Semua orang melihat Kenji Kazuma sebagai anak lemah dan penakut, tapi apa jadinya jika anak yang selalu dibully itu ternyata pewaris keluarga mafia paling berbahaya di Jepang.
Ketika masa lalu ayahnya muncul kembali lewat seorang siswa bernama Ren Hirano, Kenji terjebak di antara rahasia berdarah, dendam lama, dan perasaan yang tak seharusnya tumbuh.
Bisakah seseorang yang hidup dalam bayangan, benar-benar memilih menjadi manusia biasa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hime_Hikari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 – Pewaris yang Hilang
Ledakan itu masih bergema di telinga Kenji ketika ia terseret keluar dari bangunan tua oleh Kaito. Debu menyesakkan paru-parunya, dan hawa panas dari api di belakang mereka membuat kulitnya perih. Namun Kaito, dengan tubuh yang sedikit lebih besar dan lebih kuat, memaksa Kenji tetap bergerak.
“Jangan berhenti,” kata Kaito tanpa menoleh. “Kalau kau berhenti sekarang, kita mati.”
Kenji terhuyung, bahunya masih nyeri dari luka lama yang belum pulih. “Tunggu Kaito apa yang—”
“Diam dan jalan!” Kaito menarik tangan Kenji keras hingga ia nyaris jatuh.
Hanya beberapa meter dari belakang mereka, bangunan tua itu ambruk, menimbulkan semburan api dan serpihan beton yang beterbangan. Kenji terjerembab ke tanah ketika mereka akhirnya mencapai gudang kosong di sisi lain area pelabuhan. Napasnya terputus-putus. Tenggorokannya terasa terbakar. Dunia di sekitarnya bergoyang.
“Kau bilang kau kakakku,” Kenji berkata di sela-sela napas berat.
“Tetap … siapa yang mengebom tempat itu? Keluarga Takatori?” tanya Kenji.
Kaito menoleh perlahan, mata gelapnya tidak menunjukkan rasa takut sedikitpun. “Bukan. Itu orang yang bekerja untuk Whisperer. Mereka ingin menutup bukti termasuk aku.”
Kenji menelan ludah. “Jadi mereka ingin kau mati?”
“Sudah kuduga sejak lama,” jawab Kaito datar.
“Aku projek gagal untuk mereka. Dan kau yang berhasil.” Kata-kata itu menampar Kenji lebih keras daripada ledakan apa pun.
Kaito berdiri menatapnya dengan sorot mata dingin namun rumit. “Kau tumbuh sebagai pewaris keluarga Kazuma. Di tangan Kazuma sendiri. Sedangkan aku—”
Ia menghela napas pendek, suaranya serak, “aku tumbuh di bawah keluarga Takatori. Sebagai bayangan, alat mereka. Hewan percobaan.”
Kenji merasakan sesuatu menusuk dadanya. “Aku … aku tidak tahu. Mama tidak pernah bilang—”
“Tidak ada yang akan bilang padamu,” potong Kaito.
“Karena seluruh dunia ingin kau tetap buta,” tambah Kaito.
Kenji mengerutkan dahi. “Kenapa? Mengapa aku penting?”
Kaito mendekatinya. “Karena kau bukan hanya pewaris Kazuma. Kau bukan hanya korban perang keluarga.”
Sebelum Kenji sempat bertanya lagi, Kaito menarik sesuatu dari sakunya, sebuah foto lama. Foto yang sama yang ia menunjukkan di dalam bangunan tadi foto dua bayi yang sangat mirip.
“Ini bukti bahwa kau dan aku lahir bersama. Tapi hanya aku yang diambil Takatori.” Kenji menatap foto itu lagi, dan kali ini ia tidak bisa menyangkal. Wajah bayi di foto itu benar-benar mirip dirinya dan juga mirip Kaito.
“Kenji … dengarkan aku baik-baik.” Kaito menatap lurus ke mata Kenji.
“Whisperer membutuhkan dua pewaris untuk membuka perang besar berikutnya. Salah satunya kau,” kata Kaito
Kenji menggigil. “Lalu … kau?”
“Aku pewaris kedua,” kata Kaito pelan.
“Tapi aku melarikan diri dari mereka. Karena aku tahu … aku akan dibunuh begitu perang dimulai.”
Mata Kenji membesar. “Kenapa aku tidak merasa ada kakak? Kenapa aku tidak pernah tahu?”
Kaito menatap kosong ke arah laut gelap. “Karena seluruh hidupmu dirancang seperti itu. Kazuma menyembunyikan kenyataan tentangku. Dan Takatori menutup rapat masa laluku. Mereka ingin dua pewaris bertemu hanya saat perang dimulai.”
Kenji teringat kata-kata Ryuga di atap sekolah. “Setelah kalian bersatu perang sesungguhnya baru bisa dimulai.”
Kenji merasa mual. Dunia di sekelilingnya terasa semakin dingin, ia mulai merasakan kalau dunia disekitarnya mulai berputar, karena ia masih tidak percaya dengan hal-hal yang ia alami saat ini.
“Aku tidak ingin perang,” gumam Kenji.
“Aku juga tidak,” kata Kaito cepat.
“Tapi satu hal yang harus kau pahami, kita tidak punya pilihan. Whisperer sudah memulai permainan ini sejak sebelum kita lahir.”
Kenji menggertakkan giginya. “Whisperer … siapa dia sebenarnya?”
Kaito menatap Kenji lama, sangat lama. Lalu akhirnya ia berkata, “Orang itu—”
Brak! Suara keras dari luar gudang membuat mereka berdua terlonjak. Kaito refleks menarik Kenji ke balik tiang besi besar. Langkah kaki terdengar mendekat, berat namun teratur. Seperti seseorang yang tidak terburu-buru dan tidak takut terlihat.
“Kenji Kazuma,” panggil Kazuma dengan suara berat itu memanggil. “Kaito.”
Kenji menegang. “Suara itu—”
Kaito mengangguk pelan. “Aku juga mengenalnya.”
Langkah kaki itu berhenti tepat di pintu gudang. Ketika cahaya lampu luar menyinari sosoknya, Kenji hampir tidak percaya dengan apa yang ia lihat, Kazuma, papanya sendiri. Dengan mantel panjang hitam, wajah melelahkan, dan tatapan yang tak bisa dibaca.
“Papa?” Kenji hampir berbisik.
Kazuma hanya berdiri diam di ambang pintu, tatapannya bergeser dari Kenji ke Kaito. Mata Kazuma melebar sedikit shock, sedih, marah, semuanya bercampur.
“Kaito.” Kazuma menghembuskan napas pelan.
“Aku kira kau sudah mati,” kata Kazuma.
Kaito mencengkeram lengan Kenji. “Jangan percaya apapun yang dia katakan.”
Kenji menelan ludah. “Apa maksudmu?”
Kazuma melangkah masuk. “Kenji maukah kau ikut Papa pulang?”
“Jangan dengarkan dia,” bisik Kaito. “Dia bagian dari mereka.”
Kazuma berhenti beberapa meter dari mereka. “Aku tidak akan menyakitimu, Kenji.”
Kaito bergerak di depan Kenji, melindunginya. “Terlambat bicara begitu.”
Kazuma menatap Kaito dengan mata berkaca-kaca. “Aku tidak meninggalkanmu. Aku mencarimu bertahun-tahun. Kamu anakku juga.”
Kaito menggetarkan rahangnya. “Kalau begitu kenapa tidak datang ketika Takatori mencuri aku dari Mama?!”
Sunyi, hanya suara ombak dan angin malam yang masuk ke celah gudang. Kazuma hanya bisa terdiam melihat salah satu anaknya yang telah lama ia tidak temui.
Kazuma menunduk tipis, suaranya pecah. “Karena hari itu … aku datang terlambat. Mereka sudah membawamu pergi.”
Kaito memejamkan mata, seperti menahan rasa sakit yang terlalu tua untuk diulang. Kenji menatap keduanya, bingung, dadanya sesak.
“Papa.” Kenji menatap Kazuma. “Apa semua ini benar? Apa aku punya kembar? Apa Papa tahu semuanya sejak dulu?”
Kazuma tidak langsung menjawab. Ia malah memandang mereka berdua, sangat lama. Lalu ia berkata kalimat yang membuat tubuh Kenji membeku.
“Whisperer mengincar kalian berdua. Jika kalian tetap bersama disini kalian akan mati.”
Kaito menggeram. “Kau berbohong.”
Kazuma menggeleng berat. “Tidak. Kenji, ikut Papa. Dan kau, Kaito kalau kau ingin hidup, pergilah.”
Kaito mengangkat dagu dengan penuh tantangan. “Aku tidak akan meninggalkan Kenji.”
Kazuma menatapnya dengan ekspresi remuk. “Kalau begitu kalian berdua akan menjadi pion Whisperer. Dan permainan baru saja dimulai.”
Sebelum Kenji bisa bertanya apapun doom! Atap gudang mendadak ditembus sesuatu. Cahaya merah menyilaukan memenuhi ruangan. Suara dentingan logam berputar di udara. Kenji hanya punya waktu sepersekian detik untuk menyadari apa itu, dan terdengar suara granat suara.
“Kenji! tutup matamu sekarang!” teriak Kazuma.
Terlambat,ledakan putih menyilaukan menghancurkan seluruh pandangan. Kenji merasakan tubuhnya terlempar ke belakang. Telinganya berdengung keras. Dunia menjadi putih lalu hitam. Sebelum kesadarannya hilang, ia mendengar satu suara yang membuat bulu kuduknya berdiri.
Suara seseorang dari speaker kecil di atas gudang. “Akhirnya kedua pewaris itu bertemu.”
“Fase ketiga … dimulai,” kata orang tersebut.
Kenji pingsan setelah granat suara menghancurkan gudang. Whisperer secara langsung turun tangan untuk menyerang, dan status Kazuma & Kaito tidak diketahui saat dunia Kenji menjadi gelap.