NovelToon NovelToon
Chain Of Love In Rome

Chain Of Love In Rome

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:941
Nilai: 5
Nama Author: De Veronica

Di bawah pesona abadi Kota Roma, tersembunyi dunia bawah yang dipimpin oleh Azey Denizer, seorang maestro mafia yang kejam dan tak tersentuh. Hidupnya adalah sebuah simfoni yang terdiri dari darah, kekuasaan, dan pengkhianatan.

Sampai suatu hari, langitnya disinari oleh Kim Taeri—seorang gadis pertukaran pelajar asal Korea yang kepolosannya menyilaukan bagaikan matahari. Bagi Azey, Taeri bukan sekadar wanita. Dia adalah sebuah mahakarya yang lugu, sebuah obsesi yang harus dimiliki, dijaga, dan dirantai selamanya dalam pelukannya.

Namun, cinta Azey bukanlah kisah dongeng. Itu adalah labirin gelap yang penuh dengan manipulasi, permainan psikologis, dan bahaya mematikan. Saat musuh-musuh bebuyutannya dari dunia bawah tanah dan masa kelam keluarganya sendiri mulai memburu Taeri, Azey harus memilih: apakah dia akan melepaskan mataharinya untuk menyelamatkannya, atau justru menguncinya lebih dalam dalam sangkar emasnya, meski itu akan menghancurkannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Veronica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

pelepasan

Jauh dari hingar bingar bar, Taeri berdiri di tepi kolam, sorot matanya terpaku pada bulan yang menggantung di langit malam. Pakaian renang tipis yang dikenakannya seolah tidak cukup untuk menyembunyikan lekuk tubuhnya yang menggoda, namun pikirannya jauh dari sentuhan sensual.

“Bulan itu tenang,” bisiknya lirih, suaranya nyaris tenggelam dalam gemericik air. “Tidak perlu memilih, tidak perlu berperang dengan siapa pun. Aku iri… andai aku bisa seberani itu, membisu namun merdeka.” Ia melangkah masuk ke dalam air, membiarkan dinginnya malam memeluk kulitnya, berharap dapat meredakan gejolak di benaknya, bukan membangkitkan hasrat.

Dari balkon yang tersembunyi dalam kegelapan, Azey mengamati Taeri dengan tatapan intens. Kecantikan gadis itu bagaikan candu yang membuatnya kehilangan kendali.

“Kau selalu terlihat paling jujur saat menjauhiku, namun topeng kepalsuan itu selalu hadir saat bersamaku,” gumamnya rendah, suaranya serak menahan emosi. “Aku tidak ingin mengurungmu dalam sangkar, Taeri. Aku hanya ingin kau berhenti berlari dari takdirmu, tempat di mana kau seharusnya menjadi ratu.”

Taeri tidak menyadari kehadiran Azey, namun pria itu tahu, malam ini bukan sekadar tentang memuja kecantikan. Ini tentang memastikan bahwa wanita yang berendam di kolam itu akan selamanya terikat padanya, entah dengan bujuk rayu lembut atau rantai besi yang kejam.

Azey meninggalkan balkon dan menghampiri kolam, langkahnya ringan namun sorot matanya tak pernah lepas dari sosok Taeri. Saat ia mendekat, aura dominasinya semakin terasa. “Kau tidak takut membeku mandi malam-malam begini, sayang?” tanyanya datar, melepaskan kausnya dan membiarkannya jatuh ke lantai.

Taeri menoleh, wajahnya yang basah terkena pantulan cahaya bulan. “Airnya tidak sedingin hatimu,” jawabnya dengan nada menantang namun lembut. “Kau lebih dingin dari es saat menginginkan seseorang bertekuk lutut di hadapanmu,” lanjutnya, matanya menantang, seolah ingin menguji batas kesabaran Azey.

Tanpa membalas kata-kata Taeri, Azey langsung masuk ke dalam kolam. Air beriak saat tubuhnya menerobos permukaan, mendekati Taeri dengan langkah pasti. Ia meraih pinggang gadis itu, menariknya mendekat dengan gerakan yang tegas namun sensual, membuat Taeri kehilangan keseimbangan. “Kalau begitu,” bisiknya tepat di telinga Taeri, suaranya bagai beludru yang menghanyutkan, “biar aku hangatkan tubuhmu malam ini, agar kau tahu bahwa bersamaku, kau tidak akan pernah merasa kedinginan.”

Taeri menepis tangan Azey yang melingkar di pinggangnya, tatapannya dingin namun raut wajahnya menyimpan tanya. "Kenapa kamu begitu terobsesi memelukku?" desisnya, berusaha menyembunyikan debaran jantung yang mulai akrab dengan sentuhan itu. "Di luar sana ada banyak wanita yang lebih menggoda," lanjutnya dengan nada getir, "kenapa bukan mereka saja yang kau sentuh?" Suaranya nyaris tak terdengar, seolah takut mendengar jawaban yang diam-diam ia harapkan.

Azey hanya menyeringai, merasa geli dengan ekspresi cemburu Taeri. "Bagaimana bisa aku menyentuh wanita lain?" bisiknya seraya mengusap pipi Taeri dengan ibu jarinya. "Kau akan mencabik-cabik mereka, seperti yang kau lakukan waktu itu." Ia mendekatkan wajahnya, bibirnya nyaris menyentuh telinga Taeri. "Sudah lupakan, Azey. Kenapa kau terus mengungkitnya?" tukas Taeri, berusaha menjauhkan diri dari aroma tubuh Azey yang memabukkan.

Hangatnya perhatian Azey perlahan menggerogoti pertahanan Taeri. Sentuhan, tawa, dan tatapan intensnya adalah jerat manis yang membuatnya lupa akan realita. Ia seolah lupa siapa yang telah menculiknya, membiarkan diri terbuai dalam ilusi nyaman yang haram untuk dirasakannya.

"Azey, boleh aku bertanya?" suara Taeri memecah keheningan, matanya menantang. Rasa penasaran yang selama ini ia pendam kembali menghantuinya. Azey tersenyum sinis. "Tentu, sayang. Aku tidak akan membiarkan gadisku penasaran," jawabnya seraya membelai rambut Taeri yang basah, jarinya menari-nari di kulit kepalanya. Taeri menelan ludah. "Ceritakan padaku tentang masa lalumu, Azey," pintanya dengan suara bergetar, "sampai kau menjadi monster seperti ini."

Azey terdiam sejenak, lalu mengangkat tubuh Taeri ke tepi kolam. Ia menunduk, meletakkan dagunya di paha gadis itu, menatapnya dengan sorot mata yang sulit diartikan. "Masa kecilku adalah neraka, sayang," bisiknya dengan nada rendah, setiap kata terasa seperti pecahan kaca. "Aku dibesarkan di sarang mafia." Ia mengecup paha Taeri, lalu menggigitnya pelan, meninggalkan tanda merah yang membara. "Saat aku berumur delapan tahun, Daddy-ku dibantai oleh rivalnya. Sejak saat itu aku mengerti satu hal, jika aku tidak menjadi yang paling kejam, aku akan bernasib sama."

Sesaat Taeri lupa kalau Azey adalah pria yang telah merenggut kehormatannya. Jemarinya menyentuh rambut basah Azey, sentuhannya lembut, seolah menenangkan binatang buas yang tengah berbaring di pangkuannya. "Kamu pasti sangat menderita saat itu, ya," bisiknya lirih, suaranya nyaris tenggelam dalam gemericik air kolam. "Aku bisa merasakannya."

Kisah kelam Azey terlalu menyayat hati untuk membuatnya kembali menghakimi. Luka di hatinya terasa kerdil dibandingkan masa lalu pria itu. Ia menarik napas dalam, lalu menatap Azey dengan sorot mata yang melembut. "Tapi dari semua itu... kamu tumbuh menjadi sosok yang kuat, Azey. Menjadi monster yang disegani," ucapnya pelan, ketulusan dalam suaranya nyaris terdengar seperti pengakuan.

"Apa kau masih membenciku, Taeri?" tanya Azey tiba-tiba, suaranya rendah dan sarat akan kegelisahan. Ada kerentanan di matanya, sesuatu yang jarang ia tunjukkan. Ia menunduk, seolah takut pada jawaban yang akan keluar dari bibir gadis itu.

Taeri menghela napas, menatapnya lekat. "Kenapa kau selalu mencari jawaban yang sudah kau ketahui, Azey?" balasnya tenang. Ia ingin Azey mengerti bahwa kelembutan yang ia tunjukkan bukanlah maaf, melainkan sisa rasa manusiawi yang belum sepenuhnya padam.

Azey mengangguk perlahan, seolah menerima luka itu tanpa perlawanan. "Aku tahu," gumamnya, jemarinya mengusap paha Taeri dengan gerakan posesif. "Yang aku inginkan bukan maafmu, sayang... tapi dirimu. Aku hanya ingin kau tetap di sisiku, terlepas dari apa yang kau pikirkan tentangku."

Taeri sudah menduga jawaban itu, dan ia tidak berniat melawan. "Sudahlah, Azey, aku tidak ingin membahasnya lagi," ucapnya lelah. "Aku mengantuk, ayo kita ke kamar. Aku tidak ingin bertengkar malam ini, aku hanya ingin tidur dan melupakan semuanya."

Azey terdiam, meneliti wajah Taeri yang mulai menunduk. Ia tahu gadis itu sedang menahan emosi, dan ia tidak ingin memaksanya. "Baiklah, jika itu yang kau inginkan," sahutnya datar. Ia bangkit dari kolam, lalu tanpa sepatah kata pun menggendong Taeri menuju kamar, memastikan hanya suara langkah kakinya yang menggema di lorong sunyi itu.

Di kamar, Azey tergesa mengancingkan kemejanya, matanya tak lepas dari Taeri yang bersiap tidur. Namun, hasrat Azey tak mengizinkan kedamaian itu.

Dengan gerakan tiba-tiba, ia menindih Taeri, menatapnya intens. "Aku merindukanmu, Taeri," bisiknya rendah, "Terlalu lama kita terpisah, dan aku tak bisa terus menyangkal bahwa aku menginginkanmu."

Tanpa menunggu jawaban, Azey menunduk, mencium leher Taeri. Ciuman itu dalam, posesif. Taeri menggeliat, antara tidak nyaman dan hasrat yang sulit ditolak.

Taeri resah dalam pelukan Azey, tubuhnya bergetar tanpa perlawanan. Ia menatap Azey dengan mata gelisah, "Azey, aku sedang datang bulan. Kumohon, berhenti... aku takut jika kau memaksakan, aku tak bisa menahan sakitnya."

Azey menarik napas dalam, lalu melepaskan ciumannya perlahan. Ia menatap Taeri tajam, "Kalau begitu, sayang, ada cara lain agar kita bisa bercinta malam ini tanpa mengganggu siklusmu."

Tanpa menunggu jawaban, Azey mulai mengusap perut rata Taeri dengan tangan dingin namun lembut, seolah memetakan keintiman mereka. Matanya menatap Taeri, meyakinkan bahwa malam ini akan baik-baik saja, tanpa ada yang terluka.

Azey membuka kemejanya dengan gerakan lambat dan pasti. Taeri memalingkan wajah, terpana melihat tubuh tegap Azey. "Azey, kau yakin? Aku... aku tak tahu bagaimana caranya."

Azey menurunkan tali tanktop Taeri perlahan, menatap penuh nafsu pada kedua dada gadis itu. "Biarkan aku yang mengatur semuanya, kau hanya perlu diam dan menikmatinya." Suaranya berat. Perlahan, Azey kembali menciumi leher Taeri, menggigitnya hingga terasa hangat dan sakit yang menyenangkan, lalu melahap dada Taeri dengan gairah membara. Taeri menahan kepala Azey agar tetap dekat, mendesah pelan, tubuhnya berguncang mengikuti irama nafsu yang tak terbendung.

Di malam yang penuh tekanan itu, sejenak Taeri lupa bahwa Azey adalah orang yang telah menghancurkan kehidupannya. Mereka saling memusnahkan keinginan satu sama lain dengan cara yang tidak mengganggu siklus bulanan Taeri, tubuh mereka bergerak dalam irama yang sama namun penuh perlawanan diam-diam. Nafas mereka yang memburu dan peluh yang membasahi kulit menjadi saksi bisu dari pertarungan yang tak terlihat. Akhirnya, kelelahan mengalahkan segala amarah dan kebencian, hingga keduanya terlelap dalam keheningan malam yang berat namun melepaskan.

1
Syafa Tazkia
good
Zamasu
Penuh emosi deh!
Shinn Asuka
Wow! 😲
Yori
Wow, nggak nyangka sehebat ini!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!