"Tapi Kek, aku tak mengenalnya. Dan dia pria kota, mana cocok denganku yang hanya seorang gadis desa."
"Kamu hanya belum mengenalnya, dia anak yang baik. Jika Kakek tiada, kamu tak sendiri di dunia ini. Jadi Kakek mohon, kamu harus mau di jodohkan dengannya."
Aruna hanya diam, dia tak bisa membantah permintaan sang Kakek. Sedari kecil dia dirawat oleh Kakek Neneknya, karena orang tuanya mengalami kecelakaan dan tewas ketika dia berusia 5 tahun. Sejak saat itu hidup didesa, dan membantu Kakek Neneknya bertani diladang adalah kehidupan bagi Aruna.
Tapi ksetelah kepergian Nenek satu bulan lalu, jujur membuatnya kesepian walaupun ada Kakek juga asisten rumah tangga yang sedari dulu sudah bekerja di tempat sang Kakek.
Waktu pernikahan tiba, dua orang asing menikah tanpa ada rasanya cinta dihati mereka. Pria itu anehnya juga tak menolak perintah dari Kakeknya, setuju dan menjalani perjodohan yang sangat mendadak.
"Kita sudah menikah, tapi ada batasan antara aku dan kamu. Dan akan aku je
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SecretThv, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hukuman
Pagi-pagi sekali Aruna sampai di apartemen milik Sagara, dia berjalan pelan saat memasuki rumah. Jalan mengendap-endap, agar tak salah menimbulkan suara, juga tak membangunkan penghuni karena ini masih terbilang masih sangat pagi.
"Aku harus cepat masuk ke dalam kamar." Lirihnya, namun matanya sembari mengawasi area sekitar.
Namun ternyata dia tak menyadari ada sesok yang mengetahui dirinya datang, "Ingat pulang." Dengan suara baritonnya.
Langkah Aruna terhenti saat mendengar suara bariton yang membuatnya terkejut, dia kenal dengan suara itu karena tak lain adalah Sagara sang Tuan rumah. Aruna menoleh, dan memasang wajah datarnya.
Sagara yang masih bersandar ke tembok dengan kedua tangannya yang di lipat ke dada menambah kesan tegasnya, ditambah sorotan tajam dan dingin matanya membuat Aruna merasakan aura sisi lain dari pria itu.
"Aku sudah bilang jika aku tak pulang." Dengan nada lirih, namun matanya tetap menatap ke arah Sagara.
"Menginap dimana? Dengan pria mana? Apa dengan Nova?" Berjalan mendekati Aruna perlahan.
Aruna terkejut saat Sagara melontarkan pertanyaan rendahan seperti itu padanya, "Kamu pikir aku wanita seperti itu? Wanita yang menjajakan tubuhnya pada pria dengan mudahnya, jangan asal tuduh!" Jawabnya, namun hati Aruna begitu kesal pada Sagara yang melontarkan pertanyaan tanpa berfikir dulu.
"Benarkah? Bisakah aku cek?"
"Cek? A-apa maksudmu?"
"Ayolah, kamu bukan gadis bodoh bukan? Aku suamimu, bukan pria asing. Jadi aku berhak mengeceknya."
Bibi yang sedari tadi hendak keluar dari sebuah lorong kamarnya tak jadi saat mendengar keduanya sedang debat di pagi buta, ditambah mendengar kalimat yang diucapkan oleh Sagara jika mereka adalah suami istri.
'Mereka suami istri? Bagaimana bisa, aku sungguh tak mengerti.' batin Bibi, namun masih menguping keduanya.
"Kita menikah karena perjodohan dan terpaksa, jika bukan karena Kakek memohon padaku aku juga tak Sudi menikah denganmu. Jadi jaga sikapmu, jangan melanggar batasan yang sudah kita buat!" Aruna mempertegas, agar pria itu tidak macam-macam padanya.
Sagara tertawa, namun tertawa yang mengartikan sikapnya berbeda bukan seperti biasanya. Membuat Aruna semakin merasa ngeri saat didekatnya, Sagara memang tak tidur dikamarnya karena menunggu Aruna kembali. Dia khawatir, karena tak ada kabar dari Nova yang di minta untuk mencarinya.
Sedangkan Aruna mengalihkan semua panggilannya, tentu saja khawatir karena Kakek mereka bisa datang kapanpun.
"Ikut aku!" Menggendong paksa Aruna, dan di bawa menuju kamarnya. Tentu saja Aruna memberontak, tapi dengan pukulan bukan teriakan karena akan menggangu orang-orang.
"Lepaskan bre*****!"
"Jaga lisanmu! Aku akan mengecek."
Pikiran Aruna sudah tau apa yang akan di lakukan oleh Sagara, "Apa kamu gila! Ingat kamu punya kekasih, bukankah kamu ingin menikahinya. Jadi jaga sikapmu, jangan merusak masa depanku!
Sagara hanya menyeringai, dia segera meletakkan Aruna di ranjang king size miliknya. Aruna memegang pakaiannya erat-erat dan menarik selimut tebal yang diatas ranjang milik Sagara, pria itu lalu duduk disisi Aruna dengan santai.
Aruna menjauh dari Sagara untuk menjaga jaraknya, "Menjauh lah." Menunduk tanpa mau menatap pria disisinya.
"Tidurlah." Titahnya.
Mata Aruna membulat menatap pria yang berstatus sebagai suaminya, "Ti-tidur, disini? Tidak, aku akan kembali ke kamarku." Tidak setuju atas perintah Sagara.
Sagara mendekatkan wajahnya pada Aruna yang hampir menempel, "Menurut, atau aku benar-benar melakukannya." Dengan nada datar namun terdengar tegas dan menekan, dia juga mengangkat satu alisnya membuat Aruna takut.
Gadis itu hanya menelan ludahnya, dia tak berani menjawab lagi atau berdebat dengan pria yang berstatus suaminya. Bukan apa, jikapun Sagara melakukan suatu hal padanya itu tak akan berlaku pada hukum. Karena mereka sah sebagai suami istri,
Aruna meletakkan tasnya, dia segera bergeser untuk merebahkan diri sesuai perintah suaminya, dengan menggulung selimut ke tubuhnya agar merasa aman. Sagara menahan tawanya, baru kali ini dia seolah merasa menang membuat gadis kecil itu patuh padanya.
Sagara segera menyusul merebahkan diri di sisi Aruna, jarak mereka terbilang jauh di tambah Aruna menambahkan guling sebagai batasan antara mereka.
"Menurut dan jangan membuat ulah, jika tidak aku akan benar-benar memakan mu!"
"Aku bukan makananmu."
"Tidurlah, aku sangat mengantuk karena menunggumu pulang semalaman. Hari ini aku yang akan mengantarmu ke kampus, bukan Nova." Sembari memejamkan matanya.
"Aku bisa naik taxi atau supir yang mengantar, jangan buat kekasihmu cemburu padaku. Aku tak mau kena batunya, karena ulahmu Kak." Aruna tak mau berurusan dengan Elen, karena sudah terlihat jika Elen bukan wanita baik-baik juga sembarangan.
"Tidak ada penolakan!"
Tak lama terdengar dengkuran dari Sagara, tetapi tangannya memegangi tubuh Aruna yang tergulung selimut. Pria itu tidur dengan menghadap ke sisi Aruna, tentu saja membuat gadis itu tak nyaman. Tapi jika dia bergerak akan menggangu tidur pria itu, Aruna hanya memiliki satu pilihan yaitu bertahan.
'Dia benar-benar menungguku semalaman? Dia terlihat sangat mengantuk, nyenyak sekali tidurnya. Tapi pegangannya sangat erat, bagaimana aku bisa lepas dari cengkraman ini,' batin Aruna, seolah ingin minta tolong dan melepaskan diri tapi pada siapa.
.....****......
Waktu berlalu, Aruna ikut terlelap yang tadinya bersikukuh untuk tidak memejamkan matanya. Tapi ternyata matanya tak kuat menahan kantuk, selimut yang tadinya menggulung dirinya kini sudah bersikap separuh. Sagara yang terbangun lebih dulu, kini tengah menatap gadis yang tengah terlelap di ranjang miliknya.
"Sebenarnya apa yang aku lakukan padanya?" Menatap Aruna.
"Kenapa dia terlihat begitu manis dan anggun saat terlelap, sayangnya dia selalu membuatku kesal dan naik darah." Menghela napas panjangnya.
Sagara sadar ini kali pertamanya membawa wanita naik ke atas ranjangnya, "Sepertinya aku melanggar prinsip ku sendiri, Elen saja tak pernah aku ijinkan naik ke ranjang ku bahkan kamarku. Tapi dia ... Astaga! Sepertinya aku sudah gila."
Dia lalu turun dari ranjangnya, dan menyelimuti tubuh kecil Aruna. Gadis itu masih terlelap, langkah kaki Sagara menuju kamar mandi dia membersihkan diri dan bersiap sebelum gadis itu bangun.
Saat selesai benar saja Aruna masih mengarungi mimpi, hanya gelengan kepala untuk bereaksi melihat Aruna. Sagara menuju ke dapur, dimana Bibi sudah menyiapkan semua makanan untuk sarapan.
"Pagi Bi."
"Pagi Tuan." Sebenarnya Bibi ingin bertanya, agar dia bisa memahami hubungan antara Tuannya dengan Sagara.
Bibi memberanikan diri untuk bertanya, "Tuan, ini jusnya." Memberikan jus kesukaan Sagara.
"Terimakasih Bi."
"Tuan, ada yang ingin Bibi tanyakan. Tapi tolong jangan marah pada Bibi, hanya ingin memastikan saja." Dengan sedikit ragu.
"Tanyakan saja Bi." Menatap ke arah Bibi, karena Sagara sangat menghormati beliau.
Bibi menarik nafas panjangnya mempersiapkan hal terburuk terjadi padanya setelah melontarkan pertanyaan yang di inginkan, "A-apa Nona Aruna istri Tuan Sagara? Maaf, tadi pagi-pagi sekali Bibi hendak ke dapur, tapi tak sengaja mendengar perkataan Tuan. Dan itu membuat Bibi ..."
Sagara tak bisa menyembunyikan lagi dari orang yang tinggal satu rumah dengannya, "Benar Bi, itu kenyataan hubungan kami. Tapi ada hal yang membuat kami tidak bisa hidup seperti sebagai suami istri, Bibi pasti sudah tau alasannya." Menjelaskan namun tak detail, agar Bibi memahami apa yang terjadi dirumah ini.