Mempertahankan kebahagiaan pernikahan nyatanya tidak semudah yang dibayangkan. Terkadang apa yang telah diusahakan tidak dinikmati sepenuhnya.
“Tetaplah bersama denganku, jauh darimu rasanya setiap napas berhenti perlahan. Aku mampu kehilangan segalanya asal bukan kamu, Sonia.”
_Selamanya Kamu Milikku 2_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 : Ajakan Rujuk
"Apa yang kalian lakukan?" tanya Vanno.
"Kami melakukan hal yang sama dengan yang Rani dan Nini lakukan pada Zoya dad. Aku nggak terima kalau Zoya disakitin begitu sama mereka, selama ini kami hanya diam aja dan sabarin Zoya tapi kali ini mereka udah keterlaluan." jawab Zay.
"Emang apa yang kalian lakukan?" tanya Sonia, Sean hanya mendengar saja.
"Sepulang sekolah tadi, kami suruh mereka naik ayunan lalu kami dorong seperti mereka mendorong Zoya hingga jatuh. Lutut dan tangan mereka luka, kami pukul lukanya pake sendok dan rambutnya dijambak sama Hazi," jawab Zain dengan santai.
"Ya ampun nak, kok kalian gitu sih," ujar Sonia tak menyangka.
"Itu baru namanya anak papa, papa bangga sama kalian." Vanno tersenyum dan Sonia hanya menatap suaminya dengan tajam.
"Kok kamu gitu Sean?"
"Iya wajar dong, kan memang si Rani sama Nini yang salah, udah, mending kalian semua mandi dan siap-siap, kita mau ke rumahnya Zeno."
Vanno membawa kedua anaknya pulang dan akan bersiap juga untuk ke rumahnya Kenzo.
...***...
Kenzo menyambut kedatangan Sean dan Vanno serta keluarga kecil mereka. Rumah Angel seketika jadi penuh dan berisik karena suara dari anak-anak itu. Laura menggendong Hana, dia begitu gemas dengan bayi perempuan Angel.
Pelayan di rumah Kenzo menyiapkan minuman untuk mereka, mereka semua berkumpul di ruang tamu sambil berbincang hangat.
"Pas lahiran anak Fian nanti kau nggak akan ke sana ya Sean?" tanya Kenzo.
"Kayaknya enggak Ken, pas Naima lahiran kondisi Sonia juga sedang hamil tua itu, aku takut bawa dia jauh-jauh," jawab Sean.
"Aku juga agak ragu buat pergi ke sana, soalnya Angel baru melahirkan, dan Hana juga masih terlalu kecil untuk dibawa jauh."
"Biar aku sama Laura saja yang akan mewakili kalian semua, sekalian aku bawa anak dan istriku liburan, karena tepat lahiran Naima, anak-anak liburan kan." Mereka semua setuju.
"Papa, nanti kalau aku sudah besar, aku mau nikahin Zoya sama Gaby ya." Semua yang ada di sana terkejut mendengar perkataan dari Zeno.
"Hust kamu ini, masih kecil udah mikirin nikah," tegur Angel pada putranya yang membuat mereka semua tertawa.
"Baru umur segini, kamu udah niat untuk poligami, dasar bocil," sahut Sean.
"Kenapa kamu tiba-tiba bilang mau nikahin mereka?" tanya Kenzo.
"Soalnya aku nggak kuat sama kecantikan Zoya dan Gaby pa." Kenzo menepuk jidatnya sendiri.
"Saya nggak rela jika anak saya harus dipoligami," sahut Vanno yang diiringi tawa oleh yang lain.
"Turunan kamu tuh," tukas Angel sambil menyenggol lengan Kenzo yang membuat Kenzo tersenyum.
***
Syena dan Fian larut dalam pikiran mereka masing-masing, di satu sisi Fian tidak ingin mengkhianati Naima, di sisi lain dia tidak ingin menelantarkan putra dari Syena yang juga putra kandungnya.
"Bagaimana kau menjalani hari berat ini sendiri?" Fian bertanya dengan terus menatap wajah Syena yang saat ini menunduk.
"Tidak ada hari berat untukku Fian, semua bisa aku lalui dengan baik Alhamdulillah."
"Jangan bohong, tidak mungkin kamu akan menjalani semua dengan baik sedangkan keluargamu tidak mengetahui kabar pernikahan kita dan bagaimana kamu menjalani kehamilan seorang diri?" Syena mengangkat pandangannya, dengan mantap dia mengatakan kalau memang tiga tahun dia lalui seorang diri tanpa keluarga dan sosok suami.
"Maafkan aku Syena, harusnya aku tidak meninggalkanmu setelah kita berhubungan, harusnya aku berpikir kalau hubungan kita pasti meninggalkan bekas." Syena menghapus air matanya dengan tissue yang ada di atas meja kerja nya.
"Tak apa, semua resiko untukku, aku yang meminta hak sebagai istri darimu Fian, ini bukan kesalahanmu, sudahlah, lupakan semuanya." Syena tersenyum lembut pada Fian.
"Tidak Syena, aku tidak mungkin untuk melupakannya, aku akan bicarakan hal ini dengan Naima, aku akan jujur padanya." Syena membulatkan matanya.
"Jangan Fian, kau akan menyakiti istrimu, tidakkah kau lihat kalau saat ini dia sedang hamil tua? Kau bisa saja membunuh istrimu dengan pengakuanmu itu, aku tidak ingin kalau kehadiran aku dan Azad menjadi bumerang dalam rumah tanggamu, na'uzubillah." Perkataan tulus dari Syena serta pancaran ketakutan di matanya membuat Fian tak berkutik.
Benar semua yang dikatakan oleh Syena, pengakuan Fian bisa saja membuat Naima terbunuh perlahan, terbunuh hati dan pikirannya.
"Apa yang harus aku lakukan untuk kalian Syena? Aku ingin putraku, Azad, mendapatkan perlakuan yang sama dengan Rayyan."
"Aku tidak akan membatasi pertemuanmu dengan Azad."
"Bagaimana dengan akta kelahiran putra kita Syena?"
Terdiam, Syena tak mampu menjawab pertanyaan dari mantan suaminya itu karena memang Azad belum memiliki akta kelahiran karena Syena tidak memiliki akta nikah bersama Fian.
"Syena." Suara bariton Fian membuyarkan lamunan Syena.
"Belum Fian, Azad belum memiliki akta kelahiran, aku akan segera mengurusnya."
"Bagaimana kamu akan mengurusnya? Sedangkan akta pernikahan kita tidak ada."
"Aku akan mencari suami untuk mendapatkan akta nikah lalu mengurus akta kelahiran Azad." Fian membulatkan bola matanya sambil menatap Syena.
"Gampang sekali kamu bicara begitu." Syena tertawa.
"Aku hanya bercanda Fian, aku akan meminta bantuan pada temanku untuk mengeluarkan akta kelahiran Azad, aku memiliki kenalan di sini." Fian memegang tangan Syena, saat Syena akan menarik tangannya, Fian malah menahan.
"Ayo kita rujuk Syena, menikahlah denganku, aku berjanji akan menjaga kalian berdua, aku tidak akan meninggalkanmu lagi," ajakan Fian membuat Syena terpaku, hatinya sangat ingin kembali rujuk dengan Fian, karena saat ini hanyalah Fian pria yang dia cintai, walaupun pertemuan mereka hanya sesaat, tapi Fian sudah mengambil sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya.
Pikiran Syena menolak hal itu karena dengan pernikahannya bersama Fian nanti akan membuat Naima dan anaknya tersakiti, Syena menarik tangannya dari Fian.
"Aku tidak mau Fian, biarlah seperti ini, untuk urusan data anak kita, aku bisa mengurusnya."
"Kenapa kamu menolakku?"
"Kita tidak bisa bersama, sekarang pergilah Fian, anak dan istrimu pasti sedang menunggu mu." Fian teringat dengan Naima yang saat ini sedang kelaparan karena belum makan, dia bergegas pamit pada Syena dan membelikan makanan untuk Naima.
...***...
Saat memasuki ruangan di mana Rayyan dirawat, Fian melihat Naima sedang melantunkan ayat suci Al-Qur'an di samping Rayyan dengan suara pelan namun terdengar indah.
"Assalamu'alaikum." Fian memasuki ruangan itu lalu mengecup singkat kening sang istri.
"Wa'alaikumsalam, kenapa lama sekali? Aku sangat lapar Fian." Wajah Naima terlihat begitu pucat.
"Maafkan aku Naima, tadi ada kendala makanya aku lama, makanlah." Fian makan bersama dengan Naima, Rayyan masih tertidur, kondisinya sudah jauh membaik.
Fian menatap lekat wajah Naima yang saat ini tengah berjuang di kehamilannya. Tangan Fian terulur menyentuh wajah Naima, mengusap pipi halus istrinya lalu tersenyum.