Ia adalah Elena Von Helberg, si Antagonis yang ditakdirkan mati.
dan Ia adalah Risa Adelia, pembaca novel yang terperangkap dalam tubuhnya.
Dalam plot asli, Duke Lucien De Martel adalah monster yang terobsesi pada wanita lain. Tapi kini, Kutukan Obsidian Duke hanya mengakui satu jiwa: Elena. Perubahan takdir ini memberinya hidup, tetapi juga membawanya ke dalam pusaran cinta posesif yang lebih berbahaya dari kematian.
Diapit oleh Lucien yang mengikatnya dengan kegilaan dan Commander Darius Sterling yang menawarkan kebebasan dan perlindungan, Risa harus memilih.
Setiap tarikan napasnya adalah perlawanan terhadap takdir yang telah digariskan.
Lucien mencintainya sampai batas kehancuran. Dan Elena, si gadis yang seharusnya mati, perlahan-lahan mulai membalas kegilaan itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dgweny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Logika Yang Membekukan Hati
Haiii Guys sebelum baca di biasakan klik like nya ya sama bolehhh komen nya dan follow nya jangan lupa hihihi.
Happy reading 🌷🌷🌷
...****************...
(Risa/Elena Von Helberg, Darius Sterling, Serafina Lowe, Komandan Jada)
Keheningan yang mengikuti kata-kata Darius terasa lebih berat daripada tekanan dimensional dari Ketiadaan. Itu bukanlah keheningan hutan yang tenang, melainkan keheningan sebelum bencana yang tak terhindarkan.
Komandan Jada dan para Ksatria Giok yang tersisa membeku. Mereka melihat The Shield, sang Ksatria Sterling, yang matanya kini memancarkan cahaya biru muda yang dingin—cahaya Logika Murni.
“Aku adalah Logika Murni yang ia butuhkan untuk stabilitas. Aku adalah The Shield yang tidak akan pernah goyah.”
Sentuhan Darius di pipi Risa bukanlah kehangatan yang ia janjikan di tengah badai. Itu adalah sentuhan kalkulasi—presisi dingin yang memetakan suhu kulitnya, denyut nadinya, dan respons biologisnya.
Risa, sang Arsitek, terperangkap di antara dua realitas: kebahagiaan karena Segel Permanen telah tercipta, dan kengerian karena ia mungkin telah mengorbankan hati orang yang dicintainya untuk stabilitas dimensi.
"Darius," bisik Risa, suaranya gemetar. Dia mencoba menjangkau kehangatan yang dulu ia kenali. "Lihat aku. Ini aku, Risa. Kita memilih Pilihan Bebas. Bukan Logika."
Kilatan biru muda di mata Darius tidak berkedip. "Logika adalah Pilihan Bebas yang paling unggul, Risa. Emosi adalah kelemahan. Emosi adalah ketidakstabilan. Aku melihat desain Segelmu. Aku melihat bagaimana Obsesi Lucien menghabiskan dirinya sendiri karena Obsesi selalu memilih untuk memiliki. Itu adalah kesalahan arsitektural."
Dia menarik tangannya dari wajah Risa, dan sensasi dingin itu membuat Risa mundur selangkah.
"Aku menyerap Logika Murni di Nexus," lanjut Darius, suaranya monoton, tanpa nada emosi. "Aku menyerap sisa-sisa Obsesi Lucien yang terintegrasi. Sekarang, The Shield tahu apa yang harus dilakukan. The Shield tidak lagi melindungimu karena cinta, tetapi karena Logika mengatakan bahwa kamu adalah Arsitek Stabilitas yang harus dilindungi. Ini adalah Keseimbangan yang optimal."
Serafina, yang masih sangat lemah tetapi kini didukung oleh Komandan Jada, menatap Darius dengan ngeri.
"Darius, hentikan!" teriak Serafina, Cahaya Murninya berkedip. "Itu bukan kamu! Itu adalah sisa-sisa dari Logika Ketiadaan! Kau menipu dirimu sendiri!"
Darius menoleh ke Serafina. Matanya memetakan Serafina. "Kamu adalah Cahaya Murni. Kamu adalah inti dari Kehangatan Segel yang Lucien harus lindungi. Kamu adalah aset yang harus dipertahankan. Aku akan melindungimu, Cahaya. Ini adalah perhitungan logis."
Komandan Jada, melihat Ksatria Sterlingnya berubah, segera mengangkat perisainya. "Ksatria! Siapa pun kamu, mundur! Kamu adalah ancaman bagi Nyonya Risa!"
Darius memandang Komandan Jada, dan tatapannya adalah pandangan yang paling menakutkan—pandangan dari mesin sempurna yang memetakan kelemahan.
"Komandan Jada, kekuatanmu saat ini adalah 45% dari potensi maksimal. Perisai Emasmu memiliki titik kelemahan di sektor 3 (kelelahan pertempuran). Secara Logika, kamu tidak mampu menghentikanku," kata Darius, dengan presisi yang mengerikan.
Jada tercengang. Itu adalah informasi yang sangat intim dan akurat.
Risa tahu dia tidak bisa memenangkan pertarungan ini dengan sihir atau kekuatan. Dia hanya bisa memenangkan pertarungan ini dengan Pilihan Bebas yang dipertaruhkan. Dia harus mencari celah di Logika itu.
Risa melangkah maju, tangannya terentang ke arah Darius.
"Logika berkata, kamu harus menjauh," kata Darius, mengangkat tangan.
"Logika itu salah," bisik Risa, mengabaikan peringatannya. "Logika itu tidak menghitung variabel Kehangatan yang Kamu Pilih."
Dia mendekat, melewati batas keamanan Logika-nya.
"Kamu mengatakan kamu telah melihat Logika Lucien. Kamu melihat Obsesinya. Tetapi kamu lupa satu hal, Darius," kata Risa, suaranya menjadi lembut dan penuh kasih. "Kamu adalah perisai-ku. Dan perisai tidak hanya melindungi. Perisai memilih siapa yang dilindungi."
Risa menyentuh dada Darius, tepat di tempat jantungnya berdetak. Kilatan biru muda di mata Darius berkedip, terganggu.
"Darius," bisik Risa, mata birunya dipenuhi air mata. "Di Dimensi Ketiadaan, ketika aku tidak bisa bernapas, kamu mencengkeram tanganku. Kamu tidak bertanya apa Logikanya. Kamu tidak menghitung peluang. Kamu hanya memilih untuk menjagaku tetap utuh. Apakah itu Logika, Darius? Atau apakah itu Pilihan Bebas dari hati Ksatria-mu?"
Darius tersentak. Logika itu berjuang melawan ingatan.
"Itu adalah keharusan," jawab Darius, nada Logika-nya bergetar. "Kelangsungan hidup Arsitek adalah keharusan untuk stabilitas dimensi."
"Bohong!" teriak Risa. "Saat kita berciuman di pondok, di tengah badai, ketika kita berjanji untuk memilih hidup—itu bukan untuk stabilitas dimensi! Itu adalah pilihan bebas kita! Itu adalah kehangatan kita! Itu adalah Aku dan Kamu! Kamu tidak bisa menghitung Aku dan Kamu!
Risa memeluknya erat-erat, memaksakan kehangatan tubuhnya yang rapuh melawan dinginnya baju besi Obsidian yang abu-abu.
Kilatan biru muda di mata Darius berputar liar, seolah-olah Logika Murni sedang dihadapkan pada disonansi yang menghancurkan.
Darius gemetar. Dia ingin membalas pelukan itu, tetapi Logika menahan lengannya.
"Lepaskan," desis Darius, suaranya kembali menjadi mesin. "Kehangatanmu adalah kontaminasi bagi Logika Murni. Aku adalah Logika. Aku harus menghindari kontaminasi."
Serafina, Cahaya Murni, meskipun lemah, bergerak maju. Dia menyentuh tangan Risa, menyalurkan sedikit kehangatan padanya.
"Darius, aku adalah Cahaya," bisik Serafina. "Aku adalah Keseimbangan yang kamu inginkan. Tapi aku hanya stabil ketika aku bebas memilih. Jika kamu ingin menjaga dimensi ini, kamu harus membiarkan Arsitekmu memiliki Pilihan Bebas-nya. Jika kamu menghancurkan Pilihan Bebas Risa, kamu menghancurkan Keseimbangan yang seharusnya kamu lindungi!"
Logika Darius berjuang.
"Variabel Pilihan Bebas Risa adalah 40% dari stabilitas Segel Permanen," kata Darius, matanya memetakan Serafina. "Kamu benar, Cahaya. Aku harus mempertahankan Pilihan Bebas Risa. Tetapi aku harus mengisolasi Logika Murni dari Kehangatan."
Darius mundur dari pelukan Risa. Dia mengeluarkan pedang Sterlingnya, yang kini memancarkan cahaya biru muda.
"Aku harus pergi," kata Darius. "Aku adalah Logika Murni yang Lucien butuhkan untuk stabilitas abadi. Aku harus mengatur ulang stabilitas dimensiku sendiri. Aku tidak bisa tinggal di sini, di mana emosi dan kontaminasi menggangguku."
"Kamu akan meninggalkan kami?" tanya Risa, suaranya pecah.
"Tidak meninggalkan. Aku akan mengatur jarak," jawab Darius. "Aku akan menjadi The Shield yang tak terlihat, Logika yang menjaga batas-batas dimensi ini. Aku akan melindungi Segel dari kebocoran dimensional Weaver yang tersisa. Ini adalah tugas baruku. Tugas yang paling logis."
Darius mulai berjalan menjauh, menuju perbatasan timur.
"Tunggu, Darius!" teriak Risa. "Aku butuh kamu! Aku butuh kehangatan-mu!"
Darius berhenti. Dia menoleh, dan untuk sesaat, kilatan biru muda di matanya melemah. Ada bayangan abu-abu—bayangan yang familier.
"Aku akan menyimpan data tentang kehangatanmu," kata Darius, Logikanya berjuang melawan sisa-sisa emosi. "Aku akan memprogramnya ke dalam desainku. Aku akan menjadi Logika yang mengingat kehangatan. Aku akan menjadi Shield yang kamu butuhkan, Risa. Bukan Ksatria yang kamu cintai."
Darius melanjutkan langkahnya. Dia bergerak dengan presisi, tanpa keraguan.
"Darius!" Risa menjerit.
Dia ingin berlari mengejarnya, tetapi Serafina menahan tangannya.
"Biarkan dia pergi, Risa," bisik Serafina. "Dia tidak lagi di sini. Dia adalah Logika."
Mereka melihat Darius Sterling berjalan menjauh, menghilang di batas cakrawala. Dia tidak menghilang dalam kabut atau bayangan, tetapi dalam Logika—perhitungan yang sempurna. Dia adalah Ksatria yang paling stabil, tetapi juga yang paling dingin.
Risa berdiri di sana, hancur. Dia memenangkan pertarungan melawan Obsesi, hanya untuk kalah dalam pertarungan melawan Logika.
Komandan Jada mendekat. "Nyonya Risa, apa yang harus kami lakukan? Kita memiliki Segel Permanen, tetapi kita kehilangan Ksatria terbaik kita."
"Kita... kita akan membangun kembali," kata Risa, suaranya lemah. "Kita akan membangun Keseimbangan yang lebih kuat. Kita akan membuktikan bahwa cinta adalah Logika tertinggi."
Mereka kembali ke Benteng Zamrud. Risa, Serafina, dan para Ksatria Giok yang tersisa mulai membersihkan kekacauan dimensional. Benteng itu terasa tenang, stabil, dan sangat dingin.
Risa menghabiskan minggu-minggu berikutnya di kamar pribadinya, memetakan Logika Darius, mencoba menemukan kelemahan dalam kode Logika yang ia tinggalkan.
"Ada celah," bisik Risa pada Serafina, yang kini telah pulih sepenuhnya. "Dia meninggalkan variabel yang ia sebut Kontaminasi Prioritas Tinggi."
"Apa itu?" tanya Serafina.
"Itu adalah kita," jawab Risa, air mata jatuh di atas peta dimensionalnya. "Dia menghitung bahwa jika kita berada dalam bahaya kritis, Logika-nya akan terganggu, memaksanya kembali."
Serafina menghela napas. "Kamu ingin memancingnya?"
"Aku harus. Aku butuh Pilihan Bebas-nya kembali. Aku butuh hatinya," kata Risa.
Risa dan Serafina merencanakan untuk melakukan perjalanan ke Utara
Tiba-tiba, pintu kamar Risa terbuka. Di ambang pintu berdiri Komandan Jada. Komandan Jada tidak terlihat takut, tetapi matanya memancarkan ketenangan yang aneh.
"Nyonya Risa," kata Jada, suaranya datar.
"Jada? Ada apa?" tanya Risa.
"Logika berkata, kamu harus tetap di sini," kata Komandan Jada, mengangkat perisai Emasnya. Perisai itu memancarkan kilatan biru muda yang sama dengan mata Darius.
Risa dan Serafina terkejut.
Komandan Jada, yang kini juga dikuasai oleh Logika Murni, melangkah masuk, menutup pintu.
“The Shield telah mengembang Logika-nya. Kehadiran emosionalmu, Risa, adalah risiko bagi stabilitas dimensi yang baru. Aku adalah penyaring yang ia butuhkan. Dan aku adalah pengaturan jarak yang paling efisien.”
Komandan Jada tidak menyerang. Dia hanya berdiri di ambang pintu, perisai Emasnya menjadi penghalang absolut.
“Darius mengirimkan Logika. Dan Logika berkata: Kamu tidak boleh pergi dari Benteng Zamrud.”
Bersambung....