"Jika ada kesempatan kedua, maka aku akan mencintai mu dengan sepenuh hatiku." Kezia Laurenza Hermansyah.
"Jika aku punya kesempatan kedua, aku akan melepaskan dirimu, Zia. Aku akan membebaskan dirimu dari belengu cinta yang ku buat." Yunanda Masahi Leir.
Zia. Cintanya di tolak oleh pria yang dia sukai. Malam penolakan itu, dia malah melakukan kesalahan yang fatal bersama pria cacat yang duduk di atas kursi roda. Malangnya, kesalahan itu membuat Zia terjebak bersama pria yang tidak dia sukai. Sampai-sampai, dia harus melahirkan anak si pria gara-gara kesalahan satu malam tersebut.
Lalu, kesempatan kedua itu datang. Bagaimana akhirnya? Apakah kisah Zia akan berubah? Akankah kesalahan yang sama Zia lakukan? Atau malah sebaliknya.
Yuk! Ikuti kisah Zia di sini. Di I Love You my husband. Masih banyak kejutan yang akan terjadi dengan kehidupan Zia. Sayang jika dilewatkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#3
Mata Yunan membulat sempurna. Susah payah dia bangkit dari kursi roda. Dia paksakan diri untuk berdiri menggunakan kedua kakinya. Yunan pun berhasil. Karena memang, Yunan duduk di atas kursi roda bukan karena dia cacat sepenuhnya. Melainkan, dia hanya tidak ingin berjalan secara normal.
Memang, dia mengalami cedera pada kakinya karena sebuah kecelakaan. Tapi, cedera kaki itu masih bisa disembuhkan. Namun, Yunan tidak ingin mengobatinya. Karena dia berpikir, duduk di atas kursi roda adalah cara untuk menghukum dirinya. Akibat kecelakaan mobil yang dia kendarai, dia kehilangan kakek dan nenek yang sangat dia cintai.
Kisah hidup Yunan memang sedikit menyedihkan. Dia kehilangan kakek dan nenek di hari ulang tahun. Lalu, di tanggal yang sama dengan tanggal kematian nenek dan kakeknya, dia bertemu Zia. Sayangnya, wanita yang dia temukan malah tidak menginginkan dirinya.
Lalu sekarang, di tanggal yang sama pula, dia harus menerima kejutan kebakaran yang di mana di dalam gedung yang terbakar, istrinya masih terkurung di sana. Yunan tidak bisa tinggal diam lagi. Meski Zia tidak pernah suka padanya, tapi dia akan tetap menyelamatkan wanita tersebut.
"Tuan muda."
Yunan mengabaikan panggilan tersebut. Dalam keributan dan kepanikan di tengah kobaran api yang menyalah, Yunan berhasil meloloskan diri dengan masuk ke dalam gedung sambil menyeret kakinya yang terasa sangat sakit.
Niatnya untuk menyelamatkan Zia memang sangat luar biasa. Itulah yang membuat Yunan berhasil masuk ke dalam dengan rasa sakit yang sangat mendera pada kakinya.
"Zia!" Yunan terus berteriak memanggil nama Zia. "Kezia! Di mana kamu?"
"Kezia!"
"Zia!"
"Yu-- Yunan."
Suara pelan itu mampu membuat Yunan mengalihkan perhatian. Zia terjebak di antara bangku dan kursi yang ada di ruangan tersebut.
"Yunan. Kamu ... datang?"
Yunan bergegas meraih tangan Zia. Berusaha mengeluarkan sang istri dari himpitan kursi dan meja. "Jangan cemas, Zia. Aku akan mengeluarkan kamu dari sini. Aku akan menyelamatkan kamu."
"Kenapa kamu datang, Yunan? Kenapa kamu malah berani menerobos api yang besar hanya untuk aku?"
"Karena, karena kamu istriku. Karena kita, punya anak, Zia. Aku tidak ingin anakku besar tanpa sosok seorang ibu."
Zia malah tertawa sambil menangis. "Apa yang kamu katakan, Yunanda? Ucapan macam apa itu? Kamu tidak lupa, bukan? Peran ku sebagai seorang ibu untuk anak kita selama ini, hampir tidak ada, Yunan. Tidak ada."
"Zia."
Belum juga berhasil mengeluarkan Zia dari himpitan kursi dan meja. Kobaran api malah semakin membesar. Ruangan tersebut terbakar semakin parah. Serpihan-serpihan material dari bangunan yang terbakar semakin banyak yang berjatuhan.
"Yunan. Pergilah! Apa yang kamu coba lakukan? Kamu ingin mati?"
"Jika aku harus mati bersama kamu, maka aku rela, Zia."
"Apa? Kenapa?"
Tanpa aba-aba, sebelum Yunan sempat menjawab, tiba-tiba saja, salah satu balok menimpa Yunan. Pria itupun roboh seketika. Mulutnya memuntahkan darah segar. Tapi, tangannya tidak sedikitpun melepaskan tangan sang istri.
"Yunan!" Zia menjerit sekuat tenaga.
"Kenapa kamu begitu bodohnya, Yunanda? Kenapa kamu malah datang untuk mengantarkan nyawamu. Kenapa? Kenapa kamu bahayakan dirimu hanya karena aku?"
Yunan tersenyum walau sekujur tubuhnya menderita kesakitan akibat pukulan yang masih menindih tubuh. "Karena aku, mencintaimu. Aku jatuh cinta saat pertama melihat kamu. Aku berusaha untuk mempertahankan kamu tetap berada di sisiku. Mungkin, caraku untuk memiliki kamu itu salah, Zia. Tapi, hanya itulah yang bisa aku lakukan. Aku ingin mempertahankan orang yang aku cintai dengan caraku sendiri."
Zia menangis tersedu-sedu. "Yunan. Kamu bodoh. Kamu bodoh, Yunanda Masahi. Kamu bodoh."
"Iya. Aku, memang bodoh, Zia. Aku bodoh karena telah mempertahankan cintaku dengan cara yang salah. Andai ada kehidupan setelah kematian, aku berjanji, Zia. Aku tidak akan mengikat kamu lagi. Aku akan memberikan kebebasan padamu. Aku akan melepaskan dirimu, Zia."
Setelah berhasil menyelesaikan ucapannya, Yunan malah langsung menghembuskan napas terakhir. Pria itu telah pergi sekarang. Zia yang melihat orang yang mencintainya meninggalkan dia buat selama-lamanya, langsung menjerit.
Hatinya benar-benar luka. Penyesalan yang sangat besar sedang memenuhi hati. Zia mencoba menyentuh wajah Yunan dengan susah payah.
"Yunan. Jika ada kehidupan setelah kematian, aku akan mencintaimu dengan sepenuh hatiku. Aku akan menyayangimu dengan segenap jiwaku. Aku akan mencintaimu, Yunan. Ku mohon, bangunlah. Aku akan mencintaimu."
Material yang berguguran semakin banyak. Kobaran api pun semakin membesar. Keduanya terbakar di sana. Namun, seketika, pusaran bintang-bintang membentuk bulatan kuat. Lalu, tiba-tiba saja, saat Zia membuka mata, dia sudah berada di tempat yang berbeda. Tempat awal masalah dua tahun yang lalu.
Zia masih tidak percaya dengan apa yang matanya lihat. Itu adalah ruangan pesta ulang tahunnya tiga tahun yang lalu. Zia terpaku. Benaknya berpikir dengan sangat keras.
'Ini ... apakah ini halusinasi sebelum ajal menjemput? Halusinasi yang menyakitkan hati. Tidak. Kenapa harus yang ini? Kenapa bukan-- "
"Zia."
Panggilan yang datang bersamaan dengan sentuhan pelan di bahu Zia. Sontak, Zia langsung mengangkat wajahnya. Zia cukup terkejut ketika yang dia lihat saat ini adalah Brian. Pria yang dulunya sangat dia harapkan cintanya.
Lalu, kata-kata yang sama seperti dua tahun yang lalu kembali menyentuh telinga Zia.
"Zia. Tolong jangan marah. Kita masih bisa jadi keluarga saat aku dan kakakmu menikah."
Seketika, Zia melebarkan matanya selebar mungkin. "Brian. Sekarang, tanggal berapa?"
"Apa?"
"Sekarang tanggal berapa aku tanya?"
"Tanggal .... " Brian tentu saja sedang merasa bingung akan pertanyaan Zia barusan. "Kamu ... kenapa, Zia?"
"Aku tanya, tanggal berapa sekarang?"
"Kenapa kamu tiba-tiba menanyakan tanggal, Zia? Kamu, tidak berpura-pura lupa, bukan? Malam ini, ulang tahun kakak mu, masa-- "
"Terserah kamu. Aku pergi dulu."
"Zia."
Gegas, Zia beranjak meninggalkan Brian. Sementara Brian, karena ulah Zia yang tiba-tiba berubah, tentu membuatnya merasa sangat tidak nyaman. "Apakah ... apakah penolakan yang aku berikan membuatnya sangat marah padaku? Tapi, Zia. Aish. Apa yang harus aku lakukan selanjutnya?"
Zia yang berjalan sambil terus berpikir, berulang kali pula dia cubit pipi juga lengannya. Sungguh, apa yang sedang dia lalui saat ini sama sekali tidak bisa dia percaya. Dia benar-benar kembali ke dua tahun yang lalu. Ke tempat awal masalah itu muncul.
Namun, jika benar kesempatan yang dia dapatkan ini nyata, maka akan dia pergunakan untuk melakukan kesalahan yang sama agar dirinya bisa bertemu dengan Yunanda. Hal itu cukup berbeda dengan apa yang selama ini dia harapkan sejak dia menikah dengan Yunan.
Jika dulu sebelum kesempatan kedua ini dia dapatkan, dia berucap, dia akan menghindari Yunan. Tidak akan pernah bertemu dengan pria tersebut jika dia memiliki kesempatan untuk mengulang waktu sekali lagi. Tapi sekarang, dia malah langsung ingin menemui pria tersebut setelah dia punya kesempatan untuk mengulang hidupnya lagi setelah kematian.