Ini adalah kisah tentang seorang ibu yang terabaikan oleh anak - anak nya di usia senja hingga dia memutuskan untuk mengakhiri hidup nya.
" Jika anak - anak ku saja tidak menginginkan aku, untuk apa aku hidup ya Allah." Isak Fatma di dalam sujud nya.
Hingga kebahagiaan itu dia dapat kan dari seorang gadis yang menerima nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Wardani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bimbang
*****
Sepulang dari Mall, Aris mengantar Kanaya ke rumah nya. Mobil berhenti tepat di seberang rumah yang dulu menjadi tempat kost Kanaya.
" Saya sudah nggak kost di sini lagi, mas." Ujar Kanaya.
" Kamu pindah kost? Saya nggak tahu, Nay. Biar saya antar kamu ke kost yang baru." Ucap Aris akan menjalankan mesin mobil.
" Nggak usah, mas. Saya pindah nya juga masih daerah sini kok." Cegah Kanaya.
Aris menoleh ke arah Kanaya dengan heran. Menunggu ucapan Kanaya selanjut nya.
" Itu, mas." Tunjuk Kanaya ke seberang jalan.
" Saya ngontrak rumah yang disana, mas. Nggak jauh - jauh kok."
" Kamu ngontrak rumah? Memang nya nggak sepi sendirian di rumah?" Tanya Aris.
" Ada Bunda saya mas yang nemenin saya sekarang di rumah maka nya saya ngontrak rumah. Kasihan bunda di kost nggak bisa bebas." Jawab Kanaya.
" Oh jadi sekarang kamu udah ada teman nya?"
" Mau mampir dulu,mas? Biar kenalan dengan bunda." Tawar Kanaya.
" Hhmmm... Mau nya sih mampir dulu. Tapi saya harus balik mas. Tadi adik mas nyuruh cepat pulang. Lain waktu mungkin ya, Naya." Tolak Aris tak enak hati.
Kanaya mengangguk pelan. Dia tersenyum, karena tak mungkin merasa kecewa dengan penolakan Aris untuk mampir ke rumah nya.
" Maaf ya, Nay. Padahal saya pengen sekali bisa kenalan dengan bunda kamu."
" Nggak papa, mas. Nama nya juga waktu nya belum tepat. Insha Allah lain waktu ada waktu yang pas." Jawab Kanaya.
" Insha Allah."
" Ya sudah mas, saya masuk dulu ya. Terima kasih mas Aris sudah mengantar saya pulang. Terus ini tadi... Hijab nya sudah di bayarin. Terima kasih ya, mas." Pamit Kanaya.
" Sama - sama. Saya senang bisa mengantar kamu pulang hari ini. Apa lagi kalau kamu menerima cinta saya." Ucap Aris.
" Saya belum menolak mas Aris. Saya masih butuh waktu untuk memikirkan nya. Agar saya tidak salah mengambil keputusan."
" Saya akan menunggu kamu, Naya. Kamu gunakan saja waktu kamu sampai kamu merasa keputusan yang kamu ambil adalah yang terbaik."
" Terima kasih, mas."
*
*
*
" Siapa yang ngantar kamu pulang tadi?" Tanya Fatma saat mereka duduk berdua di meja makan.
" Bos nya Naya Bun yang di kantor. Tadi dia juga yang bayarin hijab ibuk waktu di Mall." Jawab Kanaya.
" Baik sekali orang nya." Puji Fatma.
" Dia memang baik, buk. Sama semua karyawan dia juga baik."
" Apa dia juga nganterin semua karyawan nya pulang? Nggak kan? Cuma kamu saja kan yang dia antar pulang?"
Kanaya mendesah sekali. Kembali teringat pada ungkapan perasaan Aris pada nya.
" Dia suka ya sama kamu?" Tebak Fatma menggoda Kanaya.
" Iya, bun. Naya sudah lama tahu kalau dia itu ada perasaan sama Naya. Dia juga sering nyentil - nyentil gitu sama Naya soal perasaan nya. Terus tadi dia malah nembak Naya, Bun. Dia secara langsung mengungkapkan perasaan nya sama Naya. Naya bingung sekarang bunda." Ungkap Kanaya menceritakan pada Fatma.
" Kenapa malah bingung? Harus nya senang dong. Jarang - jarang kan kita ketemu sama orang baik kayak bos kamu itu."
" Tapi Naya ini kan nggak kayak cewek - cewek yang lain, Bun. Naya ini penyakitan. Memang dia mau sama cewek penyakitan?" Keluh Kanaya.
Kanaya menatap Fatma dengan mata berkaca-kaca, jantungnya berdegup kencang sambil berjuang dengan ketakutan yang membelenggu jiwanya.
"Bagaimana jika dia meninggalkan Naya di saat penyakit Naya semakin parah bun?" Gumamnya dalam penuh kekhawatiran.
" Naya takut dia nggak bisa menerima Naya ketika dia tahu jika Naya mengidap penyakit yang serius, bunda. Naya nggak sehat. Naya takut... Nanti nya Naya hanya akan menjadi beban buat dia. Kita juga nggak bisa pastikan kan, kalau Naya bisa sembuh dari penyakit ini atau tidak. Semua nya tidak pasti, bunda."
Kanaya terjebak dalam dilema memilukan; antara ingin jujur dan takut kehilangan Aris, cinta sejatinya.
Fatma menghentikan makan nya. Dia bergeser duduk di sebelah Kanaya.
" Bunda tahu apa yang kamu khawatir kan sekarang." Fatma menyentuh bahu Kanaya lembut.
" Tapi bagaimana bisa kamu tahu dia bisa menerima kamu atau tidak jika kamu tidak mengatakan nya? Katakan saja pada nya apa yang sebenar nya. Di situ Naya bisa lihat, dia memang benar - benar serius dengan kamu atau tidak." Ucap Fatma.
Kanaya menatap Fatma dengan serius. Ucapan Fatma sudah menyentuh hati nya. Tapi dia belum siap untuk kehilangan sesuatu yang dia harapkan hanya karena tidak menerima kondisi nya yang sekarang.
Fatma menarik tubuh Kanaya dan memeluk nya erat.
" Kamu menyukai nya?" Tanya Fatma.
Kanaya mengangguk pelan.
" Lebih dari sekedar suka, bunda. Kanaya sangat nyaman jika berada di dekat nya." Jawab Kanaya mengakui perasaan nya pada Aris.
" Kalau begitu, dengar kan apa kata hati kamu Nak. Lakukan apa yang harus kamu lakukan. Katakan pada nya yang sebenar nya. Jangan rahasiakan apa pun dari nya. Hubungan yang baik adalah hubungan yang di awali dengan kejujuran, sayang. Jika dia adalah laki - laki yang di kirim Allah untuk kamu, maka dia akan menerima kondisi kamu yang sekarang." Ucap Fatma mencoba menyalurkan keyakinan penuh lada Kanaya.
Tangan Fatma lembut mengusap punggung putri angkat nya itu.
" Naya takut, bunda. Naya takut Naya akan kecewa."
" Jangan takut, Nak. Bunda akan selalu bersama kamu. Kamu akan sembuh. Dan semua masa - masa bahagia yang pernah kamu bayangkan akan menjadi kenyataan. Kamu pasti sembuh." Jawab Fatma.
Pelukan hangat Fatma selalu bisa menenangkan Kanaya. Saat ini Kanaya memang butuh seseorang yang bisa mengerti hati nya.
*
*
*
Deddy berdiri di balkon lantai atas kamar nya. Dia berdiri menikmati dingin nya angin malam.
" Ini kopi nya, pa." Kata Shafa datang menghampiri nya dengan segelas kopi panas.
" Letak di meja saja, ma." Jawab Deddy.
" Lagi lihat apa sih? Serius amat." Tanya Shafa berdiri di sebelah suami nya.
Deddy tersenyum tanpa menoleh pada Shafa.
" Lihat tuh, anak kamu. Dari tadi papa perhatikan. Dia tenang sekali di sana. Senyum - senyum sendiri gitu." Jawab Deddy mengarahkan dagu nya ke bawah, ke arah kolam dimana Zeyden sedang duduk bersantai di sana.
" Tuh anak kenapa ya. Belakangan ini mama perhatikan dia beda kayak biasa nya. Lebih apa gitu ya... Lebih... Lebih happy deh kayak nya. Wajah nya itu loh... Lebih fresh."
" Seperti nya dia sedang jatuh cinta." Tebak Deddy.
" Jatuh cinta? Mama juga mikir nya sama kayak papa. Soal nya dia pernah cerita sama mama sama cewek yang bikin dia kesal, tapi di ceritain terus sama mama."
" Ada yang berani bikin Zeyden kesal?" Tanya Deddy kaget.
Pasal nya selama ini tidak da perempuan yang berani dekat dengan Zeyden karena sikap Zeyden yang terlalu dingin dan cuek dengan lawan jenis nya.
" Ada lah."
" Itu cewek pasti punya keberanian yang luar biasa. Berani buat Zeyden kesal sekaligus senyum - senyum sendiri gitu." Sahut Deddy terkekeh.
*
*
*
Zeyden dan sang mama bertemu saat akan turun dari anak tangga ke lantai bawah.
" Wangi banget anak mama. Parfum baru kamu ya?" Goda Shafa iseng.
" Mama... Ini parfum yang biasa Zey pakai kok. Biasa saja."
" Tapi ini kewangian Zey. Jangan bilang kamu wangi - wangi gini gara - gara mau ketemu sama cewek yang nyebelin itu?" Tebak Shafa kembali menggoda putra nya.
" Kamu mau ketemu tuh cewek, lebih baik nggak usah pakai parfum deh ma. Biar dia nggak betah dekat sama Zey karena nggak wangi."
" Memang kamu nggak suka dekat - dekat sama tuh cewek?" Tanya Shafa menginjak anak tangga yang terakhir.
" Tuh cewek memang nyebelin, ma. Kemaren ketemu lagi di Mall. Zey bantuin dia waktu dia mau jatuh. Dan mama tahu reaksi bagaiman?" Zeyden menatap Shafa dengan antusias.
Sang mama menaikkan dagu nya bertanya reaksi sang putra selanjut nya.
" Bukan nya bilang terima kasih, dia malah bilang Zey ini sengaja cari kesempatan buat pegang - pegang dia. Gila kan tuh cewek." Jawab Zeyden.
" Cewek gila mana yang marah kamu pegang - pegang?" Sahut Deddy ikut nimbrung bersama istri dan anak nya di meja makan.
" Tuh anak kamu, pa." Ucap Shafa.
" Cewek gila yang selalu bikin Zey kesal setiap kali bertemu." Jawab Zeyden duduk manis di kursi nya.
" Hati - hati... Dari kesal bisa jadi cinta loh, Zey." Kata Deddy sumringah menggoda Zeyden.
Shafa hanya tersenyum lebar melihat suami nya menggoda Zeyden. Tangan nya terus bergerak mengbil nasi dan meletakkan nya ke piring sang suami.
" Jangan sampai deh, pa. Cewek gila." Sahut Zeyden menggeleng pelan.