Vanya sengaja menyamar menjadi sekretaris yang culun di perusahaan milik pria yang dijodohkan dengannya, Ethan. Dia berniat membuat Ethan tidak menyukainya karena dia tidak ingin menikah dan juga banyaknya rumor buruk yang beredar, termasuk bahwa Ethan Impoten. Tapi ....
"Wah, ternyata bisa berdiri."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22
Vanya mendorong Ethan dengan keras hingga Ethan kembali bersandar di kursinya sambil terkekeh geli. Vanya mengalihkan pandangannya, melihat jalanan yang masih basah diterpa sisa gerimis, tetapi pikirannya kini tertuju pada ancaman baru yaitu kebaikan Ethan yang tiba-tiba setelah tahu bahwa dirinya adalah wanita malam itu.
"Gimana kalau Ethan terus bersikap begini?" gumam Vanya dalam hati dengan wajah yang cemberut. "Dia begini pasti karena punya pikiran kotor. Mana mungkin dia jatuh cinta sama aku? Dia cuma tertarik karena aku wanita malam itu. Iya, itu pasti. Dia kan hyper, pasti sudah ingin melakukannya lagi."
Dua puluh menit berlalu dalam keheningan, hanya terdengar suara wiper mobil. Vanya merasa atmosfer di dalam mobil itu semakin menyesakkan.
Akhirnya mobil itu melewati sebuah gang sempit. "Berhenti di sini, Pak," kata Vanya cepat.
Setelah mobil itu berhenti di kawasan kos yang sederhana, Vanya buru-buru keluar. Dia tidak menoleh ke belakang seolah dikejar hantu. "Terima kasih," katanya singkat.
Namun, saat Vanya masuk ke dalam lorong kos, dia mendengar suara langkah kaki di belakangnya. Ethan justru ikut keluar dan mengikutinya.
"Ngapain sih dia ngikutin aku! Dasar kepo!" gerutu Vanya sambil menggeledah tasnya, mencari kunci kamar kos itu.
Setelah menemukan kunci, buru-buru dia membuka pintu kamar kos yang sederhana itu dan masuk begitu saja, lalu menutupnya dengan bantingan kecil. Dia tidak lupa mengunci pintu.
Di luar, Ethan berdiri di depan pintu itu. Dia tersenyum tipis, senyum yang menunjukkan kemenangan.
"Jadi dia beneran kos di sini," gumam Ethan. "Yang terpenting, aku sudah menemukanmu."
Ethan tidak mencoba mengetuk atau memanggil. Dia hanya memindai lingkungan kos itu sejenak, mengunci lokasi Vanya, lalu berbalik dan pergi dari tempat itu.
Di balik pintu kos itu, Vanya bersandar, menghela napas lega saat mendengar suara langkah kaki Ethan menjauh.
"Ethan semakin meresahkan," kata Vanya, dia mengusap dadanya yang . "Aku harus hati-hati. Jangan sampai terpikat kemesumannya lagi."
Vanya berjalan pelan, menjatuhkan dirinya di tepi ranjang sederhana yang sebenarnya tidak pernah dia tiduri. Dia segera menghubungi Vian.
"Kak Vian di mana?" tanya Vanya.
"Aku dalam perjalanan pulang. Kenapa?" tanya Vian dari seberang telepon.
"Jemput aku di tempat kos Bu Tiara sekarang," pinta Vanya. "Nanti aku ceritain. Aku lagi butuh teman cerita. Urgent banget!"
"Ya sudah, aku langsung ke sana. Kamu tunggu sebentar," putus Vian.
Vanya memutuskan panggilan itu. Dia meringkuk di ranjang dan memeluk bantal. Pikirannya dipenuhi dengan tatapan intens Ethan, sentuhan hangat, dan bisikan tentang dirinya.
"Aduh, kenapa hatiku jadi ikut-ikutan cemas begini sih! Apa akhirnya aku akan menikah dengan Ethan? Rasanya semakin aku menolaknya, Ethan semakin dekat."
Vanya terus meringkuk di kamar kos itu hingga akhirnya terdengar suara ketukan pintu.
"Itu pasti Kak Vian." Vanya segera bangkit dan membuka pintu kamar itu. Benar saja, kakaknya yang kadang baik kadang tidak itu sudah berdiri di depan pintu.
"Akhirnya Kak Vian datang juga. Sini, aku mau cerita tentang Ethan." Vanya menarik Vian masuk ke dalam kamar kos itu dan menutup pintunya.
"Vanya, kamu pakai baju siapa?" tanya Vian sambil menatap penampilan adiknya. Dia menahan tawanya karena sepertinya Vanya sudah terpikat dengan pesona Ethan.
"Bajuku basah karena kehujanan pas keluar sama Ethan. Jadi, aku mampir ke rumahnya dan ganti pakai baju ini. Kak Vian, Ethan sudah tahu kalau aku wanita malam itu dan tiba-tiba saja dia berubah drastis. Lebih perhatian, membuatku merinding."
"Sudah tahu? Tapi dia belum tahu kalau kamu yang dijodohkan dengannya?"
Vanya menggelengkan kepalanya. "Sepertinya belum. Makanya, aku minta dia mengantarku ke sini. Menurut Kak Vian, apa bisa pria jatuh cinta karena one night stand?"
"Ya, bisa saja. Tapi itu tandanya naf su lebih besar dari rasa cintanya. Kamu hati-hati. Jangan mau melakukannya lagi sebelum dia benar-benar serius sama kamu."
Vanya mengangguk cepat sambil menggembungkan pipinya. "Iya. Aku juga menyesal sudah melakukannya dengan Ethan. Seandainya saja Sadam tidak memberiku minuman waktu itu, pasti aku tidak akan lepas kendali."
Seketika Vian memegang kedua lengan Vanya. "Jadi sebenarnya Sadam yang ingin memanfaatkan kamu?!"
Vanya mengangguk lagi. "Gak kebayang kalau aku tidur sama Sadam. Bisa hancur masa depanku. Masih jauh lebih baik Ethan. Sadam itu cowok brengsek."
Vian menghela napas panjang. "Kalau aku bertemu dengannya, aku akan menghajarnya agar dia tidak berani mendekati kamu lagi." Kemudian Vian mengambil tas Vanya dan membawanya membuka pintu.
"Kak Vian, ternyata sayang sama aku," kata Vanya sambil bergelayut manja di lengan kakaknya.
"Ya iyalah, kamu adikku satu-satunya." Vian mencubit kecil hidung Vanya. Lalu, dia menutup pintu kos itu.
"Kamu Vanya kan? Sekretaris Pak Ethan?"
Suara itu membuat Vanya dan Vian menoleh. Vanya masih bergelayut di lengan kakaknya. Ternyata dia adalah Rosa yang sedang bersama Sadam.
"Kak Vian, sedang apa di sini?" tanya Sadam sambil mendekati Vian. "Kak Vian punya hubungan sama dia?" tanya Sadam sambil menunjuk Vanya merendahkannya.
Saat itu Vanya memang masih memakai kacamatanya. Rambutnya juga dia ikat asal, pasti Sadam masih tidak menduga siapa dia sebenarnya.
"Memang kenapa?" jawab Vian santai. "Kamu ngapain ke sini? Kamu ke tempat kos wanita ini?" Vian menunjuk Rosa sambil tersenyum merendahkan.
Seketika Sadam menjauh dari Rosa. "Kebetulan ada pekerjaan yang harus aku bahas."
"Oo, kerja kelompok. Tidak apa-apa. Aku tidak peduli apa yang kamu lakukan, asal kamu tidak lagi mendekati adikku. Kalau sampai kamu mendekatinya lagi, aku tidak akan tinggal diam," kata Vian. Dia mengajak Vanya segera pergi dari tempat itu daripada emosinya semakin terpancing.
Namun, Sadam masih saja mengikutinya. "Kak Vian, aku dan Vanya saling suka. Vanya sudah mengejarku sejak SMA. Iya, aku salah karena tidan memperhatikannya sejak dulu."
Vanya melebarkan kedua matanya. Dih, pede sekali!
Kemudian dia tertawa cukup keras. "Mimpi! Kamu berharap kecipratan hartanya makanya ingin mengejarnya. Kamu kan sudah punya pacar. Kamu tidak setara dengannya, apalagi pria brengsek seperti kamu."
"Aku tidak bicara sama kamu! Jangan-jangan kamu yang sengaja mengejar Kak Vian karena uang. Perempuan seperti kamu juga tidak pantas sama Kak Vian. Jangan karena nama kamu sama kamu menganggap dirimu sekelas Vanya."
Vian mengangkat tangannya dan memukul Sadam dengan keras. "Aku peringatkan, jangan pernah ganggu Vanya. Vanya adikku, maupun Vanya ini."
Vanya tersenyum mengejeknya. Dia tetap bergelayut di lengan Vian sambil berjalan menuju mobilnya. "Kak Vian hebat," bisik Vanya di dekat telinga kakaknya.
Sadam mengusap bibirnya yang berdarah. "Sial! Lihat saja, aku akan membalas kamu!"