan bahagia ??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjay22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa lelah yang berujung koflik
Sejak pelatihan “jadi menantu elegan” itu, hari-hari Cantika terasa kayak ikut training center tanpa gaji. Pagi latihan jalan, siang latihan senyum, sore latihan sopan santun meja makan. Kadang Cantika merasa dirinya bukan manusia lagi, tapi robot yang keseringan restart.
Tapi hari ini,
Hari ini lebih gila dari biasanya.
---
Pagi Hari: Hal Sepele yang Jadi Besar
Cantika bangun agak terlambat karena kecapekan. Badannya pegal semua. Begitu keluar kamar, dia langsung melihat ibu mertuanya duduk di meja makan, menatap jam tangan dan menghela napas panjang dramatis.
“Kamu terlambat,” katanya dingin.
Cantika menelan ludah. “Maaf Ma… saya—”
“Pendidikan dasar untuk keluarga Pradipta adalah disiplin. Jika kamu tidak bisa bangun tepat waktu, bagaimana kamu mau menghadiri acara-acara penting keluarga ini?”
Dalam hati Cantika:
Acara penting apa? Sarapan aja belum…
Tapi dia cuma mengangguk. “Iya Ma… maaf.”
Ia duduk dan mencoba mengambil roti panggang di piring. Tapi saking gugupnya, roti itu malah jatuh ke piring dengan suara DUK.
Bu Ratna mengerjap.
“Cantika. Kamu perlu belajar jadi lebih halus. Masa mengambil roti saja seperti lemparan bola voli?”
Cantika memaksakan senyum. “Maaf ma…”
Yoga melihat situasi itu sambil menyibakkan rambutnya, lalu berkata tenang, “Mama, Cantika juga manusia. Bisa capek.”
Kalimat Yoga justru memperburuk keadaan.
Bu Ratna melirik tajam. “Justru karena dia manusia dan kini istri Pradipta, maka dia harus belajar. Jangan dibela terus.”
Cantika langsung gelagapan.
Ia mengangkat tangan. “M-ma… saya bisa sendiri kok, Yoga nggak usah bela-bela saya.”
Tapi ekspresi ibunya yoga tetap keras.
“Baik. Setelah sarapan, kita latihan cara duduk yang benar.”
Cantika megap-megap. “Cara duduk pun dilatih Ma?”
“Jelas.”
Yoga hanya menghela napas dan memandang Cantika seolah berkata: Sabar ya..
Yoga tidak bisa menentang ibunya ,karena apa yang dilakukan ibunya itu juga untuk kebaikan Cantika sendiri ,karena didepannya Cantika akan selalu mendampingi yoga diacara penting dan Cantika akan menjadi sorotan publik ,ia tidak mau nantinya Cantika dianggap remeh ,terutama untuk saingan bisnisnya .
Sedangkan Cantika ,walaupun badan terasa kaku dan lelah ,tapi dia berusaha sebaik mungkin mengikuti arahan yang ibu mertuanya berikan karena dia sadar itu semua demi kebaikannya ,dan Cantika berusaha supaya ia bisa layak menjadi pendamping yoga Pradipta
---
Siang Hari — “Salah Bicara” yang Memancing Badai
Setelah sarapan canggung itu, Cantika duduk dengan posisi paling tegak dalam sejarah hidupnya, belajar cara menempatkan tangan di pangkuan, cara mencondongkan tubuh, dan cara tersenyum ala bangsawan.
Lima belas menit…
Tiga puluh menit…
Satu jam…
Cantika mulai merasa tulang punggungnya minta cerai.
“Ma… kalau saya duduk terus tegak begini, punggung saya ‘minta maaf’ lho,” keluh Cantika pelan.
Bu Ratna berkedip. “Apa maksudnya punggungmu minta maaf?”
“Ya… minta maaf karena saya paksa tegak terus, Ma…”
Bu Ratna menghela napas panjang banget, mungkin lebih panjang dari antrean BBM subsidi.
“Cantika… kamu harus membiasakan diri bicara dengan bahasa yang lebih… formal.”
Cantika yang lelah kehilangan filter.
“Ma… saya bukan laptop. Susah kalo disuruh ganti sistem operasi dalam semalam.”
Yoga yang kebetulan lewat nyaris tersedak tawa.
Bu Ratna langsung menatapnya.
“Yoga. Tidak perlu tertawa. Ini serius.”
Yoga langsung menutup mulutnya
Cantika merasa bersalah, tapi juga merasa… kesal sedikit,tapi Cantika tidak berani melawan ,ia tidak mau ibu mertuanya merasa ilfil padanya ,karena membantah ucapannya .
---
Sore Hari — Percikan Konflik dengan Yoga
Setelah pelatihan selesai, Cantika kembali ke kamar sambil memegangi pinggang. Yoga menyusul beberapa menit kemudian, membawa dua gelas air dingin.
“Kamu minum dulu.”
Yoga duduk di sampingnya.
Cantika meneguk setengah gelas. “Mas Yoga,serius deh, ini berat banget. Aku takut salah gerak dikit langsung dikira barbarnya kebangetan.”
Yoga mengusap punggungnya. “Mama memang keras. Tapi dia ingin yang terbaik.”
Cantika menggigit bibir. “Iya… tapi aku merasa kayak boneka yang harus diatur semua.”
Yoga terdiam sebentar.
“Kamu sebenarnya mau, berhenti latihan nggak?”
“Aku mau,tapi aku takut Mama makin marah ama aku.”
Yoga menghela napas. “Aku akan bicara sama Mama.”
Cantika langsung panik. “Jangan, Mas! Nanti dibilang aku ngadu!”
“Tapi kamu kelelahan.”
“Iya, tapi kalau kamu marah sama Mama gara-gara aku, nanti aku makin salah.”
Yoga berdiri pelan. “Cantika… Kamu istri aku. Tugas aku tuh melindungi kamu. Bahkan dari Mama.”
Nada itu bikin Cantika terdiam. Ada manisnya… tapi juga ada tajamnya.
Cantika menunduk. “Aku nggak mau hubungan kalian rusak gara-gara aku.”
Yoga meraih lengannya. “Aku nggak bisa cuma diam lihat kamu capek kayak gini.”
Suasana agak tegang.
Cantika menatap Yoga.
Yoga menatap balik.
“Mas Yoga…”
“Apa?”
“Kamu nggak boleh marah ke mamamu… karena aku nggak mau jadi penyebab keluarga kalian ribut. Aku udah cukup hidup di rumah penuh konflik di masa lalu. Aku nggak mau ulang lagi.”
Yoga terdiam lama.
Wajahnya lembut, tapi keras.
“Kalau Mama salah, aku akan tetap bicara. Kamu bukan alat dalam keluarga ini.”
Cantika tersentak.
“Nggak bilang kamu alat, Mas , tapi…”
Cantika menatap lantai.
“Aku cuma nggak mau bikin kamu di posisi sulit.”
Yoga mengusap wajahnya kesal. “Kenapa sih kamu selalu mikirin orang lain? Sekali-sekali pikirin diri sendiri.”
Cantika tersinggung.
“Aku mikirin kamu itu bukan salah, Mas.”
“Aku cuma nggak pengen kamu ngerasa harus berubah jadi orang lain!”
“Kamu pikir aku mau? Aku cuma nggak mau Mama makin benci aku!”
Dua-duanya terdiam.
Suasana mendadak dingin.
Yoga akhirnya berbalik.
“Aku… keluar dulu.”
Suaranya pelan tapi berat.
Pintu kamar tertutup.
Cantika duduk terpaku.
Hatnya terasa sesak.
Untuk pertama kalinya sejak mereka menikah, mereka bertengkar ,meski kecil. Tapi dampaknya besar di hati mereka.
---
Malam Hari ,Rasa Bersalah di Dua Arah
Cantika duduk sendirian cukup lama, memegang lutut, menatap lantai.
“Apa aku salah?” bisiknya lirih.
Ia merasa salah karena membiarkan diri ikut pelatihan terus.
Tapi ia juga merasa salah karena membuat Yoga marah.
Air mata keluar sedikit-sedikit.
Di luar kamar, Yoga berdiri menatap pintu yang ia tutup tadi, wajahnya kusut.
Ia menaruh kedua tangannya di pinggang, menghela napas berat.
“Aku yang bodoh…” gumamnya.
“Kenapa ngomongnya begitu ke dia.”
Ia ingin masuk dan minta maaf, tapi khawatir Cantika butuh ruang.
Dua-duanya ingin memperbaiki,
Tapi dua-duanya bingung caranya.
Ini konflik pertama.
Kecil, tapi meninggalkan jejak di hati mereka.
Sementara itu,
Di kamar lain, Bu Ratna mendengar suara-suara tinggi mereka dari jauh. Ia berhenti membaca, menatap tembok.
Dan untuk pertama kalinya
Ia mulai sadar:
Kemungkinannya,Cantika tidak sekuat yang ia kira.tapi ia harus tetap melakukannya karena itu untuk kebaikan Cantika sendiri
Konflik itu belum selesai.
Dan besok—masalah baru akan muncul.
Salut sama bu Ratna...yang sabar dan telaten. ngajari Cantyka...
Semangat Cantyka...nggak butuh waktu lama kamu pasti lulus pelatihan oleh mama mertu 😍😍
Cantyka pasti mudah belajar menjadi pendamping pebisnis.
Dedemit...aku suka caramu memperlakukan Cantyka....semoga langgeng yaaas😍😍