Ketika Li Yun terbangun, ia mendapati dirinya berada di dunia kultivator timur — dunia penuh dewa, iblis, dan kekuatan tak terbayangkan.
Sayangnya, tidak seperti para tokoh transmigrasi lain, ia tidak memiliki sistem, tidak bisa berkultivasi, dan tidak punya akar spiritual.
Di dunia yang memuja kekuatan, ia hanyalah sampah tanpa masa depan.
Namun tanpa ia sadari, setiap langkah kecilnya, setiap goresan kuas, dan setiap masakannya…
menggetarkan langit, menundukkan para dewa, dan mengguncang seluruh alam semesta.
Dia berpikir dirinya lemah—
padahal seluruh dunia bergetar hanya karena napasnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radapedaxa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 – Spirit yang Terbangun dari Anggur
Suasana halaman depan kediaman Li Yun masih tenang. Namun di balik ketenangan itu, Baal tengah menggendong gadis misterius yang baru saja lahir dari barrel anggur, wajahnya masih dipenuhi kecemasan yang tak kunjung surut.
Di sampingnya, Naga Air—atau tepatnya ikan koi biru yang bisa berbicara dan melayang—mengambang dengan wajah datar namun jelas kesal.
“Kita harus melaporkan ini pada Kakak Besar,” kata Naga Air.
“Apa aku nggak bisa kabur dulu aja?” lirih Baal penuh keputusasaan.
“Coba saja. Lihat apakah Kakak Besar akan mencabut bulu-bulumu satu per satu.”
“….”
Baal langsung diam.
Keduanya membawa gadis itu menuju pohon besar yang berdiri anggun di tengah halaman depan—Pohon Nirvana.
Begitu sampai, akar-akar raksasa pohon itu bergerak lembut, perlahan membentuk kursi alami tempat gadis itu bisa duduk.
Pohon itu berbicara—suara tua, berat, berwibawa, tapi entah kenapa juga terdengar seperti seseorang yang sudah sangat lelah menghadapi murid-murid bodoh.
“Jadi… seperti itu kejadiannya?”
Baal mengangguk cepat.
Naga Air mengangguk pelan.
Gadis kecil itu? Dia hanya menatap pohon besar itu dengan mata berbinar.
“Pohon besar~,” katanya sambil menepuk-nepuk akar.
Akar pohon itu bergerak pelan mengusap pipi gadis itu yang tembam dan lembut.
Hening sejenak.
Lalu…
Pohon Nirvana berkata dengan nada perlahan, penuh makna:
“Dia… adalah spirit kuno.”
Baal membeku.
Naga Air membeku.
Keduanya menoleh bersamaan.
“…Anda bilang apa, Kakak Besar?”
“Spirit apa?”
Pohon Nirvana mengulang dengan tenang.
“Spirit kuno. Spirit paling murni dalam tatanan alam.”
Kedua hewan itu langsung terdiam seribu bahasa. Otak mereka seperti kena petir lalu korsleting lalu restart.
Gadis kecil itu? Dia sedang tertawa sambil berayun-ayun di akar besar yang seperti ayunan alami.
“Wheee~~”
Baal hanya bisa memandang dengan mulut menganga.
“Kakak Besar… kau yakin ini bukan bayi manusia tersesat?” tanya Baal dengan suara kecil.
Pohon Nirvana mendesah seolah sudah mempersiapkan kesabaran selama tujuh ribu tahun.
“Tidak. Spirit kuno… adalah bentuk kehidupan tertinggi di antara spirit alam. Mereka paling dekat dengan esensi penciptaan. Wujud mereka bisa se-detail manusia, bahkan lebih sempurna.”
Naga Air mengedip lambat.
“…Kau bilang… wujud anak ini sempurna?”
“Ya.”
“…Lebih sempurna daripada kami?”
“Pake nanya.”
“….”
Baal menelan ludah.
Lalu ia menatap gadis itu lagi—yang kini sedang mengira akar pohon itu adalah seekor ular dan mencoba menggigiti ujungnya.
Pohon Nirvana melanjutkan.
“Nampaknya… anggur yang dibuat tuan hanyalah alibi. Tujuannya… membangkitkan spirit ini.”
Baal dan Naga Air memandang satu sama lain.
Wajah mereka sama: bingung, tercengang, tidak percaya, otak masih loading 3%.
Lambat. Sangat lambat.
"Aku siapa..aku dimana.."
Pohon Nirvana akhirnya kehilangan kesabaran.
BRUK!
Dua akar besar menampar kepala Baal dan Naga Air bersamaan.
PLAK! PLAK!
“Argh!!”
“Ughk!”
Pukulan itu cukup keras untuk membuat dua makhluk itu melayang setengah meter.
“Tersadar?”
“Y-ya!”
“Siap, Kakak Besar!”
Pohon itu kemudian berkata dengan tenang namun tegas.
“Aku akan mengurus gadis ini. Tapi…”
Ia berhenti.
Mengerikan.
“...tentang kebun belakang tuan.”
Baal langsung menegang.
Naga Air mundur perlahan seperti seseorang yang tidak ingin ikut terseret bencana.
“Aku tidak mau ikut-ikut,” katanya langsung menghilang—plup!—masuk ke kolam ikan seperti ninja air.
Baal terdiam pasrah.
“…Anu..hehe..kakak besar..”
Pohon Nirvana berkata lagi, suaranya pelan tapi menusuk jantung Baal seperti belati spiritual.
“Jika kau tidak ceroboh, spirit ini tidak akan terbangun tiba-tiba, anggur tidak akan meledak, dan kebun belakang tidak akan hancur bagai medan perang.”
“….”
“Jika tuan melihat kekacauan itu… apa yang akan kita lakukan, Baal?”
“…”
“Lebih baik kau pikirkan cara agar tidak berubah menjadi pil roh.”
Baal langsung pucat.
“A-aku akan perbaiki!!”
Ia berlari dengan kecepatan serigala yang sedang menyelamatkan diri dari kematian rohani.
Namun begitu tiba di kebun belakang…
Ia berhenti.
Dan menatap kehancuran di hadapannya.
Tanaman hancur. Tanah berlubang. Sayur mayur dan buah-buahan porak poranda. Pot-pot pecah. Dan—yang paling membuat stres—genangan anggur merah yang menyebar di mana-mana.
Baal terjatuh berlutut.
“Untuk kebunnya… mungkin… aku bisa membereskan sedikit…”
Ia menelan ludah.
Tapi ketika menatap genangan anggur…
“Tapi untuk anggur ini… aku tidak tahu…”
Ia memandang langit.
“Ini adalah akhir hidupku.”
Tiba-tiba…
Ada suara lembut di belakangnya.
“Puppy?”
Baal menoleh.
Gadis kecil itu berdiri di sana, memandangnya tanpa dosa.
“Kamu kenapa?”
Baal menghela napas dalam-dalam.
“...Aku sedang memikirkan… di mana aku ingin dimakamkan.”
Gadis itu memiringkan kepala.
“…Makaaaam…?”
Ia melihat kebun yang kacau itu.
Tiba-tiba matanya berubah serius. Aura di sekitarnya berubah, lembut tapi sangat kuat—seperti energi alam itu sendiri menyapa.
Ia perlahan melayang—ya, melayang—ke udara.
Rambut panjangnya terangkat pelan, diterpa angin yang tiba-tiba muncul entah dari mana.
Mata mungilnya bersinar ungu terang.
Baal terbelalak.
“A-apa yang kau lakukan!? Hati-hati nanti—”
Belum sempat ia selesai—
WUUUUUUUSHH!!
Energi spirit menyebar dari tubuh gadis itu, seperti ombak cahaya yang mengalir lembut.
Hanya dalam hitungan detik…
Daun-daun kembali ke batang. Tanah menutup sendiri. Semua tanaman merapikan diri dan berdiri tegak kembali. Pot-pot retak menyatu kembali. Bunga-bunga mekar lebih indah daripada sebelumnya.
Baal hanya bisa menatap dengan mulut terbuka luar biasa lebar.
“Ini… ini….”
Ia bahkan lupa bagaimana cara bernapas.
Gadis itu kemudian menatap genangan anggur di tanah.
Ia mengangkat tangan mungilnya dan—
SRET—!
Cairan anggur merah itu seketika terkumpul, melayang membentuk pilar air yang elegan, lalu mengalir masuk ke barrel kayu lain yang masih utuh.
Tidak ada setetes pun yang tersisa.
Semuanya masuk, bersih, rapi, seperti tidak pernah terjadi ledakan gila sebelumnya.
Gadis itu turun perlahan.
Kakinya menyentuh tanah.
Dan ia menatap Baal sambil menguap kecil.
“Puppy… aku mengantuk…”
Kemudian—
PLUP!
Ia pingsan sambil senyum kecil.
Baal buru-buru menangkapnya dan memeluknya erat.
Matanya mulai berkaca-kaca.
“Kau… kau adalah… penyelamatku… penyelamat hidupku… calon dewa penolongku… calon adik kesayanganku… apapun kau, aku cinta padamu….”
Ia menangis terharu seperti baru saja selamat dari hukuman mati.
Dari kejauhan, Pohon Nirvana berkata pelan dengan nada datar.
“Baal, berhentilah berlebihan.”
“Tapi kakak besar...dia menyelamatkanku—”
“Aku tahu. Simpan air matamu. Tuan akan tiba sebentar lagi dari kota. Persiapkan dirimu.”
“APA!?”