Semua orang di sekolah mengenal Jenny: cantik, modis, dan selalu jadi pusat perhatian tiap kali ia muncul.
Semua orang juga tahu siapa George: pintar, pendiam, dan lebih sering bersembunyi di balik buku-buku tebal.
Dunia mereka seolah tidak pernah bersinggungan—hingga suatu hari, sebuah tugas sekolah mempertemukan mereka dalam satu tim.
Jenny yang ceria dan penuh percaya diri mulai menemukan sisi lain dari George yang selama ini tersembunyi. Sedangkan George, tanpa sadar, mulai belajar bahwa hidup tak melulu soal nilai dan buku.
Namun, ketika rasa nyaman berubah menjadi sesuatu yang lebih, mereka harus menghadapi kenyataan: apakah cinta di antara dua dunia yang berbeda benar-benar mungkin?
Spin off dari novel Jevan dan Para Perempuan. Dapat di baca secara terpisah 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sitting Down Here, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Antara Suka dan Iba
"Iya, kamu tak salah dengar, George. Mamanya Jenny, juga mamanya Louisa dan Jevan yang selama ini mengaku sebagai kakaknya adalah para penari di La Femme. Tapi itu hanya setiap akhir pekan atau hari-hari libur besar. Di hari lain mereka bekerja sebagai wanita penghibur atau wanita panggilan"
George ingin bertanya lebih lanjut tetapi ia takut akan jawaban dari Eddie.
"Go ahead, tanyakan saja, George"
"Bagaimana kamu tahu kalau aku akan bertanya?"
"George, aku kan sudah kenal kamu sejak kamu masih bayi, jadi tentu saja aku tahu"
"Baiklah ... Bagaimana dengan Jenny dan Louisa? Apakah mereka akan jadi seperti mama mereka?"
"Iya, George. Nanti kalau usia mereka sudah matang"
"Ya Tuhan ... Pantas saja Jenny tadi bicara seperti itu ... "
"Memangnya Jenny bicara apa, George?"
"Dia bilang selama ini dia malas sekolah karena dia sudah tahu masa depannya seperti apa"
"Hmm ... Ya, dia memang sudah tahu soal itu. Tapi aku khawatir waktunya hanya tinggal sedikit lagi karena aku pernah melihatnya berdebat dengan Nino di depan gang"
"Jenny bahkan belum berumur 16 tahun, Eddie! Kok si Nino itu bisa begitu teganya terhadap Jenny sih!"
"Memang begitulah orangnya, George. Aku dengar Jevan juga sudah mulai bekerja sebelum berumur 17 tahun"
"Ini benar-benar gila! Eddie, apakah kita tak bisa melakukan sesuatu untuk mencegahnya?"
"Entahlah, sepertinya tidak bisa, George. Karena aku dengar Nino itu punya kenalan polisi yang namanya berpengaruh jadi ia merasa kebal hukum"
"Apakah Jevan juga tidak bisa melindunginya?"
"Jevan hanya bisa melindungi mereka sampai mereka cukup umur, setelah itu ia juga tak bisa berbuat apa-apa"
George lalu mengerang keras karena merasa frustasi. Lalu ia mengingat sesuatu.
"Oh iya, Eddie. Aku ingin minta tolong sesuatu padamu. Crash atau Craig temanku yang di klab sains tadi berkata kalau ia tahun kemarin tak naik kelas seperti aku karena ia katanya jatuh cinta sama tetangganya Jenny. Tolong cari tahu siapa orangnya"
"Apa? Craig jatuh cinta sama tetangganya Jenny? Apa aku tak salah dengar, George?"
"Kamu tak salah dengar, Eddie. Craig sendiri yang bilang padaku. Dia bahkan menyebut nama Nino, makanya aku tadi tanya soal Nino padamu"
"Baik, kalau begitu aku akan cari tahu karena terus terang saja aku sendiri juga penasaran ingin tahu jawabannya"
"Iya, Eddie. Aku harap kamu bisa segera menemukan jawabannya"
"Iya, George. Sekarang lebih baik kita pulang sebelum daddy kamu pulang agar ia tak curiga"
"Oke"
***
Keesokan harinya, George tetap masuk ke sekolah. Banyak teman yang menanyakan kabarnya akibat insiden kemarin waktu ia hampir mau bunuh diri. Beberapa dari mereka juga menawarkan bantuan kepada George, tetapi George menolaknya dengan halus.
Jenny dan Crash menunggu di depan kelas George untuk menyambutnya. Jenny terlihat ceria seperti biasanya. Tetapi setelah mengetahui tentang hidup Jenny yang sebenarnya, George jadi sedih melihatnya.
Ketika waktu istirahat tiba, George kembali mengamati Jenny dari bangku kantin di mana George duduk bersama teman-temannya dari klab sains. Crash yang duduk tak jauh dari George kemudian mengajaknya bicara.
"Jenny memang cantik, George. Sebaiknya kamu segera menyatakan perasaan kamu kepadanya, kalau tidak nanti ia keburu di ambil orang seperti Quinto atau aku"
George lalu melirik tajam ke arah Crash yang sedang menyeringai untuk menggoda George.
"Kamu plin-plan atau gimana sih, Crash? Bukannya kemarin kamu bilang menyukai seseorang yang merupakan tetangganya Jenny?"
"Sst ... Jangan kencang-kencang ngomongnya! Itu rahasia kita, George!"
"Rahasia? Perasaan kemarin kamu ga bilang kalau itu rahasia deh"
"Ya kamu pikir sendiri aja, George! Kamu tuh sebenarnya pintar atau ngga sih masa begini aja ga ngerti? Aku jaga rahasia kamu, begitu juga denganmu. Paham?"
Crash terlihat serius ketika mengatakan itu, membuat George jadi agak ngeri jika menghadapi Crash yang sedang dalam mode serius seperti ini.
"Sorry, kamu benar. Aku akan jaga rahasia kamu dengan baik. Tapi, apakah aku boleh tanya sesuatu, Crash?"
"Tanya apaan?"
"Ga jadi deh, muka kamu serem banget kalau lagi marah"
"Dasar pengecut!"
George yang paham kalau Crash hanya bercanda dengannya, akhirnya membalas senyuman Crash.
"Tanya aja, George. Aku akan jawab sebisa aku. Soal Jenny kan?"
"Bukan, justru aku ingin tanya soal gadis yang pernah kamu suka, tetangganya Jenny"
"Ya udah tanya aja kalau gitu"
"Kamu masih suka menemui dia, Crash?"
"Udah lama ga ketemu karena masing-masing dari kami diawasi dengan sangat ketat. Tapi kuakui kalau aku sangat merindukannya, George"
"Kamu masih suka sama dia?"
"Masih"
"Kalau boleh tahu siapa namanya?"
"Namanya Viola"
"Nama yang bagus"
"Iya memang, cocok untuk orangnya yang cantik"
"Apakah dia ... Umm ... Salah satu anak dari para wanita penari La Femme?"
"Bukan, dia bukan anak dari para penari itu. Seseorang telah meninggalkannya di rusun itu. Lalu salah satu dari wanita penari itu mengurusnya"
"Jadi dia sendiri tidak tahu identitas kedua orang tuanya?"
"Benar, George. Anak-anak dari para penari wanita di La Femme hanya Jevan, Jenny, dan Louisa. Yang lain pernah hamil juga, tapi mereka menggugurkan kandungan mereka kecuali ketiga wanita itu"
"Biar kutebak, Nino yang menyuruh mereka untuk menggugurkannya"
"Iya, benar. Jadi, bagaimana perasaanmu setelah mengetahui kehidupan Jenny yang sebenarnya, George? Apakah kamu kecewa?"
"Kecewa sih tidak, aku hanya merasa bingung. Aku tak menyangka kalau kehidupanku berbeda jauh dengan Jenny"
"Yeah, kamu hidup di sangkar emas, George. Tapi itupun tak membuat kamu bahagia. Aku rasa satu-satunya persamaan antara kamu dan Jenny adalah hidup kalian sama-sama dikekang oleh orang tua kalian, dengan pengecualian Jenny yang hanya punya Ibu tapi ia tak tahu siapa ayahnya"
"Kasihan Jenny... Bahkan satu-satunya orang tua yang ia punya yaitu Ibunya pun sepertinya tak mencintainya"
"Iya memang. Tapi jangan menyukainya karena kasihan, George. Karena aku menyukai Viola pun bukan karena kasihan. Jika ada award untuk pria paling bucin sedunia mungkin aku akan memenangkannya, George. Sayangnya kisah cintaku harus kandas karena kedua orang tuaku dan si brengsek Nino"
George hanya tersenyum sedikit mendengar ucapan Crash. Setelah itu ia kembali termenung.
***
Hingga waktu istirahat selesai, George masih memandangi Jenny dari kejauhan. Baginya, Jenny terlihat seperti lampu kristal yang walaupun dari luar terlihat kuat dan bersinar terang, tapi sebenarnya ia rapuh. George kemudian menggumam kepada dirinya sendiri.
"Hanya masalah waktu, ia akan menjadi seperti ibunya suatu hari nanti. Seorang kupu-kupu malam. God, apa yang harus kulakukan untuk mencegahnya?"
Sebuah penghapus plastik tiba-tiba melayang dan hampir mengenai kening George. Mr. Stern yang adalah guru sains terlihat memandang George dengan pandangan tak suka.
"George, kamu adalah salah satu murid favorit saya di sekolah ini. Tapi saya tak terima jika saya sedang menjelaskan pelajaran kamu malah melamun seperti ini. Lebih baik kamu pergi ke toilet untuk menyegarkan diri, George. Kalau sudah tak ada lagi yang perlu kamu lamunkan baru kamu boleh kembali lagi ke sini"
"Maaf, Mr. Stern. Kalau begitu saya izin keluar dulu"
"Ya, lakukanlah itu, George"
George kemudian menuruti permintaan Mr. Stern untuk menyegarkan diri di toilet dengan mencuci mukanya. Setelah keluar dari toilet, George memandang ke arah suatu benda dan tiba-tiba mendapat ide bagus.
***
Jam pelajaran akhirnya selesai. Setelah keluar kelas, Jenny kemudian mendatangi kelas Louisa agar mereka bisa pulang bersama. Jenny dan Louisa kemudian pergi ke loker untuk menaruh buku-buku mereka. Tetapi ketika membuka lokernya, Jenny terdiam.
"Kenapa, Jen?"
"Ada yang menaruh ini di lokerku"
Jenny menunjuk ke arah suatu benda kepada Louisa yang ikut penasaran lalu mengintip ke arah loker Jenny.