NovelToon NovelToon
Jodohku Adalah Sahabat Dari Mantan Ku

Jodohku Adalah Sahabat Dari Mantan Ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Agnura

cerita ini aku ambil dari kisah aku sendiri

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agnura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Nama asli gio ternyata Rangga selama ini dia pakai nama samaran

saat itu udara terasa aneh—campuran antara lembutnya angin yang lewat dan beratnya pikiran yang menumpuk di kepala. pohon- pohon di pinggir jalan terampas angin yang samar-samar di antara bayangan matahari sore, seolah ikut mengintip percakapan yang baru saja merenggang di antara aku dan Kak Gio. Kami duduk di bangku kayu kecil dekat warung kopi, di mana obrolan yang tadinya ringan tiba-tiba berubah arah menjadi sesuatu yang membuat dadaku sangat sesak.

Aku menatapnya diam-diam. Tangannya yang besar sedang menggenggam ponsel, jarinya lincah mengetik, lalu senyum kecil muncul di wajahnya setiap kali layar ponsel itu menyala. Entah kenapa, senyum itu menusuk. Ada perasaan aneh campuran antara cemburu dan takut.

Aku menunduk, berusaha menyembunyikan perasaan yang bahkan tak pantas aku miliki. Dalam hati, aku mulai berbicara pada diriku sendiri: “Mungkin itu istrinya, atau seseorang yang penting baginya. Aku siapa bukan siapa - siapanya dia? Cuma teman ngobrol di lapangan. Bukan orang penting bagi dia.”*

Aku menarik napas panjang lalu berkata pelan, hampir seperti bisikan yang dihempas angin malam,

“Kak, aku pamit pulang duluan ya Langitnya udah mendung kayaknya mau hujan... kakak juga kan lagi sibuk, sama takut istri kakak juga nunggu di rumah. Aku gak mau menghancurkan rumah tangga orang lain.”

Kata-kataku seperti pisau tumpul tidak tajam, tapi tetap menyakitkan. Aku mencoba tersenyum, tapi suaraku gemetar. sedangkan pikiranku tak terarah karena terus dihantui rasa takut,

Kak Gio menoleh. Tatapan matanya lembut, tapi ada sesuatu di sana seperti kebingungan yang tertahan. Ia tersenyum kecil, lalu dengan nada yang tenang ia menjawab,

“Dek... kata siapa kakak udah nikah? Kakak belum nikah, dek.”

Aku mengerutkan dahi, setengah tak percaya. Aku sudah terlanjur membuat kesimpulan di kepalaku, dan sulit untuk percaya begitu saja. “Udah lah, Kak... pulang aja yuk,” ujarku, mencoba menutup topik. Tapi dalam hati, aku masih penasaran.

Perjalanan pulang terasa canggung. Motor yang ingin kami tumpangi sudah siap melaju pelan, melewati jalanan yang mulai sepi. Hanya suara angin yang menemani. Sesekali aku mencuri pandang ke arah wajahnya, Wajahnya terlihat lebih dewasa dari usianya—garis-garis lelah di bawah mata, sorot tatapan yang dalam, dan cara dia diam... seperti seseorang yang sudah melewati banyak hal.

Dalam hati aku bergumam,

“Mungkin umur segini udah punya anak tiga,”

kataku setengah bercanda, mencoba mencairkan suasana.

Kak Gio tertawa keras, sampai bahunya sedikit berguncang.

“Belum, dek! Beneran deh, belum!” katanya sambil menatapku sebentar.

Tawanya menular, tapi entah kenapa aku masih belum sepenuhnya lega.

angin terus meniup pepohonan dengan lembut tak berhenti , dia duduk pindah yang awalnya di depan lalu pindah ke samping aku. Aku memberanikan diri membuka pembicaraan lagi yang sejak tadi suasana menjadi hening, karena masih menyesakkan dadaku.lamu bertanya lagi sama gio

“Kak, itu yang terus-terusan chat Kakak... itu istrinya kan? Aku gak mau disalahin, Kak.”

Aku menatapnya, kali ini tanpa senyum. Ada ketakutan di balik nadaku.

Kak Gio menatapku lama. Ia tidak langsung menjawab, hanya menghela napas panjang lalu mengusap rambutnya yang sedikit berantakan.

“Dek, harus buktiin-nya pakai apa coba biar kamu percaya?” ucap kak gio, dengan nada yang lembut tapi serius.

Aku berpikir sejenak. Aku tahu aku terdengar konyol, tapi aku butuh sesuatu yang nyata. Sesuatu yang bisa menenangkan pikiranku yang terlalu liar selalu menebak-nebak sesuatu hal yang belum tentu itu benar,

“kalo boleh coba kak lihat KTP-nya,” kataku akhirnya, separuh bercanda, separuh sungguh-sungguh.

Aku kira dia bakal marah atau tersinggung.

Tapi tidak. Ia malah tersenyum, mengambil dompet dari saku celananya, lalu menyerahkannya padaku.

“Boleh, dek. Ini... mau sekalian ATM-nya juga? Atau isi dompetnya? Semua juga boleh kok,” katanya dengan nada menggoda tapi matanya tetap serius.

Aku tertegun. Kupikir dia cuma bercanda, tapi ternyata dompet itu benar-benar dia sodorkan ke tanganku. Aku membuka pelan-pelan. Di dalamnya, ada kartu ATM,dan lembaran uang merah- merah semua, dan KTP berwarna biru dengan foto dirinya di pojok kanan. Tapi ada satu hal yang membuatku terdiam.

Nama di KTP itu bukan “Gio.”

Nama aslinya *Angga Pratama.*

Aku memandangnya, sedikit bingung.

“Jadi... nama asli Kakak bukan Gio, ternyata nama asli kakak Angga Pratama?” tanyaku ragu. sedikit kesal

Ia tertawa kecil.

“Nama Gio itu cuma nama samaran, dek. Nama lapangan. Biar gampang diingat orang. Tapi aslinya, ya... Angga,” katanya dengan nada ringan.

Aku mengangguk pelan, tapi mataku belum bisa lepas dari kartu itu. Di bawah nama, tertulis tanggal lahir yang membuatku tercengang. Selisih usia kami cuma tiga tahun. Aku sempat mengira dia jauh lebih tua, tapi ternyata masih sebaya.

dan aku lihat lagi ke bawah, ternyata statusnya masih lajang,

Ada rasa lega yang tiba-tiba menyeruak di dadaku. Semua prasangka yang sempat menyesakkan tadi perlahan luruh. Aku mengembalikan dompet itu dengan tangan sedikit gemetar, tapi wajahku mulai tersenyum.

“Berarti Kak Angga masih lajang dong?” tanyaku sambil menatap matanya.

Ia tersenyum lebar.

“Masih, dek. Gak usah takut, kakak belum punya istri apalagi anak tiga kayak yang kamu bilang tadi,” katanya sambil tertawa puas.

Aku ikut tertawa, kali ini tulus. Tapi di sela tawa itu, ada perasaan hangat yang sulit dijelaskan. Rasanya seperti kelegaan setelah hujan panjang basah, tapi menenangkan.

Kami kembali mengobrol lama. Tentang hal-hal sepele; makanan favorit, masa kecil, mimpi-mimpi yang belum tercapai. Di sela obrolan itu, aku mulai melihat sisi lain dari dirinya. Ia bukan hanya lelaki yang terlihat dewasa dan misterius, tapi juga seseorang yang sabar, yang tahu kapan harus bicara dan kapan harus diam.

hari pun semakin sore. Angin semakin dingin, tapi aku enggan pulang. Rasanya waktu berjalan terlalu cepat ketika bersama dia.

“Dek,” katanya tiba-tiba, nadanya pelan. “Kadang orang suka salah paham sama hal yang gak pernah mereka coba tanyain langsung. Untung kamu berani nanya. Kalau enggak, mungkin kamu bakal terus salah paham tentang aku.”

Aku terdiam, lalu tersenyum kecil.

“Iya, Kak... aku cuma takut. Takut berharap sama orang yang udah punya rumah tangga. Aku gak mau nyakitin siapa pun,” jawabku jujur.

Ia menatapku lama, lalu berkata pelan,

“Dan Kakak gak mau bikin kamu takut lagi.”

Kata-kata itu menggantung di udara, seperti janji yang belum sepenuhnya diucapkan tapi cukup untuk membuat dadaku bergetar. Aku menunduk, menyembunyikan pipi yang mulai panas.

" Tapi kaka dari sibuk bales chat?" tanyaku dalam hati masih ada rasa ragu.

" oh ini aku bales chat dari nasabah sama teman-teman nongkrong aku," sambil di lihatin chatnya semua ke aku " ini ambil aja hp-nya coba kamu lihat semua chatnya dari siapa-siapa aja"

aku ambil HP dia dengan sedikit canggung, karena melihat tatapannya dia sangat tulus, dan aku lihat memang iya di chatnya itu semuanya dari teman-teman nongkrong dia sama nasabah dia,

dikarenakan kopi yang dia sudah habis. dia berdiri sambil merapikan bajunya,"dek kamu nggak jajan?"

" enggak kak aku masih kenyang" jawabku sambil malu

Beberapa menit kemudian, kami berdiri. Ia mengantarku sampai depan motor aku. Sebelum aku berangkat, ia sempat berkata pelan, hampir seperti rahasia yang hanya ingin dibisikkan malam itu saja.

“Kalau nanti kamu sampai di rumah .. jangan panggil Kak Gio lagi, ya.”

“Kenapa?” tanyaku sambil tersenyum.

“Panggil aja Kak Angga. Biar gak ada yang pura-pura lagi.”

Aku tertawa kecil, lalu melambaikan tangan sebelum pergi

Malam pun tiba, malam itu aku rebahan di atas kasur dengan hati yang lebih tenang, tapi ada satu hal yang aku tahu pasti:

nama yang disembunyikan bukan untuk berbohong tapi untuk menjaga jarak dari dunia yang belum siap mengenal siapa dirinya sebenarnya.

Dan entah kenapa, aku berharap bisa mengenalnya lebih jauh... kali ini, tanpa nama samaran.

---

1
Sterling
Asik banget ceritanya!
Agnura 🍑: terimakasih ka
total 1 replies
Agnura 🍑
pokoknya tunggu episode selanjutnya 🙏
Android 17
Wah, ga terasa udah kelar aja. Makasih thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!