NovelToon NovelToon
Misteri Obat Kuat di Dompet Suamiku

Misteri Obat Kuat di Dompet Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor jahat / Pelakor / Selingkuh
Popularitas:224
Nilai: 5
Nama Author: Caracaramel

Anton selalu pulang dengan senyum hangat, perhatian yang tak berubah, dan alasan pekerjaan yang terdengar sangat wajar. Terlalu wajar, hingga Nayla tak pernah merasa perlu meragukannya.

Namun ketika satu demi satu kejanggalan kecil muncul, Nayla mulai dihadapkan pada kenyataan pahit. Pengkhianatan tak selalu datang dari sikap yang dingin, melainkan dari kehangatan yang dijaga dengan terlalu rapi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caracaramel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23

Anton menunduk menatap meja. Jemarinya saling meremas, wajahnya pucat seperti sedang kehilangan seluruh warna hidupnya. Sementara Nayla duduk tegak di sofa seberang, menatap suaminya tanpa sedikit pun getaran di wajahnya.

Justru ketenangan Nayla itu yang membuat Anton semakin gelisah.

“Nay…” suara Anton akhirnya keluar dan terdengar pelan, bergetar, seperti seseorang yang baru saja tertangkap basah.

“Aku bisa jelasin.”

Nayla mengangguk kecil. “Silakan.”

Anton membuka mulut lagi, tapi butuh beberapa detik sampai kata-katanya benar-benar keluar.

“Aku ke hotel itu karena, ya, aku butuh tempat buat istirahat. Pekerjaan menumpuk, aku nggak mau bawa beban ke rumah.”

Nayla terkekeh pelan. Tertawa tanpa benar-benar tertawa.

“Tempat istirahat, ya?” Nadanya penuh ironi.

“Berdua sama perempuan lain?”

Anton langsung mengangkat kepala. “Itu nggak seperti yang kamu pikir—”

“Mas,” potong Nayla lembut, “aku lihat sendiri Lestari meluk pinggang Mas dengan tangannya. Dia berdiri menempel Mas seperti pasangan.”

Anton terdiam.

Nayla menatap suaminya tajam.

“Jadi, bagian mana yang bukan seperti yang aku pikir?”

Anton mengusap wajahnya dengan kasar, frustrasi. “Oke, aku salah. Aku akui aku salah. Tapi, aku cuma lagi kacau, Nay. Banyak tekanan. Lestari cuma teman. Dia cuma temenin aku ngobrol, tempat cerita. Aku—”

Nayla mengangkat satu alis.

“Teman yang kamu tiduri?”

Anton membeku.

Kata itu menamparnya. Nayla tidak menghindar. Dia mengatakannya tepat, jujur, seperti kenyataan pahit yang tidak bisa ditutupi lagi.

“Nayla…” Anton mencoba meraih tangan istrinya, tetapi Nayla menariknya menjauh.

Anton menghela napas panjang, kedua bahunya turun dan terlihat raut menyerah di wajahnya.

“Aku… aku khilaf.”

Nayla tersenyum miris. “Khilaf? Dua hari? Berulang kali? Di hotel yang sama? Berbohong berkali-kali? Itu bukan khilaf, Mas. Itu pilihan. Itu juga yang aku tahu cuma dua hari. Selebihnya? Cuma kalian yang tahu."

Anton segera gelagapan. “Aku nggak pernah niat nyakitin kamu. Demi Allah, Nay. Kamu harus percaya aku. Aku sayang sama kamu, sama Dea. Aku cuma…”

“Jangan bawa-bawa nama Allah untuk nutupin semua kebohongan kamu. Kamu ini benar-benar nggak ada takutnya lagi sama Allah ya?" mata Nayla melotot marah. " Kamu mau bilang cuma apa?” Nayla menatap lurus.

“Cuma butuh pelarian?”

Anton memejamkan mata. Ketika dia membuka lagi, bola matanya berkaca-kaca.

“Aku beneran cuma khilaf Nay. Aku cuma ngerasa kamu kurang kalau cuma sama kamu. Aku ngerasa kamu nggak kayak dulu lagi,"

Nayla mendengarnya tanpa bereaksi.

“Oh! Jadi ini salahku?” tanyanya pelan.

“Bukan begitu maksudku—”

“Mas bilang aku nggak kayak dulu?” Nayla tertawa hambar.

“Mas pikir siapa yang urus rumah? Siapa yang bangun paling pagi? Siapa yang temani Dea belajar? Siapa yang setia nunggu Mas lembur, padahal ternyata Mas sedang tidur sama wanita lain? Di bagian mananya aku nggak kayak dulu lagi? Bagian ranjang? Bukannya memang Mas yang nggak mau nyentuh aku lagi?"

Anton langsung terdiam.

Nayla melanjutkan, suaranya masih tenang, tapi penuh luka. “Aku nggak ada berubah seujung kuku pun, Mas. Mas cuma memang nggak bisa bersyukur makanya merasa kurang kalau cuma sama aku aja."

Anton menunduk. Tangannya gemetar di pangkuan.

“Aku cinta kamu, Nay,” katanya lirih.

“Aku nggak mau kehilangan kamu. Tolong, jangan pergi.”

Nayla memejamkan mata sejenak, menahan gejolak di dadanya.

“Lalu Mas nggak mikir aku yang kehilangan? Aku kehilangan rasa hormatku sendiri saat memaafkan laki-laki yang bolak-balik berbohong.”

Anton bangkit dari kursinya dan berlutut di lantai, tepat di depan Nayla.

“Nayla, tolong. Aku janji aku bisa berubah. Aku janji aku bisa perbaiki semuanya. Kita bisa bicarain ini baik-baik.”

Nayla memandang Anton, lelaki yang pernah dia kagumi, dia cintai, dan dia percaya berkali-kali tanpa ragu.

“Siapa yang rekam video kalian?” tanya Nayla tiba-tiba.

Anton menegang. “Apa?”

“Lestari.” Nayla menahan air matanya. “Dia yang rekam, kan?”

Anton tidak menjawab. Jawabannya jelas. Suaranya bahkan enggan untuk keluar.

Nayla meremas jarinya sendiri sampai memutih. “Mas sadar nggak? Betapa rendah harga dirinya perempuan itu? Betapa dia bangga merusak rumah tangga orang lain? Dan Mas? Mas izinkan?”

Anton meraih lutut Nayla. “Nay, tolong jangan lihat aku seburuk itu.”

“Apa bedanya?”

Nayla menarik kakinya menjauh.

“Aku nggak bisa hormat sama laki-laki yang tidur dengan ibu temannya anaknya.”

Anton memejamkan mata kuat-kuat, seolah kata-kata itu menyayat dadanya.

“Nayla, aku mohon jangan bilang apa-apa ke Dea. Jangan rusakin hidup anak kita.”

Nayla menahan napas.

“Mas yang rusak semua itu bukan aku.”

dia menunjuk dada Anton.

“Itu Mas.”

Anton terdiam lama. Napasnya terdengar berat.

“Apa kamu mau cerai?” tanya Anton akhirnya, suara nyaris patah.

Pertanyaannya memenuhi ruang seperti bom yang baru meledak. Nayla tidak langsung menjawab. Dia menatap suaminya, mempelajari setiap garis wajah, setiap rasa takut yang tampak jelas di mata Anton.

“Aku belum putuskan,” jawab Nayla jujur.

“Aku butuh waktu.”

Anton mengangguk cepat, seperti orang tenggelam yang akhirnya mendapat udara.

“Ambil waktu berapa pun yang kamu perlu. Aku bakal buktiin kalau aku bisa berubah.”

Nayla tersenyum sangat tipis, hampir tak terlihat.

“Berubah?” Ia menggeleng pelan.

“Mas bahkan belum minta maaf karena sudah bohong.”

Anton tertegun.

Lalu perlahan, suaranya pecah.

“Aku minta maaf, aku bener-bener minta maaf, Nay,” Dia menunduk dalam-dalam, suaranya bergetar.

“Aku nyakitin kamu. Aku khianatin kamu. Aku minta kesempatan kedua.”

Nayla menatapnya lama.

“Satu hal lagi,” kata Nayla dingin.

Anton menatapnya cepat. “Apa saja, aku bakal lakukan.”

“Putuskan hubungan dengan Lestari. Malam ini juga.”

Anton terdiam. Sekejap. Lalu ia mengangguk cepat, hampir putus asa.

“Aku akhiri sekarang juga. Aku sumpah, Nay. Aku akhiri.”

Nayla tidak menjawab. Dia berdiri. Raut wajahnya datar, tidak ada ekspresi yang dapat dibaca.

“Baik. Kita lihat nanti.”

Anton berdiri juga, seolah takut Nayla akan pergi begitu saja.

“Nay…”

Tapi Nayla sudah berjalan ke kamar Dea. Dia membuka pintu pelan. Dea sudah tidur. Napasnya lembut, wajahnya damai.

Nayla duduk di pinggir ranjang dan mengusap rambut Dea. Air matanya akhirnya jatuh diam-diam dan tanpa suara. Air mata itu bukan untuk Anton, bukan untuk rumah tangganya ataupun untuk pengkhianatan itu.

Air mata itu jatuh untuk Dea. Untuk masa depan anaknya yang mungkin tidak lagi sama.

Di ruang tengah, Anton terdengar menelpon seseorang. Suaranya rendah, tegang, seperti memaksakan keputusan yang bukan dari dirinya.

Nayla menutup pintu kamar, memeluk dirinya sendiri. Dalam hati, dia tahu, tidak ada apa pun di rumah ini yang akan sama lagi mulai besok.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!