NovelToon NovelToon
My Boss, My Past, My Sin

My Boss, My Past, My Sin

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Kantor / Bad Boy / One Night Stand / CEO / Hamil di luar nikah / Cintapertama
Popularitas:9.5k
Nilai: 5
Nama Author: Yudi Chandra

Tujuh belas tahun lalu, Ethan Royce Adler, ketua geng motor DOMINION, menghabiskan satu malam penuh gairah dengan seorang gadis cantik yang bahkan tak ia ketahui namanya.

Kini, di usia 35 tahun, Ethan adalah CEO AdlerTech Industries—dingin, berkuasa, dan masih terikat pada wajah gadis yang dulu memabukkannya.
Sampai takdir mempertemukannya kembali...

Namun sayang... Wanita itu tak mengingatnya.

Keira Althea.

Cerewet, keras kepala, bar-bar.
Dan tanpa sadar, masih memiliki kekuatan yang sama untuk menghancurkan pertahanan Ethan.

“Jangan goda batas sabarku, Keira. Sekali aku ingin, tak ada yang bisa menyelamatkanmu dariku.”_ Ethan.
“Coba saja, Pak Ethan. Lihat siapa yang terbakar lebih dulu.”_ Keira.

Dua karakter keras kepala.
Satu rahasia yang mengikat masa lalu dan masa kini.
Dan cinta yang terlalu liar untuk jinak—bahkan ol

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudi Chandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26

Malam merayap masuk seperti bayangan yang menelan sisa-sisa kebisingan kota. Jalanan mulai sepi, hanya lampu-lampu toko yang berkedip lesu, seperti mata lelah yang enggan terpejam. Mesin motor sport hitam Aiden masih berdengung pelan ketika ia berhenti di depan rumah sederhana yang sudah bertahun-tahun menjadi satu-satunya tempat yang bisa ia sebut “rumah”.

Jam di layar motornya menunjukkan pukul 00.03.

Terlambat.

Ia menarik napas pelan, tidak tampak gelisah, tidak pula cemas. Wajahnya tetap datar seperti biasanya, dingin, nyaris tanpa emosi. Namun di balik sorot matanya yang kelam, ada sesuatu yang tak bisa sepenuhnya ia sembunyikan—semacam kesiapan untuk menghadapi badai.

Rumah itu gelap. Semua lampu tampak mati.

“Aneh…” gumamnya pelan.

Biasanya, meski larut, lampu teras selalu menyala. Ibunya selalu bilang, “Biar kalau kamu pulang, kamu tahu ada orang yang nungguin kamu di dunia ini.”

Kalimat itu terlintas sesaat di kepala Aiden, tapi segera ia tepis. Dengan tangan bersarung, ia memutar kunci pintu, lalu mendorongnya perlahan. Engsel tua itu mengeluarkan suara lirih yang menggema di ruang tamu gelap.

Hening.

Udara di dalam rumah terasa lebih dingin dari luar. Aroma sabun cuci muka dan sedikit wangi martabak yang masih hangat ikut terbawa masuk bersama keberadaan Aiden. Kantong plastik di tangannya berayun pelan.

Ia melangkah satu langkah ke dalam.

Lalu—

KLIK!

Lampu ruang tamu menyala terang.

Di sana berdiri ibunya, Keira.

Berkacak pinggang.

Rambutnya digulung asal.

Wajahnya tertutup masker wajah warna hijau mencolok.

Matanya menyala tajam seperti singa betina yang siap menerkam.

Seketika Aiden berhenti melangkah.

“……”

Sejenak bahkan dia terdiam, bukan karena takut, tapi… terkejut.

“Jangan bilang kamu lupa kalau kamu punya ibu di dunia ini, Aiden,” suara Keira dingin, menusuk udara malam yang sudah beku.

“…”

Aiden hanya menatapnya sebentar, lalu melirik ke arah jam dinding. Masih kosong dari ekspresi bersalah.

Keira mendengus.

“Oh, tentu aja kamu lihat jam. Bagus. Kamu masih bisa baca angka. Sekarang, tolong jelaskan pada wanita berwajah cantik bermasker ini, KAMU DARI MANA JAM SEGITU?”

Nada suaranya naik satu oktaf.

“Main,” jawab Aiden singkat.

“MAIN?” Keira melotot. “Jam dua belas malam, bawa motor, pakai jaket bau bensin, dan kamu bilang kamu MAIN?”

Ia menunjuk jaket Aiden.

“Jangan bohong sama mama. Kamu pikir mama lahir kemarin?”

Aiden mengangkat bahu sedikit. “Malam ini… jalannya sepi.”

“Oh, jadi kamu pikir itu undangan resmi buat balapan liar?” Keira semakin mendekat. Sendalnya berbunyi keras di lantai.

“Aiden, mama kasih kamu hadiah motor baru bukan buat ngebut di jalanan kayak orang kesurupan kecepatan, tapi buat ke sekolah. Ke sekolah! Bukan buat jadi pembalap ilegal yang dicari polisi!”

Ia berhenti tepat di depan anaknya.

“Motor kamu yang lama mogok karena kamu rawat kayak nyawa bekas, bukan karena dia manjain kamu terlalu banyak. Terus sekarang kamu bawa yang baru ke trek maut?”

Suaranya melemah sebentar, tapi matanya masih menyala galak.

“Kamu mau mama kehilangan kamu, hah?”

Detik itu, ekspresi Aiden sedikit berubah. Tidak dramatis, tidak jelas bagi orang lain. Tapi Keira, sebagai ibunya, bisa melihat pergeseran halus itu saja sudah cukup.

Namun Aiden tidak menjawab.

Ia hanya membuka kantong plastik yang sudah agak hangat di tangannya. Perlahan, sangat santai, ia mengeluarkan sebuah kotak martabak manis. Wangi cokelat, keju, dan susu kental manis langsung menyebar di ruangan itu.

Keira terdiam di tempat.

“……”

“……”

Mereka saling menatap.

Galak vs Dingin.

Api vs Es.

Keira melirik kotak itu, lalu berpura-pura kembali galak.

“Kamu pikir martabak bisa nyuap mama? Hah? Kamu kira mama orang yang gampang dibeli pake gula dan keju?”

Dasar… anak ini.

Aiden menggeser sedikit kotak martabak itu ke arah meja.

“Cokelat keju. Pakai susu yang mama suka.”

Keira menelan ludah. Wajahnya masih galak, tapi tekadnya mulai goyah.

“Aiden,” suaranya kini sedikit gemetar, antara marah dan terharu, “kamu ini ngeselin tahu nggak?”

Ia mengambil kotak itu… tapi masih berusaha mempertahankan harga diri.

“Ini… ini bukan berarti mama maafin kamu, ya. Mama masih marah.”

Aiden hanya menatapnya datar. “Tapi dimakan.”

“…Iya.” Keira membuang muka. “Biar nggak mubazir.”

Ia duduk di sofa, membuka sedikit tutup kotak, lalu mengambil tusuk kecilnya. Wajah galaknya berubah pelan jadi ekspresi senang yang berusaha disembunyikan.

“Kamu tahu nggak, tiap kali kamu pulang malam kayak gini, mama rasanya kayak mau pasang GPS di jidat kamu,” gumamnya sambil mengunyah.

Aiden tidak membalas. Ia hanya berdiri diam, mengamati, seperti biasa. Tapi di dalam hatinya, ada sesuatu yang hangat… dan berat.

Perempuan di depannya ini—bar-bar, cerewet, penuh ancaman kosong—adalah satu-satunya alasan kenapa dia masih pulang ke rumah ini setiap malam. Satu-satunya alasan dia masih peduli apakah dia hidup atau mati.

Keira menoleh lagi padanya.

“Lain kali kalau mau nekat, setidaknya kirim pesan kek. Biar mama bisa marah dulu, baru khawatir belakangan.”

Aiden mengangguk kecil.

Keira mendesah. “Sudah, sana mandi. Mama sudah siapin air hangat buat kamu. Abis itu langsung tidur. Besok telat kamu siap-siap mama siram air galon.”

Ia menguap lebar. Masker di wajahnya ikut tertarik.

Aiden melangkah pelan ke arah kamarnya. Di depan pintu, ia berhenti sebentar.

“Ma,” panggilnya pelan.

“Kenapa lagi?” jawab Keira tanpa menoleh.

“…Makasih.”

Keira terdiam beberapa detik. Lalu berkata dengan suara lebih lembut, nyaris tidak terdengar,

“Jangan terima kasih sama mama. Cukup jangan bikin mama harus mengenali jasad kamu suatu hari nanti.”

Aiden tidak menoleh lagi. Tapi sudut bibirnya terangkat tipis. Sangat tipis. Nyaris tidak terlihat. Namun untuk seorang Aiden, itu bukan hal kecil.

Ia masuk ke kamar, menutup pintu, dan membiarkan malam menelan semua suara.

Di ruang tamu, Keira memandangi pintu itu lama sekali.

“Anak keras kepala…” gumamnya, lalu tersenyum kecil.

“…tapi itu anakku.”

Di luar, angin malam berhembus pelan. Kota mulai tertidur, tanpa tahu bahwa malam ini, bukan hanya ban yang terbakar di jalanan—tapi juga banyak rahasia yang perlahan mulai terungkap, dan satu hati seorang ayah yang diam-diam bangga dari kejauhan.

Namun di rumah kecil itu, untuk malam ini, yang ada hanya seorang ibu… dan martabak manis yang dipesan khusus oleh anaknya.

Dan itu sudah lebih dari cukup.

...----------------...

Pagi di Adlerion Academy selalu terlihat seperti lukisan sempurna yang diciptakan untuk menipu dunia. Langit bersih kebiruan membentang tanpa noda, barisan gedung putih menjulang dengan jendela-jendela besar berkilau, dan pepohonan palem di sepanjang jalan masuk berdiri rapi seperti penjaga kehormatan.

Siswa-siswi berseragam lalu-lalang, sebagian tertawa, sebagian mengeluh soal pelajaran, sebagian lagi sibuk memeriksa ponsel mereka dengan wajah setengah hidup setengah mati. Semua terlihat normal. Semua terlihat teratur.

Tak ada yang tahu bahwa di antara ribuan langkah pagi itu, ada satu langkah yang membawa masa lalu dan masa depan dalam waktu yang sama.

Sebuah mobil hitam berkilau memasuki area sekolah dengan kecepatan pelan namun berwibawa. Banyak mata langsung melirik. Beberapa murid berbisik.

“Itu siapa?”

“Orang penting ya?”

“Mobilnya kayak mobil bos besar…”

Mobil itu berhenti tepat di depan lobi utama.

Pintu terbuka.

Dan dari dalam, keluar seorang pria tampan menjulang tinggi, berbahu lebar, berwajah tegas. Jas hitam sempurna membalut tubuh kekarnya, seolah tercipta khusus untuknya. Sorot matanya tajam, dingin, dan seakan membawa beban ribuan rahasia yang tak bisa dipahami orang biasa.

Ethan Royce Adler.

Ia tidak melihat sekeliling. Tidak terkesan. Tidak terintimidasi oleh kemegahan sekolah itu. Baginya, bangunan hanya batu, dan manusia hanya bayangan pilihan mereka sendiri.

“Selamat datang di Adlerion Academy, Pak Ethan.”

Suara kepala sekolah memecah udara pagi. Pria setengah baya itu tersenyum lebar, sedikit grogi, sedikit berlebihan. Tangannya langsung menjulur untuk berjabat tangan.

“Suatu kehormatan bagi saya bisa menyambut kedatangan Anda.”

Ethan menjabat tangannya singkat, formal.

“Kehormatan biasanya harus dibuktikan, bukan diumumkan.” jawabnya tenang.

Kepala sekolah terkekeh canggung. “Ah, ya, tentu. Mohon maaf. Silakan ikut saya ke aula, Pak. Acara pencarian bakat desainer otomotif sudah hampir dimulai. Para siswa tingkat akhir sudah sangat menantikan kehadiran Anda.”

Ethan mengangguk tipis.

Mereka mulai berjalan menyusuri koridor terbuka yang mengarah ke lapangan tengah sebelum tiba di aula utama. Di sisi kanan terbentang lapangan luas. Di sanalah hukuman pagi sedang berlangsung.

Barisan siswa berdiri di bawah matahari yang belum terlalu panas, tapi cukup menyentuh kulit dengan sengitan kecil yang menyebalkan. Beberapa jongkok, beberapa push-up, beberapa berdiri tegak dengan tangan di belakang seperti prajurit yang menunggu eksekusi.

Di antara mereka…

Ada satu sosok yang langsung mencuri perhatian Ethan.

Tinggi. Tegap. Rahang tegas. Tatapan tenang yang tidak meminta ampun pada dunia.

Aiden Rhys.

Jaket seragamnya sedikit terbuka di bagian leher. Seragamnya kusut tipis, rambutnya masih sedikit berantakan seperti baru diterpa angin malam. Namun dari cara berdirinya—bahunya tegak, langkahnya tidak goyah, ekspresinya… sama sekali tidak takut—membuatnya tampak berbeda dari siswa lain yang sedang dihukum.

Ethan melambatkan langkah tanpa sadar.

Ada sensasi aneh yang menyambar dadanya.

Dejavu.

Dulu… bertahun-tahun lalu… di sekolah yang berbeda, di lapangan yang berbeda, di bawah matahari pagi yang sama…

Ia berdiri di posisi itu.

Dihukum karena terlambat. Dihukum karena membangkang. Dihukum karena menolak tunduk pada aturan yang ia anggap bodoh.

Dan tatapannya saat itu… juga setenang, setajam, dan sedingin itu.

“Ck…” Kepala sekolah menggeleng pelan, mengikuti arah pandang Ethan. “Mereka lagi, mereka lagi. Hampir setiap minggu, Pak. Selalu terlambat, selalu buat masalah.”

Ia menunjuk ke arah Aiden tanpa menyebut nama dulu.

“Sayang sekali… padahal anak itu pintar. Sangat pintar, malah. Nilainya selalu tinggi kalau dia mau serius. Tapi dia dan teman-temannya terlalu sering bolos, tawuran, melawan guru. Entah mau jadi apa mereka nanti kalau begini terus.”

Di kejauhan, seorang guru berteriak, “Aiden! Luruskan punggungmu! Ini hukuman, bukan acara santai!”

Aiden tidak membantah. Ia hanya meluruskan punggungnya, tanpa ekspresi kesal, tanpa wajah minta maaf. Dingin. Tenang. Seolah hukuman itu hanya formalitas belaka.

Seolah dunia boleh mengatur tubuhnya, tapi tidak pernah bisa menjamah pikirannya.

Hati Ethan bergetar tipis.

Tatapan mereka bertemu.

Untuk sepersekian detik saja… dunia seakan berhenti berputar.

Sorot mata yang sama.

Langit kelam yang sama.

Api yang tersembunyi di balik es.

Namun Aiden lebih dulu mengalihkan pandangan. Tidak terkejut. Tidak penasaran. Tidak menghormati. Tidak menantang.

Seperti melihat orang asing.

Dan itulah yang membuat sudut bibir Ethan tertarik pelan ke atas.

“Dia memang anakku…” gumamnya begitu lirih, hampir seperti bicara pada dirinya sendiri.

“Bapak bilang apa?” Kepala sekolah menoleh cepat.

Ethan kembali memasang wajah netral. “Tidak ada.”

Ia menarik kembali langkahnya dan melanjutkan berjalan, tetapi untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun… langkahnya terasa lebih berat dan lebih ringan sekaligus.

Lebih berat karena kenyataan yang semakin nyata.

Lebih ringan karena, untuk pertama kali dalam hidupnya, ia melihat pantulan dirinya yang tidak penuh kehancuran… melainkan kemungkinan.

Di belakang mereka, Ezra menyenggol bahu Aiden pelan saat guru lengah.

“Itu tadi siapa?” bisiknya. “Orangnya serem banget. Auranya kayak bos mafia atau apa gitu.”

Aiden tetap menatap ke depan. “Nggak tahu.”

“Tapi dia ngeliatin lo, Bos. Kayak ngeliat hantu.”

“Biarin.”

“Tampangnya mirip lo, tau nggak?” Ezra tetap nyerocos.

“Banyak orang punya tampang menyebalkan,” jawab Aiden datar.

Ezra terkekeh, tapi jantungnya entah kenapa ikut berdebar.

Sementara itu, di dalam aula utama, suara gemuruh tepuk tangan mulai terdengar. Puluhan siswa tingkat akhir telah berkumpul bersama meja gambar, layar desain, model mini mobil, dan berbagai rancangan futuristik yang memenuhi ruangan.

Spanduk besar terbentang di atas panggung:

ADLERION AUTOMOTIVE DESIGN TALENT SEARCH

Kepala sekolah tersenyum bangga saat mereka masuk.

“Ini adalah siswa-siswa terbaik kami di bidang desain otomotif, Pak Ethan. Banyak dari mereka bermimpi bisa bekerja di perusahaan Anda.”

Ethan memandang satu per satu wajah penuh ambisi itu. Ia menghargai mimpi mereka. Tapi entah kenapa, pikirannya masih tertinggal di lapangan tadi.

Di satu sosok yang bahkan mungkin tidak menganggap acara ini penting.

“Semoga ada yang memang pantas,” ujar Ethan singkat.

Di luar, lonceng berbunyi. Hukuman selesai. Siswa-siswa mulai bubar.

Dan di antara mereka, Aiden berjalan pergi tanpa menoleh lagi ke arah aula.

Tidak tahu…

Bahwa pria di dalam sana baru saja melihat seluruh masa depannya dengan satu pandangan singkat.

Dan, untuk pertama kalinya dalam hidupnya—

Ethan Royce Adler merasa… bangga.

Bukan pada prestasi.

Bukan pada kekuasaan.

Bukan pada nama besar.

Tapi pada seorang anak yang memiliki darah sama dengannya.

...****************...

1
Nur Halida
dan itu juga salah ethan kenapa gak nyari keira dari awal ..
Yudi Chandra: yup...betul....🤭🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Nur Halida
semangat up thor... ceritanya keren .. aku suka banget😍
Yudi Chandra: huhuhu....makaciiiiiih🙏🙏🙏😘😘😘
total 1 replies
Bu Dewi
seru kak,,, 😍😍😍
Yudi Chandra: huhuhu....makaciiiiiih🙏🙏🙏😍😍😍
jangan lupa kasih bintang ya...biar makin semangat up nya🤭🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Nur Halida
tapi kenapa dulu ethan gak nyari keira juga setelah kejadian itu ?untuk memastikan kalo keira hamil apa enggak ? kenpa dulu ethan juga menghilang?
Yudi Chandra: Hihihihi....belum aku jelasin part itu ya... lupa... makasi uda ngingetin....🙏🙏🙏🤭🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Bu Dewi
lanjut kak
Yudi Chandra: siiipppp👍👍👍👍😍😍
total 1 replies
Pa Muhsid
sama sama terluka tapi ditutupi oleh sifat yang satu dingin dan yang satunya barbar
up nya kurang kk
Yudi Chandra: sabar yaa sayaaang🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Nur Halida
ku suka gayamu ethan...
Yudi Chandra: ku suka gayamu Nur Halida🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Pa Muhsid
duhh Ethan serem serem sweet
3 S😍
Yudi Chandra: heleh, heleh... apa pula itu🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
Rohana Omar
lanjut
Yudi Chandra: siiiippp👍👍👍👍
total 1 replies
Nur Halida
untung ezra ngaku kalo bukan desain dia sendiri..
Yudi Chandra: kalo nggak ngaku bakal aku coret dia dari KK🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Nur Halida
kenapa ezra make nama dia sendiri ?aku kira bakal pake nama aiden??apa ezra akan ngaku kalo itu desain aiden?atau .... hmmmm ...penasara thor...🤔
Yudi Chandra: aku juga penasaran nih.🤭🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Nur Halida
cerita yg menurutku amazing...
Yudi Chandra: huhuhu...makaciiiiiih....🙏🙏🙏😍😍😍😍😍😍😍😍
love you sekebonnnn😘😘😘😘
total 1 replies
Nur Halida
semngat up nya kakak...
Yudi Chandra: oke. 👍 makaciiiiiih 🙏
jangan lupa kasih bintang ya, biar makin semangat upnya🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Rohana Omar
ada bab lg thorr utk ari ni
Yudi Chandra: ada donk. ditunggu ya.
kasih bintang doooonkkk....biar makin semangat nih nulisnya😁😁😁😅😅😅
total 1 replies
Bu Dewi
lnjut kk
Yudi Chandra: oke👍👍👍
total 1 replies
Nur Halida
amazing thor.. 😍
Yudi Chandra: huhuhu....makaciiiiiih🙏🙏🙏😍😍😍
total 1 replies
Pa Muhsid
membaca karyamu tor seperti karya yang udah level diamond
tutur bahasanya rapi halus tegas jarang tipo atau mungkin belum ada
semangat tor 💪💪💪
Yudi Chandra: huhuhu....makasi atas pujiannya.🙏🙏🙏😍😍😍
semoga selalu suka sama ceritanya.
kalo ada kritik dan saran bilang aja ya. biar cerita ini semakin berkembang dam banyak yang baca🤭🤭🤭🤭
salam kenal sebelumnya....
total 1 replies
Bu Dewi
seruu, lanjut kak
Jemiiima__: Halo sahabat pembaca ✨
‎Aku baru merilis cerita terbaru berjudul BUKAN BERONDONG BIASA
‎Semua ini tentang Lucyana yang pernah disakiti, dihancurkan, dan ditinggalkan.
‎Tapi muncul seseorang dengan segala spontanitas dan ketulusannya.
‎Apakah Lucy berani jatuh cinta lagi? Kali ini pada seorang Sadewa yang jauh lebih muda darinya.
‎Mampir, ya… siapa tahu kamu ikut jatuh hati pada perjalanan mereka.
‎Dukung dengan like ❤️ & komentar 🤗, karena setiap dukunganmu berarti sekali buatku. Terimakasih💕
total 2 replies
Rohana Omar
1 bab lg la thorr
Yudi Chandra: besok yaaaa🤭🤭🤭🤭🤭🙏🙏🙏🙏
total 1 replies
Rohana Omar
buat la 2 bab 1 ari thorr
Yudi Chandra: hihihi🤭🤭🤭🤭 iya. diusahain💪💪💪
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!