Mengisahkan Keyla Ayunda seorang janda yang baru saja kehilangan saja kehilangan suaminya namun harus menghadapi kenyataan bahwa sang adik ipar rupanya menyimpan perasaan padanya. Drama pun terjadi dengan penuh air mata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berbagi Haru Setelah Drama
Sementara Rezi bergegas menuju kantornya yang hancur, Keyla mengejarnya. Ia merasakan rasa bersalah yang mendalam.
“Rezi, aku minta maaf,” kata Keyla, wajahnya penuh air mata. “Ini semua salahku. Aku yang membuatmu menjadi targetnya!”
Rezi menatap Keyla, matanya kini dipenuhi tekad yang dingin, bukan lagi cinta yang obsesif. “Bukan salahmu, Keyla. Ini salahku karena meremehkan kegilaan Nazlian. Tapi dia sudah melewati batas. Terorisme tidak akan dimaafkan.”
Keyla tahu, pertempuran ini masih jauh dari selesai. Di tengah kehancuran ini, ia menyadari satu hal. Ia membutuhkan pelarian dari kekerasan, kebohongan, dan dendam yang mengelilinginya. Ia membutuhkan tempat yang murni.
"Aku akan mencari tahu di mana dia bersembunyi. Aku akan menggunakan semua yang tersisa dariku untuk memenjarakannya,” Rezi bersumpah.
****
Pengadilan Negeri Bandung menjadi saksi bisu atas pertarungan hukum yang luar biasa antara integritas dan fitnah. Kasus pembakaran Dapur Magnolia yang menyeret Bu Runi Rosilawati akhirnya disidangkan.
Zehra Magnolia duduk tenang di sisi pelapor, mengenakan pakaian rapi, siap untuk menyampaikan kesaksiannya. Di seberangnya, Bu Runi didampingi pengacaranya, wajahnya keruh dan penuh penolakan.
Saat jaksa membacakan dakwaan, merinci bukti-bukti kuat—termasuk kesaksian preman dan bukti transfer dana—Bu Runi mulai gelisah. Ketika tiba giliran pengacara Zehra memaparkan kerusakan dan penderitaan kliennya, kesabaran Bu Runi habis.
“Kebohongan! Semua itu bohong!” tiba-tiba Bu Runi berteriak, memecah keheningan ruang sidang.
Hakim mengetuk palu berulang kali, memerintahkan ketenangan, tetapi Bu Runi sudah lepas kendali.
“Dia yang bersalah! Wanita itu tidak waras!” Bu Runi menunjuk Zehra dengan jari yang gemetar. “Zehra Magnolia adalah wanita gila yang suka berhalusinasi dan memenjarakan wanita tak bersalah!”
Ia berdiri dari tempat duduknya, mengabaikan pengacaranya yang mencoba menahannya. Air mata palsu mengalir di wajahnya, menciptakan drama yang dibuat-buat.
"Dia memalsukan bukti itu! Dia menyuruh preman itu untuk berbohong! Saya adalah seorang guru yang terhormat! Warung saya sepi karena dia memakai pesugihan, dan sekarang dia membakar warungnya sendiri agar bisa menuduh saya!” Bu Runi meraung, menciptakan narasi yang benar-benar terbalik dan absurd.
Sontak saja ruangan sidang menjadi gaduh. Para pengunjung berbisik-bisik, beberapa terkejut, beberapa yang lain menunjukkan simpati palsu. Bu Runi berhasil menciptakan keraguan di tengah bukti yang gamblang. Ia menggunakan senjata terakhirnya: menuduh korban sebagai pelaku dengan dalih ‘kegilaan’.
Zehra menatap Bu Runi dengan tatapan dingin. Ia tidak lagi marah, tetapi iba. Ia melihat betapa jauhnya kebencian bisa merusak seseorang.
“Yang Mulia,” kata pengacara Zehra, berdiri tegak, memotong keributan itu dengan suara yang tegas. “Saya memiliki bukti. Saya memiliki saksi. Klien saya hanya membela diri dari serangan karakter yang kejam dan serangan fisik yang merusak. Biarkan pengadilan melihat fakta, bukan drama yang dibuat-buat.”
Meskipun Zehra tetap tenang, drama Bu Runi berhasil memperlambat proses hukum. Ia menolak semua tuduhan dan bersikeras bahwa ia adalah korban dari “halusinasi” Zehra.
***
Sementara drama hukum lokal Zehra berlarut-larut, di Jakarta, teror yang dilancarkan Nazlian Inci semakin brutal dan tak terhindarkan.
Rezi Deja baru saja selesai menilai kerusakan di kantor pusat PT. DEJATAMA, ia sudah memerintahkan perbaikan total dan peningkatan keamanan. Ia yakin, setelah ledakan pertama, Nazlian akan mereda. Ia salah.
Malam harinya, sebuah gudang penyimpanan aset Rezi—termasuk koleksi mobil mewahnya yang bernilai jutaan dolar—di pinggiran Jakarta, diserang. Kali ini, Nazlian menggunakan peledak yang lebih besar dan api yang lebih ganas.
Saksi mata melaporkan mendengar ledakan besar, diikuti oleh kobaran api yang menerangi langit malam. Properti Rezi luluh lantak menjadi puing-puing hangus dan asap. Kerugian finansial yang ditimbulkan tak terhitung.
Rezi tiba di lokasi, melihat sisa-sisa koleksi yang ia banggakan kini menjadi besi tua yang terbakar. Wajahnya tidak lagi menunjukkan kesedihan, melainkan kemarahan yang membatu. Nazlian tidak hanya menyerang bisnisnya; ia menyerang harga dirinya.
“Dia tidak akan berhenti,” bisik Rezi, tangannya mengepal. “Dia ingin menghancurkanku total.”
****
Jauh di tempat persembunyiannya yang rahasia, Nazlian Inci kembali menyaksikan liputan berita tentang kehancuran properti Rezi.
Wanita itu tertawa histeris, tawa yang tak wajar, menggema di ruangan sunyi. “Pria bodoh! Kau tidak bisa menyentuhku! Aku bisa menyentuh semua yang kau cintai! Ini adalah komedi! Komedi darah dan api!
Nazlian merasa tak terkalahkan. Ia telah kehilangan segalanya, tetapi kini ia mendapatkan kekuatan baru dari kehancuran yang ia ciptakan. Ia menjadi iblis tanpa wajah, mengendalikan kekacauan dari jauh.
Lucia Rodriguez, yang sedang mengamankan aset Nazlian di Eropa, menerima kabar tentang serangan itu. Ia tidak tertawa. Ia merasa terganggu.
“Nazlian tidak lagi takut pada penjara. Dia hanya ingin kehancuran,” bisik Lucia pada dirinya sendiri. Ia tahu, perburuan ini harus diakhiri.
****
Keyla Ayunda menerima kabar serangan kedua Nazlian dengan rasa takut yang mendalam. Ia menyadari bahwa ia dan Rezi telah memicu kemarahan yang tidak bisa dihentikan.
Ia duduk di sofa, kembali menatap foto Ardito. Ia telah menemukan kebenaran tentang pembunuhnya, tetapi kebenaran itu membawanya ke dalam perang yang lebih besar.
Keyla tahu, ia tidak bisa mengandalkan Rezi untuk memberinya kedamaian. Rezi hanya akan membawa lebih banyak kekacauan.
“Aku harus pergi,” bisik Keyla. Ia harus melarikan diri, bahkan jika hanya untuk beberapa jam. Ia harus mencari kebenaran yang sederhana, yang tidak terkontaminasi oleh kekerasan ini.
****
Setelah insiden pembakaran dan drama ruang sidang Bu Runi, Dapur Magnolia bangkit kembali, dan citra Zehra di mata masyarakat semakin kuat. Masyarakat tidak hanya melihatnya sebagai korban, tetapi sebagai ikon ketahanan dan kejujuran.
Saat Daging Asap Bumbu Rempah Zehra menjadi viral, ulasan-ulasan positif membanjiri media. Pelanggan memuji cita rasa masakan Zehra yang kaya, otentik, dan lezat—bukti tak terbantahkan bahwa Zehra hanya mengandalkan bakat dan kerja keras, bukan "penglaris" seperti yang difitnahkan.
“Ini bukan hanya makanan, ini adalah rasa rumah yang jujur,” tulis seorang kritikus makanan terkenal. “Daging Asap ini adalah perayaan rempah Indonesia, perpaduan sempurna antara rasa pedas, manis, dan aroma yang dalam. Dapur Magnolia adalah bukti bahwa integritas dalam memasak akan selalu menang.”
Pengakuan luas ini memberikan Zehra kekuatan dan stabilitas yang ia butuhkan. Ia memutuskan untuk menggunakan platformnya untuk kebaikan, membagikan rezekinya kepada mereka yang membutuhkan.
Pagi itu, Zehra bersama Nunik dan beberapa karyawan serta relawan, mengunjungi panti asuhan yatim piatu di pinggiran kota. Mereka tidak hanya membawa donasi uang tunai, tetapi juga makanan yang mereka masak dengan cinta.
Aroma Daging Asap Bumbu Rempah memenuhi ruangan, disambut senyum gembira dari puluhan anak yatim piatu.
“Hari ini kita berbagi rasa cinta dan harapan,” kata Zehra, matanya berkaca-kaca melihat kebahagiaan anak-anak itu.