Ustadz Yusuf, I Love You

Tepat pukul tiga dini hari, saat sunyi masih memeluk erat, Yusuf bangkit dari tidurnya. Ia menyelimuti Zora yang tertidur pulas dengan lembut, lalu turun dari ranjang. Wajahnya berseri-seri, dipenuhi ketenangan setelah malam pertama yang penuh barokah.

​Yusuf segera mengambil wudhu dan berdiri di atas sajadah. Ia menunaikan Salat Malam (Tahajjud), berlama-lama dalam rukuk dan sujudnya, memanjatkan syukur atas takdir terindah yang Allah berikan. Malam ini, doanya lebih syahdu, memohon agar pernikahan mereka dipenuhi keimanan.

​Setelah salat, ia duduk di sajadah, membuka mushaf Al-Qur'an, dan mulai mengaji, menunggu waktu Subuh. Lantunan suara merdunya memenuhi kamar, menjadi melodi indah yang pertama didengar Zora sebagai seorang istri.

​Di tengah lantunan ayat suci, Yusuf melihat Zora perlahan terbangun. Zora tampak meringis kecil, mencoba duduk, tetapi terlihat jelas ia merasakan kesakitan dan kesulitan akibat keintiman yang baru pertama kali mereka lakukan malam tadi.

​Melihat istrinya yang polos dan masih lemah, seketika itu juga Yusuf bangkit dari sajadahnya. Mushaf ia tutup, ketaatan spiritualnya kini beralih pada ketaatan melayani istri.

​Yusuf menghampiri Zora. Ia berjongkok, menatap mata Zora dengan lembut.

​Yusuf menatap dalam wajah istrinya yang sangat cantik ketika bangun tidur dan rambutnya masih berantakan.... "Jangan paksakan dirimu, Sayang. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Aku tahu ini sulit." ucapnya lembut.

blushhh....

wajahnya merah merona karena malu, apalagi ucapan sayang Suaminya... rasanya Zora ingin bersembunyi di bawah ranjang.

​Tanpa menunggu Zora menjawab, Yusuf mengangkat tubuh istrinya yang mungil dengan hati-hati. Ia menggendong Zora ala pengantin baru, membawanya dari ranjang menuju kamar mandi.

​Di dalam kamar mandi yang mewah itu, Yusuf memposisikan Zora dengan sangat lembut. Ia tidak hanya berniat membantu Zora berwudhu, tetapi ia bertekad untuk melayani istrinya sepenuhnya, menyadari bahwa rasa sakit yang dialami Zora adalah bagian dari pengorbanan suci.

​Yusuf mengambil shower kecil dan mulai memandikan istrinya dengan kehati-hatian luar biasa. Ia menggosok tubuh Zora dengan sabun yang harum, membersihkan, dan memastikan Zora tidak merasakan sakit. Jangan tanyakan Zora.... wajahnya benar-benar memerah sampai ke telinga nya.

​"Biar aku yang lakukan, Sayang. Kamu hanya perlu beristirahat dan berdoa dalam hati. Tugas seorang suami adalah melayani dan meringankan beban istrinya." kata Yusuf dengan lembut, terus membantu istrinya mandi, sampai baju dan sarungnya ikut basah.

​Zora, yang sudah kembali tersipu malu namun juga terharu, hanya bisa menunduk pasrah. Di pagi buta itu, Zora tidak hanya mendapatkan suami, tetapi juga seorang imam dan seorang pelayan yang mengutamakan kebutuhan serta kenyamanan istrinya di atas segalanya. Tindakan Yusuf membuktikan bahwa cinta sejatinya adalah cinta yang bertanggung jawab dan penuh tarbiyah/didikan.

​Setelah selesai, Yusuf kembali menggendong Zora ke ranjang, memastikan istrinya nyaman dan bersih sebelum ia sendiri bersiap untuk Salat Subuh berjemaah....

" aku kebawah dulu..." ucap Yusuf lembut setelah mengganti pakaian nya dengan yang baru.

Zora mengangguk..." terimakasih....mas!" ucapnya pelan.

" sama-sama sayang" balasnya tersenyum lembut.

Cup...

Yusuf mencium kening istrinya sekilas,lalu pergi ke bawah untuk melakukan sholat jama'ah di musholla kecil dalam rumah mewah tersebut.

***

Pagi menjelang, dan setelah momen subuh yang penuh kelembutan, Zora segera turun ke dapur. Hari ini adalah hari istimewa, sarapan ini akan menjadi jamuan penyatuan dua keluarga besar, sebelum ia diboyong oleh Ustadz Yusuf kembali ke Pesantren.

Dapur mewah Zora sudah ramai dengan para koki dan asisten rumah tangga yang cekatan. Zora berdiri di tengah-tengah mereka, memimpin. Ia tidak hanya menyuruh, tetapi juga ikut turun tangan, membuat beberapa hidangan sederhana kesukaan Yusuf dan Kyai Rahman.

Dulu, Zora adalah Nyonya Muda yang hanya akan berteriak dari ruang makan. Kini, ia bertanya dengan sopan, mencoba belajar resep, dan bahkan membantu mengiris bawang.

"Pak, tolong ajari saya membuat tempe orek yang garing ya. Mas Yusuf sangat suka masakan desa." pinta Zora dengan sopan... tidak ada suara ketus, tidak ada teriakan... beberapa hari Zora berada di rumah , suasana terasa damai tapi lebih hangat.

Di lantai atas, Ustadz Yusuf selesai merapikan barang-barangnya. Ia merasa aneh tidak melihat Zora di kamar. Ia pun segera turun, mencari sang istri.

Yusuf menemukan Zora di dapur, dikelilingi keramaian. Pemandangan itu membuatnya tersenyum, sang putri manja, kini cekatan di dapur, mempersiapkan hidangan untuk suaminya dan keluarganya.

Yusuf Berjalan mendekat, suaranya lembut "Assalamualaikum, Sayang. Mencari keberkahan di dapur, ya?"

Zora Menoleh, wajahnya merona. "Waalaikumsalam, Mas. Iya, aku mau membuatkan Mas dan Abah sarapan. Maaf, ini semua hidangan sederhana, tidak semewah masakan Mama."

Tanpa bicara panjang lebar, Yusuf langsung menyingsingkan lengan baju kokonya. Ia mengambil tempat di samping Zora.

Yusuf: "Aku tidak suka masakan mewah, Zora. Aku suka masakan dari tangan istriku. Sini, biar aku bantu. Tugas suami bukan hanya menjadi imam salat, tapi juga imam di segala urusan, termasuk urusan dapur."

Yusuf kemudian mengambil pisau dan mulai membantu Zora mengiris sayuran dengan gerakan yang tangkas. Zora terharu.

Di Tengah Keramaian Di hadapan para pelayan yang tersenyum-senyum melihat kemesraan mereka, Yusuf dan Zora bekerja bahu-membahu. Yusuf mengajari Zora cara membedakan bumbu, Zora mengajari Yusuf cara menata hidangan agar terlihat cantik. Walaupun Zora sudah belajar dengan Bu Suci tetap saja masih kaku...

Makna Dapur Momen itu bukan hanya tentang memasak, itu adalah simbol dari kehidupan rumah tangga yang harmonis. Di mana sang suami tidak segan membantu istri, dan sang istri bersedia turun tangan melayani.

***

Sarapan pagi itu terasa hangat, bukan hanya karena hidangan yang baru dimasak Zora dan Yusuf, tetapi juga karena suasana penuh kebahagiaan yang melingkupi meja makan besar di kediaman pak Surya. Kyai Rahman, Ibunda Yusuf, Bu Suci, Papa Surya, dan Mama Farida duduk bersama, bersukacita atas ikatan suci yang terjalin mendadak semalam.

Zora duduk di samping Yusuf. Ini adalah kali pertama mereka bisa duduk sedekat itu tanpa rasa bersalah dan malu. Yusuf sesekali mengambilkan tempe orek buatan Zora dan meletakkannya di piring istrinya, sebuah gestur kecil yang diawasi oleh semua orang tua dengan senyum.

Mama Zora Menatap putrinya dengan haru "Mama tidak pernah menyangka akan melihat Zora memasak di dapur, apalagi untuk suaminya dan mertuanya. Alhamdulillah, Nak. Semua pengorbanan kita terbayar lunas."

Papa Zora menatap Yusuf "Yusuf, kami serahkan Zora sepenuhnya kepadamu. Dia mungkin dulunya manja, tapi hatinya tulus. Kami titip agar dia terus dibimbing untuk menyelesaikan hafalannya." ucapnya penuh haru....