(Proses Revisi) Kaisar adalah salah satu gelar penguasa monarki, kedudukannya bahkan lebih tinggi dari seorang raja. Namun, Kaisar Wira Atmadja adalah penguasa kegelapan di muka bumi ini. Sebut saja, berkelahi, mabuk-mabukan, dan seks bebas. Itu semua sudah menjadi kebiasaannya.
Status sebagai cucu pemilik yayasan membuat Kai sangat ditakuti di sekolah. Siapapun yang mengganggu kesenangannya, dia yakin orang itu tidak akan selamat.
Kai tumbuh dewasa tanpa cinta. Baginya hidup ini hanya miliknya. Tidak peduli pada ayah, ibu ataupun teman-temannya. Kai hanya mencintai dirinya sendiri.
Namun... semua itu berubah saat seorang gadis kutu buku bernama Krystal menciumnya di tengah lapangan.
"Jadi pacar aku."
Adakah yang lebih mengerikan daripada menjadi kekasih seorang Kaisar Wira Atmadja?
Bagaimana caramu untuk merubah Iblis, menjadi Malaikat?
Non Nobis Solum
Kita diciptakan tidak untuk diri kita sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Obat
NOBIS
Chap 18
•
•
•
•
Pertengkarannya dengan sang ayah biasanya membawa Kai duduk di dalam sebuah klub malam sambil meminum sebotol vodka, dan membawa seorang gadis untuk dia ajak ke dalam hotel.
Tapi kali ini semuanya berbeda, entah apa yang telah mempengaruhi cowok itu hingga menghentikan motornya tepat di depan pagar rumah Krystal, lalu lebih parahnya lagi, bisa-bisanya Kai tertidur di atas kasur yang sangat jauh berbeda dari miliknya, tidak empuk dan tidak besar.
"Kai ..." panggil Krystal di tengah-tengah kebingungannya.
"Gue mimpi buruk." Napas Kai masih tersengal. Sambil memejamkan matanya, kini dia mulai merasakan jika Krystal mengusap punggung dan belakang kepalanya.
"Tenang ya, kamu cuma mimpi kok." Ujar Krystal.
Kai berusaha untuk menenangkan dirinya lagi dengan menenggelamkan wajahnya pada perpotongan leher cewek itu. Dia mencium wangi tubuh Krystal yang menenangkan, menghirup aromanya dalam-dalam.
"Badan kamu panas, kamu sakit?"
Tidak ada jawaban yang keluar dari cowok itu. Yang terdengar hanya tarikan napas memburu yang juga menerpa kulitnya. Kemudian, berubah menjadi rasa geli saat Krystal merasakan bibir Kai mulai bermain-main dengan kulit lehernya.
"Kai ..." lenguh Krystal.
"Gue butuh lo." Lirihnya di sela-sela kegiatan itu.
Pada kenyataannya, Kai memang membutuhkan sebotol vodka dan seorang gadis yang siap memanaskan ranjangnya. Belum puas dengan leher Krystal, kedua bahu Kai sudah didorong oleh tangan cewek itu.
"Kamu kalo sakit suka ngelantur ya?" Krystal menyentuh lehernya. "Geli tau!"
Kai memejamkan matanya, kepalanya terasa berat, Kai sadar dia butuh pelampiasan untuk meredakan rasa sesak pada ulu hatinya, sakit yang dia dapat setelah terbangun dari mimpi buruk.
"Aku ambilin obat ya?" Krystal hendak berdiri sebelum tangan Kai menarik lengannya untuk kembali duduk.
"Gue nggak sakit!"
"Panas gitu badan kamu." Krystal meletakan tangannya di dahi Kai. "Aku bikinin makanan dulu, abis itu kamu minum obat."
"Lo bawel banget, gue tuh nggak apa-apa!"
"Terserah, yang penting sekarang kamu makan sama minum obat dulu."
Kai berdecak. "Seneng banget sih lo bikin gue marah-marah."
"Kamu lagi sakit aja masih galak." Krystal berdiri, membuat Kai mendongak untuk memandanginya. Cewek itu mengikat rambut, membuat sebagian lehernya terlihat.
"Jangan dikuncir."
Dahi Krystal mengkerut. "Kenapa?"
"Jangan aja." Jawab Kai gelagapan, lalu mengalihkan pandangannya dari leher Krystal.
Gue bisa nyerang lo.
"Kamu kalo lagi sakit emang suka gitu ya? Aneh. Ngomongnya jadi nggak jelas." Celetuk Krystal seraya berjalan dan menghilang dari balik pintu.
Sementara itu, Kai kembali berbaring dengan satu tangan menutupi mata. Kepalanya masih terus berdenyut, dia membutuhkan sebotol vodka, membutuhkan dentuman musik, dan juga ... dia membutuhkan pelukan Krystal.
Cewek itu. Kai berdecak dalam hati.
Entah perasaan apa itu, tapi saat dia terbangun dan menyadari telah memeluk Krystal, hatinya merasakan kenyamanan yang luar biasa. Menakjubkan, bahkan sebotol vodka tidak bisa membuat hatinya semelegakan itu.
Beberapa saat, Krystal menyentuh lengannya lagi. "Kai, bangun dulu sebentar." Cewek itu sudah membawa semangkok bubur dan beberapa bungkus obat. "Makan dulu."
Kai hanya memandangi mangkok itu tanpa ekspresi. Membiarkan Krystal juga menatapnya dengan senyuman kecil. Kai beringsut duduk.
"Kamu bisa makan sendiri 'kan?"
"Menurut lo!" Kai mendengus. "Nih, nggak lihat tangan gue diperban!" Lalu menunjukkan tangannya yang sebenarnya masih bisa untuk memegang sendok.
"Iya-iya ... kamu tuh marah-marah mulu, tinggal bilang aja kalo mau aku suapin, kok susah banget." Krystal mengaduk bubur yang ada di tangannya.
Percayalah, jika Sean dan Chandra mendengar ucapan Krystal barusan, Kai yakin kedua temannya itu sudah tergelak sangat kencang.
"Lo tuh harus peka." Sahut Kai. "Udah tau tangan gue luka-luka gini, masih aja lo nanya."
"Tapi tadi bisa bawa motor sampe ke rumah aku?"
Kai meringis kesal. "Jadi lo nggak ikhlas?"
"Ikhlas-ikhlas." Krystal menyengir, membuat kedua matanya menyipit. "Yaudah buka mulutnya." Dia mulai menyodorkan sendok berisi bubur ke arah Kai. Cowok itu membuka mulutnya, melahap bubur buatan Krystal.
Beberapa saat hanya sunyi yang melingkupi keduanya. Krystal masih terus memasukan sendok bubur ke dalam mulut Kai, dan cowok itu memakannya dengan lahap.
"Lo nggak sekolah?"
"Aku nggak bisa ninggalin kamu dengan keadaan kaya gini." Ujar Krystal sambil memberikan Kai minum. "Aku juga udah bilang Luna."
Kai berdehem, lalu mengalihkan pandangannya. "Orang tua lo nggak tinggal di sini?"
"Ibu aku udah meninggal pas ngelahirin aku."
"Sorr—"
"Gak apa-apa," selanya saat tahu Kai akan mengatakan apa.
Kai mengangguk paham. "Kalo bokap lo?" Tanyanya lagi sambil meminum air putih pemberian Krystal tadi.
Krystal terdiam sebentar. "Aku nggak tau Ayah dimana." Lalu tersenyum sendu. "Ayah pergi ninggalin aku sama ibu, pas ibu lagi hamil aku."
Kai hampir tersedak air yang dia minum. Cowok itu menggaruk belakang kepalanya lalu berdehem sebentar mengurangi rasa tidak enak karena bertanya terlalu jauh.
Baik Krystal maupun Kai membiarkan hening mengambil alih. Sampai Krystal lah yang memecah lebih dulu.
"Kata anak-anak di sekolah, kamu ikut balapan liar? Bener kamu luka-luka kayak gini karena itu?" Krystal meletakan mangkok bubur di atas meja. "Sama cowok yang kemarin lagi?"
"Lo nggak perlu tau."
"Kenapa sih kamu suka banget ikut balapan kayak gitu? Bahaya Kai, nih lihat muka kamu jadi biru-biru gitu." Krystal menyentuh lebam biru di pipi kiri Kai.
Kai menjauhkan tangan Krystal dari pipinya. "Lo berisik! Bisa nggak lo diem aja sehari, bingung gue, badan lo kecil tapi nggak ada capeknya ngoceh mulu."
Cewek itu tersenyum sumringah. Seakan tidak terpengaruh dengan kalimat Kai barusan.
"Iya dong, aku kan bukan kamu yang seneng ngomel-ngomel." Lalu terkekeh. Kai hanya mendelik kesal menatapnya.
"Yaudah, kamu minum obat dulu, biar nanti cepat sembuh."
Minum obat? Kai merasa dia tidak butuh obat, karena sakit yang dia rasa adanya di sudut hati terdalam, luka yang dia sendiri pun tidak tahu seperti apa obatnya.
"Gue nggak sakit!" Kai bersikeras jika dia baik-baik saja. "Lo lihat nih, mana ada tampang-tampang kayak gue bisa sakit."
Krystal menghela nafas. "Memangnya kamu Jin, Nggak bisa sakit?"
"Sakit gue nggak bisa di sembuhin pake obat?"
Dahi Krystal merengut, mencoba mencari jawaban atas ucapan Kai. "Terus pake apa?"
Kai tersenyum miring, lalu tangannya terangkat untuk menyentuh bibir Krystal. "Pake ini."
"Maksudnya?"
Kai membelalak. Kurang nyatakah ucapannya sehingga cewek itu tidak menyadari maksudnya? Mungkin hanya kepolosan Krystal yang mampu merubah seorang Kaisar yang penuh emosi menjadi penyabar. Butuh banyak cara untuk membuat cewek itu peka.
"Cium"
Krystal terkejut, dengan refleks cewek itu menutup bibirnya dengan kedua tangan. Pipinya mulai merona. Ingatannya kembali pada saat dia dan Kai berciuman di tengah lapangan waktu itu.
"Itu obat paling ampuh buat gue saat ini."
"Kenapa harus cium? Semua orang itu butuh obat kalo mau sembuh."
"Gue kan beda." Kai menarik pundak Krystal. "Sini deketan."
"Nggak mau!" Krystal beringsut menjauh.
"Kenapa?" Kai tersenyum kecil, ekspresi Krystal saat ini benar-benar membuatnya ingin tertawa kencang. "Kita udah pernah ngelakuin itu, lo nggak inget di tengah lapangan?"
"Ya karena itu." Krystal menunduk, tidak berani menatap wajah Kai. "Aku malu."
"Kan sekarang nggak ada yang lihat."
Kai menahan tawanya yang akan meledak sebentar lagi. Wajah Krystal memerah, cewek itu merona hanya karena Kai menggodanya. Mempermainkan Krystal sudah menjadi kesenangan Kai tersendiri, apalagi saat melihat wajah polos Krystal memberengut, itu bagian paling menarik menurutnya.
"Memang beneran bisa?" Cewek itu memilin baju sekolahnya, menahan gugup dari tatapan Kai. "Kalo kamu cium aku, memang bakalan sembuh?"
Dan pada akhirnya, Kai tidak bisa lagi untuk menahan gelak tawanya, cowok itu tergelak sambil menepuk-nepuk pahanya, rasanya mengumpat saja tidak cukup untuk melampiaskan rasa lucunya itu.
"Kok ketawa?" Krystal semakin bingung.
"Lo polos banget sih." Kai menyentil ujung kening Krystal pelan, membuat cewek itu meringis. "Jangan pernah ngomong kayak gitu lagi di depan cowok lain."
"Kenapa?" Ujar Krystal sambil menggaruk kulit rambutnya yang tadi ditarik oleh Kai.
"Bahaya."
"Jadi kamu ngerjain aku?" Tanyanya setelah merasakan ada yang aneh dari ucapan Kai. "Itu semua bohongan kan?"
Kai menatap mata cewek itu, tawanya sudah mulai mereda. "Gue serius. Obat gue cuma elo."
Mata Krystal menyipit, cewek itu menunjukan sebungkus obat di depan Kai.
"Ini loh obat. Kamu tuh aneh-aneh aja." Krystal beringsut berdiri. "Yaudah terserah kamu. awas ya kalo sampe badan kamu panas lagi, terus peluk-peluk aku."
Karena merasa tertantang, Kai lalu menarik lengan Krystal, menyelipkan tangannya di tengkuk cewek itu, dan menyentaknya mendekat, sangat dekat hingga Kai bisa meraih bibir Krystal, menempelkan bibirnya dengan bibir cewek itu.
• • •
Hai genks!! ... terima kasih sudah membaca cerita ini.
Jangan lupa ya tekan Like, dan beri komentar. Kalau kalian suka dengan cerita yang aku buat, tolong beri rating bintang lima nya yaa..
terima kasih buat kalian yang sudah mendukung saya membuat cerita ini...
salam sayang,
anna ❤❤❤
sdh tidak terhitung berapa kali sudah membacanya... keren banget ceritanya