Kanaya terkejut saat bosnya yang terkenal playboy kelas kakap tiba-tiba mengajaknya menikah. Padahal ia hanya seorang office girl dan mereka tak pernah bertatap muka sebelumnya. Apa alasan pria itu menikahinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arandiah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terhina dan kemarahan Arjuna
"Justru apa?"
"Naya nggak mau jadi beban," suara Naya sedikit bergetar. "Naya sadar diri siapa Naya, dan siapa Mas Juna. Pernikahan kita aja rahasia. Kalau Naya cuma di rumah, minta uang Mas Juna terus, Naya ngerasa nggak berguna. Naya mau punya penghasilan sendiri, Mas. Biar Naya bisa kirim uang ke Ibu tanpa minta Mas, biar Naya bisa beli keperluan wanita Naya sendiri."
Arjuna terdiam. Dia ingin marah, ingin memaksanya menurut. Rencananya adalah mengurung Naya di sangkar emas agar dia bisa fokus memhamilinya. Tapi melihat sorot mata Naya yang penuh harga diri, Arjuna sadar dia tidak bisa mematahkan semangat itu begitu saja—setidaknya belum saat ini.
Arjuna menghela napas panjang, berpura-pura mengalah. "Kamu ini keras kepala banget ya."
"Boleh ya, Mas? Please?" Naya menangkupkan kedua tangannya memohon.
"Oke," putus Arjuna akhirnya. "Tapi dengan syarat. Jangan terlalu capek. Kalau ada yang berat, minta tolong OB cowok. Dan ingat, di kantor kita tetap profesional. Jangan ada yang tau hubungan kita."
Naya bersorak kecil. "Makasih, Mas! Naya janji!"
Pagi itu mereka berangkat bersama lagi. Namun, sandiwara manis di apartemen harus terhenti sejenak saat mobil Arjuna menepi di sebuah jalan sepi, sekitar 500 meter dari gedung kantor.
"Turun di sini ya," ucap Arjuna, nadanya kembali datar. Mode 'bos' sudah aktif.
"Iya, Mas. Hati-hati di jalan," ucap Naya riang. Dia mencium tangan Arjuna takzim, lalu keluar dari mobil mewah itu.
Arjuna menatap punggung kecil istrinya yang berjalan menjauh, berbaur dengan pejalan kaki lain di trotoar yang panas. Rasa bersalah itu menusuk lagi, tapi Arjuna segera menepisnya dengan mengingat wajah Ferdi dan Bram. Dia harus menang.
Siang harinya, suasana kantor yang sibuk mendadak berubah tegang bagi Arjuna.
Pintu ruangannya terbuka tanpa ketukan. Dua sosok pria dengan setelan jas mahal dan senyum angkuh melangkah masuk.
"Woy, Pengantin Baru!" seru Bram, langsung menghempaskan tubuhnya di sofa tamu.
Arjuna yang sedang menandatangani berkas mendengus kasar. Jantungnya berdegup lebih kencang. Firasatnya buruk. "Ngapain kalian ke sini? Gue sibuk."
"Santai dong, Bos," sahut Ferdi sambil tertawa renyah. "Kita cuma mau mampir. Mau lihat progress taruhan kita. Sekalian... ngecek barang."
"Maksud lo?" mata Arjuna menyipit tajam.
"Istri lo lah. Siapa lagi?" Ferdi berjalan santai menuju telepon interkom di dinding. "Kita belum pernah lihat dia dari dekat. Penasaran, se-kampungan apa sih selera lo sekarang."
Sebelum Arjuna sempat melarang, Ferdi sudah menekan tombol ke pantry.
"Halo? Pantry?" ucap Ferdi dengan nada memerintah. "Tolong antarkan dua black coffee dan satu latte ke ruangan Pak Arjuna. Sekarang. Oh ya, pastikan yang antar itu Naya. Harus Naya. Titik."
Klik. Sambungan diputus.
"Brengsek," desis Arjuna, berdiri dari kursinya dengan marah. "Jangan main-main sama dia di sini."
Bram tertawa mengejek. "Kenapa? Takut ketahuan? Atau lo malu punya bini Office Girl?"
Kata-kata itu menahan langkah Arjuna. Egonya disentil. Dia kembali duduk dengan rahang mengeras, menunggu dengan gelisah.
Lima menit kemudian, pintu diketuk pelan.
"Masuk!" teriak Bram mendahului pemilik ruangan.
Pintu terbuka. Naya muncul dengan seragam biru mudanya, membawa nampan berisi tiga gelas kopi. Dia tampak terkejut melihat ada dua orang asing di ruangan suaminya, tapi dia berusaha tetap profesional.
"Permisi, Pak. Ini kopinya," ucap Naya sopan, menunduk dalam-dalam.
Suasana ruangan itu mendadak hening dan mencekam. Ferdi dan Bram tidak menjawab. Mereka hanya diam, menatap Naya lekat-lekat. Mata mereka menyapu penampilan Naya dari ujung rambut yang sedikit berantakan hingga ujung sepatu ketsnya yang lusuh. Tatapan itu menjijikkan. Menilai, menelanjangi, dan merendahkan.
Naya merasa risih luar biasa. Dia bisa merasakan tatapan mereka menusuk kulitnya. Tangannya gemetar saat meletakkan gelas di meja tamu.
"Makasih. Kamu boleh keluar," suara Arjuna terdengar tajam dan mendesak. Dia ingin Naya pergi dari sana detik ini juga.
"Baik, Pak." Naya berbalik badan, hendak melangkah cepat.
"Eits, buru-buru amat nona," suara Ferdi menginterupsi. Pria itu berdiri, dengan sengaja menghalangi jalan Naya menuju pintu.
Naya tersentak kaget dan mundur selangkah. "Y-ya, Pak?"
Ferdi tersenyum miring, matanya menatap dada Naya sekilas sebelum beralih ke wajahnya. "Kenalan dulu dong. Kita sahabat baiknya bos kamu. Saya Ferdi, ini Bram."
"S-salam kenal, Pak," cicit Naya ketakutan.
Bram ikut bangkit, berjalan mengitari Naya seolah sedang memeriksa cacat pada sebuah barang dagangan. "Kecil banget ya ternyata. Pantesan si Arjuna bisa nyembunyiin lo dengan gampang."
Lalu Bram mencondongkan wajahnya ke telinga Naya, berbisik cukup keras hingga Arjuna bisa mendengarnya. "Gimana rasanya kerja sama Pak Arjuna, nona Naya? Galak nggak dia kalau di kantor?"
Naya menelan ludah susah payah, wajahnya pucat. Dia melirik sekilas ke arah Arjuna yang duduk kaku di balik meja kerjanya. "Pak Arjuna... atasan yang baik, Pak."
"Oh ya?" Bram tertawa mengejek. "Kalau di rumah gimana? Galak juga nggak? Atau... ganas?"
Wajah Naya memerah padam seketika. Dia polos, tapi dia mengerti arah pembicaraan yang menjurus kotor itu.
Ferdi menimpali, menyeringai ke arah Arjuna. "Iya nih, kita penasaran. Arjuna kan orangnya dingin banget. Kalau di ranjang 'panas' nggak? Service-nya memuaskan nggak buat cewek kampung kayak kamu?"
Tubuh Naya gemetar hebat. Air mata menggenang di pelupuk matanya. Dia merasa sangat hina. Diperlakukan seperti pelacur di depan suaminya sendiri, dan suaminya hanya diam saja?
"Maaf, Pak... saya harus kerja," suara Naya pecah, dia mencoba menerobos lewat.
Tapi Ferdi menahan lengan Naya kasar. "Jawab dulu dong. Kita kan cuma mau tau kualitas sahabat ki..."
BRAKK!
Bunyi hantaman keras mengguncang ruangan.
Arjuna sudah berdiri. Kursi kerjanya terguling ke belakang. Wajahnya merah padam, urat-urat di lehernya menonjol. Matanya menyala dengan api kemarahan yang tidak bisa lagi dia bendung demi sebuah taruhan konyol. Melihat tangan kotor Ferdi menyentuh istrinya membuat akal sehatnya putus.
"Lepaskan tangan lo dari dia!" bentak Arjuna menggelegar, suaranya memenuhi setiap sudut ruangan. "Dan keluar dari ruangan gue sekarang! KELUAR!"
jangan lupa like, vote dan komen ya 💕
biar stres semoga Naya pergi jauh ke kampung biar tambah edan
udah akua hapus dari daftar favorit kemarin