Chen Lin, sang mantan agen rahasia, mendapati dirinya terlempar ke dalam komik kiamat zombie yang ia baca. Sialnya, ia kini adalah karakter umpan meriam yang ditakdirkan mati tragis di tangan Protagonis Wanita asli. Lebih rumit lagi, ia membawa serta adik laki-laki yang baru berusia lima tahun, yang merupakan karakter sampingan dalam komik itu.
Sistem yang seharusnya menjadi panduan malah kabur, hanya mewariskan satu hal: Sebuah Bus Tua . Bus itu ternyata adalah "System's Gift" yang bisa diubah menjadi benteng berjalan dan lahan pertanian sub-dimensi hanya dengan mengumpulkan Inti Kristal dari para zombie.
Untuk menghindari kematiannya yang sudah tertulis dan melindungi adiknya, Chen Lin memutuskan untuk mengubah takdir. Berbekal keterampilan bertahan hidup elit dan Bus System yang terus di-upgrade, ia akan meninggalkan jalur pertempuran dan menjadi pedagang makanan paling aman dan paling dicari di tengah kehancuran akhir zaman!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Si kecil pemimpi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seseorang Mendekati Bus
Chen Wei terdiam. Ia memandang ke arah jendela yang terbuka sedikit, ke langit kelabu yang jauh di luar sana.
Dengan suara kecil yang serak karena menangis, ia berkata,
“Ayah… Ibu… teruslah bahagia ya… Aku akan… merindukan kalian…”
Chen Lin memeluk Chen Wei sekali lagi, lebih erat dari sebelumnya, seolah ingin menyampaikan bahwa meski dunia runtuh, mereka masih memiliki satu sama lain—dan itu sudah cukup baginya.
“Bagaimana?”
Jin Rang memandang Chen Lin dengan ekspresi serius, namun ada sedikit harapan tipis yang bersembunyi di balik tatapannya.
Chen Lin menatap bayi perempuan di pelukan Mei Yiran sejenak sebelum menjawab dengan mantap,
“Tentu saja… kita akan membawanya.”
Mei Yiran menggigit bibir, ragu. “Lalu ibunya… apakah kita akan…”
Kata “membunuh” seolah tersangkut di tenggorokannya.
Ruangan langsung tenggelam dalam keheningan. Tidak ada yang ingin melanjutkan kalimat itu. Tidak ada yang tega.
Setelah beberapa detik yang terasa panjang, Chen Lin menghela napas.
“Tidak… dia tidak menyerang bayinya. Itu sudah cukup bagi kita untuk menghormatinya.”
Mereka semua setuju diam-diam. Akhirnya, Jin Rang dan Wen Tao memindahkan lemari besar di lantai dua untuk menutup pintu kamar—membuat barikade terakhir bagi ibu itu.
Sebagai penghormatan.
Sebagai perpisahan.
Dengan hati sedikit berat, mereka meninggalkan rumah itu dan kembali menuju bus.
Mei Yiran membaringkan bayi itu di atas kasur kecil, lalu membuka ruang statis di bus untuk mencari semua perlengkapan yang ia butuhkan. Tak lama, ia keluar sambil membawa banyak barang di pelukannya—popok, pakaian, tisu basah, bedak bayi, selimut, hingga susu bubuk.
Tanpa berkata apa-apa, ia melempar kaleng susu bubuk ke arah Wen Tao.
“Cepat buatkan susunya.”
“Aku? Aku nggak bisa!” protes Wen Tao langsung.
“Makanya baca petunjuknya.” Mei Yiran memelototinya sambil menunjuk label kaleng. “Jangan bilang kamu nggak bisa baca.”
“Siapa bilang?!” Wen Tao mendengus kesal, tapi tetap membawa kaleng itu ke area dapur sambil merutuk, “Kenapa aku selalu dapat tugas beginian sih…”
Saat itu, Mei Yiran sudah sibuk merawat bayi itu dengan cekatan.
Ia membersihkan tubuh mungil itu dengan tisu basah, mengoleskan lotion bayi yang wangi lembut, memakaikannya popok bersih dan baju baru berwarna pastel yang membuat bayi itu tampak semakin menggemaskan. Gerakannya tenang, hati-hati, dan alami—seperti seseorang yang sudah sering merawat bayi sebelumnya.
Chen Lin memperhatikannya sambil bersandar di kusen pintu kamar.
Ia bersiul pelan. “Kau luar biasa. Serius.”
Mei Yiran terkekeh pelan tanpa menoleh. “Biasa saja.”
“Tetap saja… kalau aku yang disuruh ganti popok, mungkin aku bakal memilih menyewa babysitter saja.” Chen Lin mengangkat tangan, menyerah pada bayangan itu. “Anak kecil nangis saja sudah bikin aku ingin menghancurkan bumi.”
Wen Tao dari dapur langsung berteriak, “Sepupu, itu jahat sekali!”
Chen Lin hanya tertawa sambil menunjuk adiknya. “Kecuali Wei Wei. Dia satu-satunya anak paling baik yang pernah ada. Tidak rewel, tidak nakal… bahkan lebih pintar dari anak-anak lain. Paling patuh pula.”
Chen Wei yang sedang minum air hangat—mengangkat wajah, bingung karena tiba-tiba dipuji begitu tinggi. Namun senyuman kecil muncul di bibirnya, manis dan polos, membuat Chen Lin semakin bangga.
Akhirnya makanan siap. Aroma masakan Jin Rang memenuhi bus, membuat perut mereka keroncongan. Begitu suapan pertama masuk ke mulutnya, Chen Lin langsung berseri-seri.
“Dewa masak! Dewa masak benar-benar tinggal di busku!” katanya sambil memukul bahu Jin Rang.
“Sudah, sudah—jangan dilebih-lebihkan…” Jin Rang mengibas tangan, tapi wajahnya jelas menunjukkan ia sudah muak dipuji terus.
“Tidak! Kamu harus dipuji! Ini enak banget! kamu tidak tahu makanan adalah kebahagiaan ku. Berarti kamu juga adalah sumber kebahagiaan ku!!” Chen Lin terus mengoceh dengan riang.
'uhuk' Jin Rang tersedak, Chen Lin memberikannya air dan berkata "Makanlah dengan pelan, apa yang membuatmu terburu-buru"
Jin Rang....
Kalimat ambigu itu lagi!
Wen Tao di sampingnya mendengus, “Sepupu, diamlah sebentar, biarkan dia makan dengan tenang”
Tapi Chen Lin tetap saja memuji tanpa henti, membuat Jin Rang akhirnya menutup telinganya sambil menunduk rendah.
Dia tidak mau memasak lagi!!!
...----------------...
Di layar navigasi mini yang menempel di dinding bus, Chen Lin melihat ikon supermarket tak jauh dari rute mereka. “Di depan ada supermarket,” katanya sambil menunjuk peta. Jin Rang segera memarkirkan bus tepat di depan gedung besar yang kacanya sudah buram tertutup debu.
Sebelum turun, Chen Lin menoleh pada adiknya.
“Wei Wei, kamu tetap di bus, jaga Ying Ying. Kalau dia nangis, kasih susunya. Ingat, apapun yang terjadi kamu jangan keluar dari bus. Kalau kamu keluar, bus kita bisa dicuri orang.”
Chen Wei mengangguk dengan wajah serius. “Wei Wei ingat! Kakak harus hati-hati.”
Chen Lin mengelus kepalanya sambil tersenyum tipis. “Kalau begitu, jaga rumah kita.”
Mereka semua turun. Beberapa zombie berkeliaran di depan pintu geser supermarket, bergerak terseret-seret. Jin Rang maju pertama, menebas dua di antara mereka dalam sekali gerak. Mei Yiran dan Wen Tao membantu membersihkan sisanya.
Wen Tao mendorong pintu masuk, yang langsung bergemeretak keras. Mereka siap menembak jika ada bahaya. Namun hanya beberapa zombie tersisa di dalam, dan itu pun mudah diatasi. Dari kondisi rak-raknya, supermarket ini belum pernah dijarah siapapun.
“Ambil yang mudah rusak saja,” kata Chen Lin. “Sisanya biar untuk orang lain.”
Ia bukanlah orang yang kejam dan tega mengosongkan seluruh tempat itu. Dunia sudah kacau—tak perlu menambah kekacauan dengan keserakahan.
Chen Lin cepat menuju freezer dan mengambil semua sosis, daging beku, keju, dan makanan olahan lainnya. Untung saja misi tanaman merambat kemarin memberi hadiah cincin penyimpanan 100 meter kubik untuk masing-masing orang. Tidak besar, tapi sangat berguna. Setidaknya mereka tidak harus bolak-balik untuk mengangkut barang.
Seperti biasa, Chen Lin merasa sistem itu seolah tahu apa yang mereka butuhkan bahkan sebelum mereka sadar membutuhkannya.
Ia dan Jin Rang masuk ke gudang bagian belakang, mengambil sebagian makanan kaleng dan air minum. Setelah semuanya beres, mereka kembali berjalan menuju pintu keluar.
Baru beberapa langkah, Chen Lin mendadak berhenti.
Jin Rang mengernyit. “Ada apa?”
Chen Lin menatap lurus ke arah bus. “Seseorang mendekati bus.”
Mei Yiran yang mendengar itu langsung tegang. “Ayo cepat pergi! Wei Wei dan Ying Ying sendirian di dalam bus!”
Namun Chen Lin berkata tenang, hampir datar, “Tidak perlu khawatir. Untuk sekarang… mereka bukan lawan Wei Wei. Lagi pula, tanpa izinku tidak ada yang bisa membuka atau mencuri bus itu.”
...****************...