NovelToon NovelToon
MATA YANG MELIHAT MASA DEPAN

MATA YANG MELIHAT MASA DEPAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sistem / Crazy Rich/Konglomerat / Kultivasi Modern / Ketos / Mengubah Takdir
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: Susilo Ginting

Rendra Adyatama hanya memiliki dua hal: rumah tua yang hampir roboh peninggalan orang tuanya, dan status murid beasiswa di SMA Bhakti Kencana—sekolah elite yang dipenuhi anak pejabat dan konglomerat yang selalu merendahkannya. Dikelilingi kemewahan yang bukan miliknya, Rendra hanya mengandalkan kecerdasan, ketegasan, dan fisik atletisnya untuk bertahan, sambil bekerja sambilan menjaga warnet.
Hingga suatu malam, takdir—atau lebih tepatnya, sebuah Sistem—memberikan kunci untuk mendobrak dinding kemiskinannya. Mata Rendra kini mampu melihat masa depan 24 jam ke depan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susilo Ginting, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26. Darah di Aspal dan Tembok Besi Tak Terlihat

Kematian Pak Salim, tokoh masyarakat penolak reklamasi, dilaporkan media sebagai "kecelakaan tragis akibat rem blong". Namun, di layar monitor beresolusi tinggi di dalam bunker Rendra, fakta yang terpampang jauh lebih mengerikan.

Rendra tidak ada di lokasi kejadian saat itu, tetapi ia bisa menggunakan Visi untuk melihat dampak dari kejadian itu terhadap aset-aset Wirawan. Ia memfokuskan Visi pada sebuah bengkel pengepul besi tua di pinggiran Bekasi tempat yang tercantum dalam W Network sebagai lokasi pembuangan "barang bukti" kendaraan operasional kotor.

Deg!.

Visi itu membawanya ke masa depan, enam jam dari sekarang. Rendra melihat sebuah truk dump berwarna hijau kusam sedang dipotong-potong menggunakan las asetilen. Di bagian bumper depan truk itu, meskipun sudah penyok, masih terlihat bercak merah gelap yang mengering. Darah.

Itu truk yang menabrak Pak Salim. Dan truk itu akan dimusnahkan total besok pagi.

Rendra mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. Wirawan tidak main-main. Dia membersihkan rintangan manusia seolah-olah mereka hanyalah glitch dalam sistem komputer.

"Bagas," panggil Rendra melalui interkom. Pintu baja terbuka. Bagas masuk, membawa aura kesiapan yang tenang.

"Ada pekerjaan, Bos?"

"Pekerjaan kotor," Rendra memutar kursi, menampilkan peta lokasi bengkel besi tua itu di layar besar. "Truk yang membunuh aktivis itu ada di sini. Mereka akan memusnahkannya besok pagi. Aku butuh bukti bahwa truk itu milik jaringan Wirawan sebelum dihancurkan."

Bagas menatap peta itu, lalu mengangguk. "Apa yang harus kuambil? Bumpernya?"

"Terlalu besar. Ambil Tachograph (perekam data perjalanan) atau kartu memori dashcam jika ada. Jika tidak ada, ambil plat nomor sasis yang biasanya tersembunyi di bawah kabin. Dan yang terpenting... ambil sampel cat yang ada bekas darahnya. Masukkan ke plastik bukti."

Rendra menatap mata Bagas. "Ini bukan pencurian data, Bagas. Ini bukti pembunuhan. Risikonya lebih tinggi. Kau siap?"

Bagas tersenyum tipis, senyum yang jarang ia perlihatkan. "Istriku sudah dioperasi kemarin berkat uangmu, Bos. Nyawaku sekarang milik mu bos. Aku akan bawakan bukti itu."

Sementara Bagas bersiap untuk misi malamnya, Rendra memiliki misi siang hari yang tak kalah penting, namun jauh lebih manipulatif secara emosional. Di sekolah, Rendra menemui Clara di taman belakang. Gadis itu terlihat murung, matanya sembab. Berita kematian Pak Salim yang merupakan kenalan ayahnya sangat mengguncangnya.

"Ayah bilang itu kecelakaan," kata Clara pelan, menatap kosong ke arah kolam ikan. "Tapi aku mendengar dia berteriak di telepon semalam. Dia bilang 'Ini gila! Ini pembunuhan!'. Rendra, aku takut."

Rendra duduk di sampingnya. Ia ingin memeluk gadis itu, memberitahunya bahwa dia aman. Tapi janji kosong tidak ada gunanya. Ia butuh jaminan sistematis.

"Clara," Rendra berbicara dengan nada lembut namun serius. "Di situasi seperti ini, informasi adalah perlindungan. Boleh aku pinjam ponselmu sebentar? Aku ingin memasang aplikasi keamanan enkripsi. Ayahmu sedang diserang, dan peretas bisa melacakmu lewat GPS ponsel biasa."

Clara menatapnya bingung. "Kau bisa melakukan itu?"

"Aku belajar banyak hal akhir-akhir ini," jawab Rendra singkat. Tanpa curiga, Clara menyerahkan ponsel iPhone keluaran terbarunya. "Tolong lindungi aku, Rendra."

Kata-kata itu menusuk hati Rendra. Tolong lindungi aku.

Rendra mengeluarkan kabel data pendek dari sakunya, menghubungkan ponsel Clara ke ponsel Android khususnya yang sudah dimodifikasi menjadi terminal peretas portable.

Dalam waktu dua menit, Rendra tidak hanya memasang enkripsi. Ia menanamkan "Ghost Protocol" sebuah backdoor (pintu belakang) yang ia ciptakan sendiri.

Aplikasi ini tidak terlihat di menu. Namun, fungsinya sangat kuat:

-Pelacak Real-time: Rendra bisa melihat lokasi Clara akurat hingga 1 meter, kapan saja.

-Mic Remote: Rendra bisa menyalakan mikrofon ponsel Clara dari jarak jauh untuk mendengar percakapan di sekitarnya jika Clara dalam bahaya.

-Panic Trigger: Jika detak jantung Clara (yang terhubung ke smartwatch-nya) melonjak drastis karena panik, sistem akan otomatis mengirim sinyal bahaya ke bunker Rendra.

"Selesai," kata Rendra, menyerahkan kembali ponsel itu. "Sekarang, lokasi dan percakapanmu dienkripsi. Tidak ada musuh Ayahmu yang bisa melacakmu."

Kecuali aku, tambah Rendra dalam hati.

Ia merasa jijik pada dirinya sendiri. Ia baru saja melanggar privasi orang yang paling ia pedulikan. Tapi ini adalah Project: Iron Wall. Tembok besi tak terlihat yang akan menjaga Clara, suka atau tidak suka.

"Terima kasih, Rendra. Kau selalu ada buatku," Clara tersenyum tipis, sedikit lebih tenang.

Malam harinya, hujan deras mengguyur Bekasi. Cuaca yang sempurna untuk penyusupan. Di layar monitor bunker, Rendra memantau posisi Bagas melalui pelacak GPS taktis. Titik hijau (Bagas) bergerak perlahan memasuki area merah (Bengkel Besi Tua).

"Dua anjing penjaga di sektor utara, Bos. Aku memutar lewat tumpukan ban," suara bisikan Bagas terdengar jernih di earpiece Rendra.

"Hati-hati, Bagas. Visi-ku melihat ada penjaga malam yang tidak tidur. Dia sedang merokok di pos dekat mesin press," peringat Rendra.

Bagas bergerak seperti bayangan. Ia menghindari sorot lampu sorot yang menyapu halaman secara berkala. Rendra di bunker bertindak sebagai "Mata Tuhan", memberitahu kapan harus berhenti dan kapan harus lari, berdasarkan pola pergerakan penjaga yang ia prediksi lewat Visi.

"Aku melihat target. Truk hijau," lapor Bagas.

Bagas mendekati bangkai truk itu. Ia bekerja cepat dengan linggis kecil dan obeng.

"Tidak ada dashcam. Sudah dicabut," desis Bagas kecewa.

"Cari di bawah jok supir. Supir bayaran biasanya menyembunyikan 'jaminan' mereka di sana kalau-kalau mereka dikhianati bosnya," instruksi Rendra, berdasarkan pemahamannya tentang psikologi kriminal.

Hening sejenak. Hanya suara hujan dan napas Bagas.

"Ketemu," suara Bagas terdengar lega. "Sebuah kartu memori SD Card dilakban di bawah rangka jok. Dan aku juga mengambil potongan plat VIN (Nomor Rangka)."

"Bagus. Sekarang keluar. Penjaga akan patroli ke arahmu dalam 30 detik."

Bagas meluncur keluar dari kabin truk, berguling ke balik tumpukan besi tua tepat saat sinar senter penjaga menyapu truk itu.

"Siapa di sana?" teriak penjaga.

"Kucing, mungkin," gumam Bagas, sudah berada di pagar luar.

Misi sukses.

Satu jam kemudian, Bagas kembali ke bunker, basah kuyup namun membawa amplop plastik kecil berisi kartu memori dan potongan logam. Rendra segera memasukkan kartu memori itu ke laptop isolasinya (yang tidak terhubung internet, untuk mencegah virus pelacak).

Isi kartu memori itu mengejutkan. Itu bukan rekaman kecelakaan. Itu adalah rekaman perintah.

Supir truk itu, entah karena paranoid atau cerdas, telah merekam percakapan teleponnya saat menerima perintah eksekusi. Ia menyalakan perekam suara di ponselnya dan menyalinnya ke kartu ini. Suara di rekaman itu terdengar jelas, meskipun ada noise statis.

"Tabrak dia di tikungan Jalan Anggrek. Pastikan terlihat seperti rem blong. Jangan ada saksi. Setelah beres, bawa truk ke Bekasi. Rudi akan mengurus sisanya. Bayaranmu cair setelah truk hancur."

Suara itu. Rendra mengenalnya. Itu bukan suara Wirawan. Itu suara Rudi. Dan di latar belakang suara Rudi, terdengar suara samar lain yang sedang memberikan instruksi. Suara Tuan Wirawan.

Rendra bersandar di kursinya. Ia memegang bukti fisik yang bisa mengirim Rudi ke tiang gantungan dan menyeret Wirawan ke pengadilan seumur hidup. Ini adalah Nuclear Option (Opsi Nuklir).

Jika Rendra merilis ini sekarang, Wirawan akan hancur. Tapi, Wirawan yang terpojok akan membunuh semua orang: Elena, Clara, bahkan Rendra. Wirawan punya koneksi di kepolisian yang bisa menghilangkan bukti ini sebelum sampai ke pengadilan.

Rendra memutuskan untuk tidak menggunakan kartu ini sekarang.

"Simpan ini di brankas paling dalam, Bagas. Ini adalah jaminan hidup kita," perintah Rendra. Ia kini memegang kendali atas hidup dan mati bosnya sendiri.

Namun, Rendra tidak punya waktu untuk merayakan kemenangan intelijen ini. Di layar monitor lain, Ghost Protocol di ponsel Clara memberikan notifikasi merah.

Detak jantung Clara melonjak menjadi 120 bpm.

Lokasi: Rumahnya di Menteng.

Audio (Otomatis Aktif): Terdengar suara teriakan laki-laki dan suara barang pecah. Rendra menyambar headset-nya.

"Kau pikir kau bisa mengancamku dengan data lama, Seno?!" suara laki-laki asing berteriak di rumah Clara. "Proyek ini harus jalan! Atau putrimu yang manis itu akan jadi gantinya!"

Itu bukan suara Wirawan. Itu suara Lawan Politik yang dulu menyerang Rendra. Mereka datang langsung ke rumah Paramita.

Rendra berdiri, matanya menyala. "Bagas. Siapkan mobil. Kita ke Menteng. Sekarang."

Iron Wall baru saja ditembus, dan Rendra tidak akan membiarkan Clara disentuh.

1
Gege
kalimat generate AI nampak sekali thor... yo semangat ..kasih perintah lebih human waktu men generate..
Eva Akmal
seru
Gavinfllno: TERIMAKASIH ATAS DUKUNGAN NYA🙏
total 1 replies
Was pray
mengapa Rendra tidak menggunakan akun anonim untuk trading saham ? jadi tidak mudah dilacak identitasnya ?
Was pray
mengapa renda tidak memberi tingkat keamanan yg super kuat pada akun nya? otak nya belum sampai kah?
BungaSamudra
tulisanmu mengalir kek air. ritmenya pas banget pas dibaca 😍
Fairuz
semangat kak jangan lupa mampir
knovitriana
update
Ken
Tanda bacanya kurang dikit.
Semangat Thor
D. Xebec
lanjut next chapter bang, jadi penasaran gw, btw semangat 👍
D. Xebec
cerita nya menarik, tapi ada beberapa kata yang kurang huruf
D. Xebec
tulisannya masih banyak yang kurang huruf bang, perbaiki lagi, btw cerita nya menarik
Zan Apexion
menarik, Semangat ya👍
Monkey D. Luffy
kurang huruf N nya ini bang🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!