Lari Dari Jerat Presdir

"Sudah lama tidak bertemu, bisakah kita makan malam?" Serena menatap Ethan yang tengah menandatangani berkas di depannya.

"Tidak ada waktu," ucapnya dengan menyerahkan berkasnya pada Serena. Mereka tengah melakukan penandatanganan kerja sama.

Serena masih nampak tenang hingga dia selesai dengan gilirannya.

"Kalau begitu temani aku minum beberapa teguk?" Serena menggerakkan jarinya hingga pelayan mendekat dengan sebotol minuman di tangannya.

Ethan menatap dengan datar saat Serena menuangkan minuman ke dalam gelas kristal lalu menyodorkannya.

"Ayolah, untuk kerja sama kita?" Ethan menerima gelas tersebut. Sementara Serena kembali menuang minuman ke gelas lain untuknya.

Serena mengangkat gelasnya ke arah Ethan.

Tring!

Gelas berbunyi menciptakan suara yang tak terlalu kencang. Lalu Serena mulai meneguk minumannya semantara Ethan hanya diam.

"Jadi? Sudah satu tahun. Aku ingin tahu hubungan ini akan di bawa kemana?" tanya Serena basa- basi. Proses kerja sama mereka sudah selesai dengan tahap yang di sepakati. Dan sudah jelas pernikahan kontrak mereka juga harus di perpanjang untuk kerja sama selanjutnya.

Ethan menggerakkan jarinya agar Davin segera mendekat.

Hanya gerakan jari membuat Davin mengerti dan menyerahkan berkas yang sejak tadi di tangannya pada Serena.

Serena menatap berkas tersebut lalu membukanya. Matanya terkesiap saat melihat isi di dalamnya.

"Kau!" Tatapan Serena berubah tajam dengan nafas yang mulai berat dan terengah seolah benar-benar marah.

"Sesuai kesepakatan kita akan selesaikan hari ini. Tanda tangani dan aku pastikan kerja sama kita masih akan berlangsung." Ethan mengangkat gelasnya lalu mendentingkan sekali dengan gelas Serena di meja. "Kau tidak memasukan racun di dalamnya bukan?" ucapnya sambil menatap sekali pada gelasnya, lalu meneguk minumannya sampai habis.

"Jangan coba- coba untuk mengelak, aku tidak punya banyak waktu terus bermain denganmu." Ethan beranjak dari duduknya membiarkan Serena berhadapan dengan Davin.

"Dia tidak bisa mengancamku, sial!" Serena mengalihkan tatapan tajamnya pada Davin.

"Anda hanya perlu mengikuti apa yang Tuan mau Nona, maka anda akan aman. Tuan selalu menepati janjinya. Tentu saja jika Nona juga menepati janji." Davin menyeringai mengejek membuat wajah Serena semakin jelek.

Serena mengepalkan tangannya erat menatap pada perjanjian perceraian di depannya. Dimana mereka memang akan bercerai setelah satu tahun menikah. Dengan perasaan yang terbakar amarah Serena segera menandatangani berkas tersebut lalu meninggalkan meja.

Saat tiba di parkiran Serena melihat Ethan berdiri di sebelah mobilnya. Mobil mereka yang bersisian membuat Serena berhadapan dengan Ethan sekali lagi.

"Bukan racun, tapi itu perangsang yang cukup akan membuatmu gila." Serena menyeringai. "Masih ada waktu kalau kamu membutuhkan aku?" Serena yakin obat itu akan segera bereaksi. Mengingat Ethan tak pernah dekat dengan wanita mana pun mungkin pria itu akan mempertimbangkannya untuk menyalurkan hasratnya.

Di luar dugaan Ethan justru menatap datar dengan tetap tenang seolah obat itu tak ada pengaruhnya. "Tidak, aku tidak suka jalang."

Di saat yang sama Davin muncul dan dengan segera membuka pintu mobil untuk Ethan.

Ethan masih tak beraksi dan hanya menatap Serena dengan ekspresi jijik, lalu segera masuk.

Serena berdecak kesal. Kenapa obatnya tidak bereaksi sama sekali. Padahal jika dia bisa membuat Ethan tidur dengannya dia bisa menunda perceraian. Apalagi kalau sampai dia bisa hamil seperti yang di minta Teresha, maka masa depannya akan terjamin karena sudah pasti dia akan memiliki keturunan Ethan.

Teresha memintanya melakukan apapun agar Ethan mau menyentuhnya, tapi siapa sangka niatnya yang memberi obat perangsang pun gagal, yang ada dia benar-benar bercerai dengan Ethan.

Sial, benar-benar sial.

...

Ethan memasuki rumah dengan kepala yang mulai berat sejak di perjalanan dia menahannya. Menahan gejolak panas yang muncul di tubuhnya. Ethan bahkan meminta Davin melaju dengan cepat hingga kini dia tiba di penthousenya.

Langkah berat Ethan menuju kamar dengan melepas kasar dasi yang masih menempel di lehernya lalu melempar jasnya sembarang.

Saat memasuki kamar Ethan melihat Kath tengah duduk di tepi ranjang. Tatapannya yang semula tertuju pada jedela beralih padanya.

Dahinya mengernyit melihat wajah Ethan yang merah. "Kau mabuk?"

Ethan menggeleng. Kedua tangannya melepas satu persatu kancing kemejanya hingga menampilkan otot-otot tubuh yang kekar.

"Mau apa kau?" Ethan terus melangkah ke arah Kath sementara Kath mulai berdiri waspada.

"Tolong aku, rasanya panas." Ethan berkeringat dingin dengan wajah yang semakin merah. Tubuhnya oleng dengan langkah yang semakin tak seimbang.

Saat akan terjatuh Kath segera menangkapnya dan membantunya berbaring di ranjang. Melihat kondisi Ethan, Kath rasa pria ini memang tak baik- baik saja.

Saat ini ponsel Kath berdering, melihat nama Davin, Kath segera menerima panggilan tersebut.

"Dav, apa yang terjadi—" belum selesai pertanyaannya, Kath segera mendengar suara Davin.

"Kath bisa kah kau jaga Tuan, dokter akan segera datang."

"Apa maksudmu?"

"Nyonya Serena memberikan obat perangsang pada, Tuan."

"Kau gila!" Kenapa tidak biarkan saja dia dengan istrinya lalu menyalurkan hasratnya. Kenapa dibawa kemari.

"Hanya 10 menit Kath, dokter akan segera tiba." Kath melihat pada Ethan yang semakin terlihat gelisah.

"Lalu kau sendiri?"

Davin berdehem, lalu segera mematikan teleponnya tanpa menjawan pertanyaan Kath.

"Brengsek!" Kath hanya bisa mengumpat.

Ethan semakin gila pria itu sudah melepas seluruh penghalang di tubuhnya hingga tubuhnya polos.

"Sial!" Kath menarik Ethan untuk membawanya ke kamar mandi , namun tubuhnya justru tertarik hingga jatuh di atas tubuh Ethan.

"Kath—" Kath tertegun saat mendengar namanya di gumamkan Ethan. Mata pria itu sayu, sepertinya Ethan sudah tidak sadar.

"Kath ..." desahan Ethan semakin berat. Pria itu menariknya mendekat lalu menaikan kepalanya untuk mendekat ke arahnya, dan dengan ganas mencium bibirnya.

Bisa Kath rasakan kegelisahan Ethan, pria itu melepasnya sesaat lalu mendongak. "Tidak boleh. Aku hanya akan melakukannya jika kamu benar-benar mau." Ethan mendorong tubuh Kath lalu dirinya segera bangkit.

Kath menatap punggung Ethan berjalan ke arah kamar mandi dengan tertegun.

Suara gemericik air terdengar membuat Kath menghela nafasnya. Bisa saja Ethan langsung menerjangnya tenaganya cukup kuat meski harus memakasanya. Tapi pria itu tak melakukannya.

"Aku hanya akan melakukannya jika kamu benar-benar mau."

Itukah alasan Ethan tak melanjutkan niatnya beberapa hari lalu. Karena tak ingin memaksanya?

Kalau pria itu mau dia bisa memaksa Kath sejak dia datang kesana. Tapi tidak! Ethan justru berusaha menggodanya, berharap Kath menyerah lalu dengan senang hati menerimanya. Namun saat Kath terus mengelak keinginannya pria itu justru memilih pergi.

Kath berjalan mondar-mandir dengan gelisah sementara Ethan masih di dalam kamar mandi.

Kath melihat ke arah jam di dinding. Sudah sepuluh menit Ethan di dalam, tapi dokter tidak muncul juga. Dengan menelan ludahnya kasar Kath menatap ke arah pintu kamar mandi. Tidak mungkin dia biarkan Ethan menahan hasratnya bukan? Pria itu bisa mati akibat obat yang merasuki tubuhnya.

Kath melangkah ke arah pintu kamar mandi lalu membukanya dengan tangan yang gemetar.