Suara Raja Bramasta terdengar tegas, namun ada nada putus asa di dalamnya
Raja Bramasta: "Sekar, apa yang kau lakukan di sini? Aku sudah bilang, jangan pernah menampakkan diri di hadapanku lagi!"
Suara Dayang Sekar terdengar lirih, penuh air mata
Dayang Sekar: "Yang Mulia, hamba mohon ampun. Hamba hanya ingin menjelaskan semuanya. Hamba tidak bermaksud menyakiti hati Yang Mulia."
Raja Bramasta: "Menjelaskan apa? Bahwa kau telah menghancurkan hidupku, menghancurkan keluargaku? Pergi! Jangan pernah kembali!"
Suara Ibu Suri terdengar dingin, penuh amarah
Ibu Suri: "Cukup, Bramasta! Cukup sandiwara ini! Aku sudah tahu semuanya. Aku tahu tentang hubunganmu dengan wanita ini!"
Bintang Senja terkejut mendengar suara ibunya. Ia tidak pernah melihat ibunya semarah ini sebelumnya.
Raja Bramasta: "Kandahar... dengarkan aku. Ini tidak seperti yang kau pikirkan."
Ibu Suri: "Tidak seperti yang kupikirkan? Jadi, apa? Kau ingin mengatakan bahwa kau tidak berselingkuh dengan dayangmu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainul hasmirati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kuda Hitam dan Jalanan Sepi
Kuda hitam yang ditunggangi Bintang tampak gagah dan kuat. Ia melangkah dengan mantap, seolah tak terpengaruh oleh kegelapan dan kesunyian malam. Bintang menggenggam erat tali kekang, membiarkan kudanya membawanya menuju tujuan yang belum pasti.
"Apakah Yang Mulia tidak lelah?" tanya Larasati, yang menunggangi kuda di belakang Bintang. Suaranya terdengar khawatir.
"Aku baik-baik saja, Larasati," jawab Bintang.
"Kita harus terus berjalan. Kita tidak bisa berhenti sekarang."
"Tapi, kita sudah berkuda selama berjam-jam. Kuda kita juga butuh istirahat."
Bintang menghela napas. Ia tahu Larasati benar. Mereka sudah berkuda sejak meninggalkan istana, dan mereka belum berhenti untuk beristirahat. Namun, ia juga tidak ingin mengambil risiko. Ia takut para pengejar akan segera menyusul mereka.
"Baiklah," kata Bintang akhirnya.
"Kita istirahat sebentar. Tapi, kita harus tetap waspada."
Mereka menepi ke pinggir jalan, mencari tempat yang aman untuk beristirahat. Mereka menemukan sebuah gubuk tua yang tampak kosong. Bintang memutuskan untuk berhenti di sana.
"Gubuk ini tampak sepi," kata Larasati.
"Apakah aman untuk kita beristirahat di sini?"
"Kita tidak punya pilihan lain," jawab Bintang.
"Kita harus percaya bahwa tidak ada orang di sini."
Mereka turun dari kuda mereka dan memasuki gubuk itu. Gubuk itu tampak berdebu dan tidak terawat. Jaring laba-laba tergantung di langit-langit, dan lantai kayu berderit saat diinjak.
"Tempat ini menyeramkan," kata Larasati.
"Jangan khawatir," kata Bintang. "Kita hanya akan beristirahat sebentar."
Mereka menyalakan api unggun kecil di tengah gubuk untuk menghangatkan tubuh mereka. Bintang mengeluarkan beberapa potong roti dan keju dari tasnya, lalu membagikannya kepada Larasati.
"Kita harus menghemat makanan kita," kata Bintang.
"Kita tidak tahu kapan kita akan menemukan makanan lagi."
"Hamba mengerti, Yang Mulia," jawab Larasati.
Mereka makan dalam diam, sambil mendengarkan suara angin yang berhembus di luar gubuk. Suasana terasa tegang dan tidak nyaman.
"Apakah Yang Mulia tahu kemana kita akan pergi?" tanya Larasati.
"Aku belum tahu," jawab Bintang.
"Aku hanya tahu bahwa kita harus menjauhi
istana."
"Yang Mulia, apakah kita sudah jauh dari istana?"
"Aku rasa begitu. Tapi, kita harus terus berjalan."
"Tapi, bagaimana jika kita tersesat?"
"Kita tidak akan tersesat," kata Bintang.
"Tempat ini menakutkan. Aku tidak suka berada di sini."
"Aku juga tidak suka. Tapi, kita harus bertahan."
"Aku percaya, kita akan menemukan jalan yang benar."
"Tempat ini menyeramkan. Apakah aman untuk kita beristirahat di sini?"
"Kita tidak punya pilihan lain. Kita harus percaya bahwa tidak ada orang di sini."
"Apakah Yang Mulia tahu kemana kita akan pergi?"
"Aku belum tahu. Aku hanya tahu bahwa kita harus menjauhi istana."
Tiba-tiba, mereka mendengar suara derap kuda mendekat. Bintang dan Larasati terkejut. Mereka segera mematikan api unggun dan bersembunyi di balik dinding gubuk.
"Siapa itu?" bisik Larasati.
"Aku tidak tahu," jawab Bintang.
"Kita harus berhati-hati."
Suara derap kuda semakin dekat. Bintang mengintip dari balik dinding gubuk. Ia melihat sekelompok prajurit berkuda berhenti di depan gubuk itu.
"Apakah ini tempatnya?" tanya seorang prajurit.
"Sepertinya begitu," jawab prajurit yang lain.
"Kita harus memeriksa gubuk ini."
Para prajurit turun dari kuda mereka dan mendekati gubuk itu. Bintang dan Larasati semakin tegang. Mereka tahu, mereka akan segera tertangkap.
"Buka pintunya!" seru seorang prajurit.
"Kami tahu kalian ada di dalam!"
Bintang dan Larasati tidak menjawab. Mereka tetap bersembunyi di balik dinding gubuk.
"Kita harus bersembunyi." seru putri Bintang
Para prajurit mendobrak pintu gubuk itu. Mereka masuk ke dalam, mencari Bintang dan Larasati.
"Di mana mereka?" tanya seorang prajurit.
"Aku tidak tahu," jawab prajurit yang lain.
"Mereka pasti bersembunyi di suatu tempat."
Para prajurit mulai menggeledah gubuk itu. Mereka memeriksa setiap sudut dan celah. Bintang dan Larasati semakin ketakutan.
Tiba-tiba, seorang prajurit menemukan Bintang dan Larasati bersembunyi di balik dinding gubuk.
"Di sana mereka!" seru prajurit itu.
Para prajurit mengepung Bintang dan Larasati. Mereka tidak punya kesempatan untuk melarikan diri.
"Kalian berdua, menyerah!" seru seorang prajurit.
"Kalian telah melanggar hukum kerajaan!"
Bintang menatap para prajurit dengan tatapan yang penuh tekad. "Kami tidak akan menyerah," katanya.
"Kami lebih baik mati daripada kembali ke istana."
"Kalau begitu, kami tidak punya pilihan lain," kata prajurit itu. "Tangkap mereka!"
Para prajurit menyerbu Bintang dan Larasati. Bintang mengeluarkan belatinya dan bersiap untuk bertarung. Larasati juga mengambil sepotong kayu dan bersiap untuk melindungi dirinya sendiri.
"Larasati, lari lah!" seru Bintang. "Aku akan menahan mereka!"
"Tidak, Yang Mulia! Hamba tidak akan meninggalkan Yang Mulia!" jawab Larasati.
"Ini perintah!" bentak Bintang. "Pergilah! Cari bantuan!"
Dengan berat hati, Larasati berlari meninggalkan Bintang. Para prajurit mencoba mengejar Larasati, namun Bintang menghalangi jalan mereka.
"Kalian tidak akan lolos!" seru Bintang.
Bintang bertarung dengan gagah berani. Ia melawan para prajurit dengan sekuat tenaga. Namun, jumlah prajurit terlalu banyak. Bintang mulai kewalahan.
Tiba-tiba, seorang prajurit berhasil memukul Bintang dengan gagang pedangnya. Bintang terhuyung dan jatuh ke tanah.
"Yang Mulia!" seru Larasati, yang melihat Bintang terjatuh.
Larasati berlari kembali ke arah Bintang. Ia mencoba membantu Bintang untuk berdiri.
"Jangan mendekat!" seru seorang prajurit. "Kalau tidak, kami akan membunuhmu!"
Larasati tidak menghiraukan ancaman prajurit itu. Ia terus berusaha membantu Bintang untuk berdiri.
"Larasati, pergilah!" kata Bintang dengan suara lemah. "Selamatkan dirimu!"
"Tidak, Yang Mulia! Hamba tidak akan meninggalkan Yang Mulia!" jawab Larasati.
Para prajurit mengepung Bintang dan Larasati. Mereka siap untuk menangkap mereka.
Tiba-tiba, terdengar suara lolongan serigala yang memekakkan telinga. Para prajurit terkejut dan berhenti sejenak.
pada saat yang krusialnya dari balik pepohonan, muncul seekor serigala hitam besar. Serigala itu menatap para prajurit dengan tatapan yang tajam dan menakutkan yang siap memakan mangsanya di tempat.
"Serigala!" seru seorang prajurit. "Kita harus berhati-hati!"
Serigala itu melompat ke arah para prajurit. Para prajurit ketakutan dan mencoba melarikan diri.
Serigala itu menyerang para prajurit dengan ganas. Ia menggigit dan mencakar mereka dengan cakarnya yang tajam. Para prajurit berteriak kesakitan dan ketakutan.
Dalam situasi kekacauan itu, Bintang dan Larasati berusaha diam diam kabur dan berhasil melarikan diri. Mereka menunggangi kuda mereka dan memacu kudanya secepat mungkin.
"Terima kasih, serigala!"
"Kita beruntung serigala itu datang."
"Kita berhasil lolos!" seru Larasati dengan lega.
"Jangan senang dulu," kata Bintang. "Kita masih belum aman."
Mereka terus memacu kuda mereka sepanjang malam, menjauhi para prajurit dan serigala hitam itu. Mereka tidak tahu kemana mereka akan pergi, namun mereka tahu bahwa mereka harus terus berjalan.