#Kenakalan Remaja.
Bayu, seorang remaja yang sedang dalam proses pencarian jati diri. Emosinya yang masih labil, membuat ia mudah tersulut emosi dan juga mudah terhasut.
Suatu malam, Bayu pulang dalam keadaan mabuk. Sang ayah yang kecewa dan marah, tanpa sadar memukulinya.
Termakan hasutan tetangga, Bayu tega melaporkan ayahnya dengan tuduhan kekerasan anak. Hubungan ayah dan anak yang sebelumnya sudah goyah, menjadi semakin buruk. Namun, pertemuannya dengan seorang gadis sedikit membuka mata hatinya.
Sebuah rahasia besar terungkap ketika ibunya pulang kembali ke kampung halaman setelah dua tahun menjadi TKW di luar negeri.
Apa rahasia besar itu?
Mampukah rahasia itu menyatukan kembali hubungan ayah dan anak yang terlanjur renggang?
Ikuti kisah selengkapnya dalam 👇👇👇
MAAFKAN AKU, AYAH
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Nasib pak Hasan. #Bayu ujian
.
Di dalam sel, Pak Hasan duduk terkurung wajahnya kurus dan kusam. Sudah dua bulan ia terkurung di sana, dan setiap hari hanya memikirkan bagaimana bisa lolos dari tuduhan yang menimpanya. Ia meminta bantuan polisi untuk menghubungi kakaknya, namun, sampai hari ini orang yang ditunggu tak juga tiba.
Tiba-tiba, suara pintu sel terbuka dan seorang petugas menyuruhnya keluar ke ruang kunjungan.
Di sana, ia melihat sosok yang sangat dikenalnya. Pak Hamid, kakaknya sendiri, ayah dari Rio. Wajah Pak Hamid tampak mengeras karena marah, matanya berkilat merah.
"Kang Hamid!" seru Pak Hasan dengan suara penuh harapan, berusaha menyentuh tangan kakaknya, namun laki-laki itu Mendur dan mengibaskan tangannya.
“Ada apa kau minta polisi untuk memanggilku?" tanya pak Hamid dingin.
"Kang tolonglah, tolong bebaskan aku. Keluarkan aku dari sini! Aku hanya punya kamu, Kang. Dan Kakang juga hanya punya aku, saudara satu-satunya. Aku yakin Kakang tidak mungkin tega membiarkan aku terkurung di sini!" Pak Hasan menatap menghina.
Pak Hamid tidak menjawab langsung. Tangannya terkepal erat, menatap Pak Hasan dengan tatapan yang dingin dan penuh kebencian.
"Membebaskanmu?" tanya Pak Hamid dengan nada serak. "Apa kau tidak salah orang? Kau berani memintaku untuk membebaskanmu, Hasan? Setelah kau merusak hidup anakku yang masih muda?"
Pak Hasan menggeleng-geleng kepala, matanya penuh air mata palsu. "Tidak, Kang. Rio yang salah! Dia yang mau mencoba sendiri, aku hanya menyuruhnya untuk memberikan obat itu pada Bayu. Aku tidak tahu dia akan mencobanya dan kemudian ketagihan.
Tiba-tiba, Pak Hamid berdiri dan menendang meja dengan keras, membuat bunyi berisik. Semua orang di ruang kunjungan menoleh ke arah mereka. "Tidak usah membela diri, Hasan! Kau adalah penyebab semua ini! Jika bukan kamu yang membawa obat itu, anakku tidak akan pernah mengenal barang ha^ram itu!"
Pak Hasan terkejut. Ia tidak menyangka kakaknya yang dulu begitu peduli padanya akan bereaksi sekeras itu. "Kang, tolonglah. Aku adalah saudaramu. Apa kamu tega membiarkan aku terjebak di sini selamanya!"
Pak Hamid menghela napas panjang, matanya terisi air mata tapi tetap tegas. "Itu adalah buah dari bibit yang kau tanam. Nikmati saja! Kau yang menjerumuskan Rio ke dalam lubang hitam. Aku sudah tidak sudi menganggap kamu sebagai saudara lagi. Sekarang Rio dan teman-temannya sedang dalam rehabilitasi, menderita karena kesalahanmu. Mana mungkin aku akan membebaskanmu yang telah merusak masa depan anakku?”
"Kang... tolong..." bisik Pak Hasan dengan suara lemah, akhirnya menangis sesungguhnya.
Pak Hamid tersenyum remeh. "Tidak ada yang bisa menolongmu, Hasan. Kau harus membayar akibat dari apa yang kau lakukan. Aku hanya datang karena ada petugas yang memintaku datang. Tapi, jangan harap aku akan membantu sedikit pun. Aku malah berharap kamu membusuk di sini selamanya!”
Setelah itu, Pak Hamid berbalik dan meninggalkan ruang kunjungan tanpa melihat ke belakang lagi. Pak Hasan terjatuh duduk di lantai, tangannya terkepal menatap kepergian saudara kandungnya.
*
*
*
Suara lonceng sekolah berbunyi, tapi bukan untuk masuk kelas seperti biasa. Hari ini adalah ujian yang dinanti sekaligus ditakuti.
Untuk ujian, sekolah menerapkan sistem pergantian ruang ujian. Tempat duduk siswa diacak agar tidak ada kecurangan atau saling mencontek.
Bayu dan separuh siswa kelas 11 B, mendapatkan tempat duduk di ruang kelas 11 A. Di depan pintu kelas, guru pengawas sudah menunggu.
"Sekarang ujian Matematika. Setiap orang hanya boleh bawa pensil, penghapus, dan penggaris. Tidak ada buku, hp, atau catatan apapun," peringatan guru pengawas yang berdiri di depan kelas,
“Masuk dan duduk di bangku yang sesuai dengan nomor peserta ujian!" ucap guru pengawas.
Bayu menunjukkan nomor bangku nya, nomor 7.
Guru melihat nomor yang ditunjukkan lalu memerintahkan Bayu untuk merentangkan tangan. Saku dan sepatu diperiksa. “Oke. Nomor 7, duduk dengan Lina dari kelas 10 C," ucap guru setelah memastikan Bayu tidak membawa contekan. Ia mengarahkan telunjuknya ke salah satu bangku.
Bayu masuk ke kelas, mencari bangku nomor 7. Di sana sudah duduk seorang gadis kecil dengan rambut keriting, itu pasti Lina, adik kelasnya. Dia menyapa dengan senyum ramah.
Setelah semua siswa masuk dan duduk di tempat masing-masing, guru pun masuk dan berkeliling untuk membagikan lembar soal.
Bayu membuka lembar soal yangbia terima. Matanya melirik setiap nomor, tangan sedikit gemetar. Sejak minggu terakhir, dia benar-benar rajin belajar – pagi sebelum sekolah, sore setelah pulang, bahkan kadang malam sampai larut. Riana juga sering mengajari dia mengerjakan soal yang sulit, sehingga dia merasa sudah memahami materi. Tapi ketika melihat soal nomor 5 tentang aljabar, dia tiba-tiba merasa bingung.
"Ah, ini gimana ya ini? Kayaknya Riana pernah ngajarin, tapi kok lupa lagi?" bisik Bayu dalam hati, menggaruk kepala. Keringat mulai membasahi dahinya. Lina yang duduk di sebelahnya melihatnya, lalu memberinya tisu dengan senyum kecil. Bayu menerima dengan terima kasih, dan sedikit lega.
Dia mencoba menulis ulang rumus yang dia ingat, dan perlahan-lahan pencerahan muncul – dia akhirnya bisa menjawab soal itu. Setelah selesai Matematika,
Sembilan puluh menit kemudian, waktu ujian habis. Semua siswa menyerahkan lembar soal beserta lembar jawaban. Bayu berdiri dan mengeluarkan napas panjang – dia merasa sudah memberikan yang terbaik, tapi ragu-ragu masih ada di hati.
Di luar kelas, dia bertemu Riana yang baru saja keluar dari ruang ujiannya di kelas 12 A. Riana duduk berdampingan dengan kakak kelas dari 10 B.
"Bagaimana, Bay? Kamu bisa semua, kan?" tanya Riana dengan wajah sedikit khawatir.
"Sebagian bisa, sebagian agak bingung," jawab Bayu dengan wajah cemas. "Khawatirnya nilai ku nanti masih ndlosor lagi."
"Semoga tidak. Kamu kan udah belajar. Pasti nilai kamu lebih baik dari sebelumnya!" ucap Riana memberi semangat.
Bayu tersenyum meskipun masih ragu. Dia benar-benar berharap ucapan Riana benar. Setelah semua kesalahan di masa lalu, dia sangat ingin membuktikan bahwa dia bisa berubah menjadi orang yang lebih baik – mulai dari nilai sekolah yang membaik.
Setuju pak Hamid,,jangan bela/ bebaskan pak Hasan...
Ndak tuman....🤭🤭🤭🤭
Semangat ujiannya Yuk,,in syaa Allah,,hasil tdk akan menghianati usaha....💪💪💪💪💪
Dulu pak Achmad di st krn hasutanmu...
Skrg kamu rasakan akibat perbuatanmu sendiri...
Semangat ya Yuk,,jangan lagi kecewakan bpk,,ibu & temanmu...