I Ketut Arjuna Wiwaha — atau Arjun, begitu orang-orang memanggilnya — pernah jatuh dalam perasaan yang salah. Cinta terlarang yang membuatnya kehilangan arah, membuat jiwanya hancur dalam diam.
Namun, saat ia hampir menyerah pada takdir, hadir seorang gadis bernama Saniscara, yang datang bukan hanya membawa senyum, tapi juga warna yang perlahan memperbaiki luka-lukanya.
Tapi apakah Saniscara benar-benar gadis yang tepat untuknya?
Atau justru Arjun yang harus belajar bahwa tidak semua yang indah bisa dimiliki?
Dia yang sempurna untuk diriku yang biasa.
— I Ketut Arjuna Wiwaha
Kisah cinta pemuda-pemudi Bali yang biasa terjadi di masyarakat.
Yuk mampir dulu kesini kalau mau tau tentang para pemuda-pemudi yang mengalami cinta terlarang, bukan soal perbedaan ekonomi tapi perbedaan kasta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18.

🕉️🕉️🕉️
Keesokan harinya, Juna melihat Sanis selalu di dekat ibunya yang masih menunggu untuk membuka mata. Juna menatap wajah Sanis yang kelelahan karena semalaman ia tak tidur, padahal Juna memintanya untuk tidur. Juna menatap wajah lekat dan merapikan anak rambut menempel di wajah Sanis.
"Eh Juna, sejak kapan lo disana?" tanya Sanis yang sadar ada yang menatapnya, Juna tertegun melihat Sanis yang membuka matanya tiba-tiba. Sanis melihat Juna sudah rapi dengan seragamnya, tasnya dan buku gambar di tangannya juga.
"Hmm, hari ini kita kan ada seleksi ke dua bukan ? Jadi gue kesini cuma mau jemput Lo dan kita seleksi bareng lagi." Sanis tersenyum masam dan menggelengkan kepalanya.
"Kayaknya gue gak ikut deh Jun," gumam Sanis pada Juna yang terkejut mendengarnya.
"Tapi Sanis kan mau majang karya Lo ya? Maka dari itu baru kemarin nama kita masuk seleksi kedua." Juna berusaha menjelaskan pada Sanis sekarang. Gadis itu tetap menggelengkan kepalanya lagi, mungkin Sanis sekarang memutuskan sesuatu hari ini.
"Iya sekarang gue harus nungguin Bunda, gue gak bisa ikut serta seleksi." jawab Sanis dan pergi ke taman rumah sakit. Niatnya Juna ingin berangkat ke pameran itu berdua dengan Sanis, makanya sekarang ia ada di rumah sakit.
"Sepertinya takdir berkata lain." ujar Sanis yang menatap langit biru cerah di pagi hari.
Rambut yang agak berantakan karena baru bangun dan menurut Juna ia masih cantik. Dan untuk takdir mungkin dia benar, Sanis memutuskan untuk disini bersama dengan ibunya.
Jika Juna di posisi Sanis pasti ia akan melakukan hal yang sama juga. Sanis sudah memutuskan untuk tidak mengikuti lomba itu.
"Gue akan ikut itu demi Lo Sanis." ucap Juna pada gadis itu yang menolehkan kepalanya ke arah cowok ini.
"Kenapa gue? Untuk sekolah, karena mengharumkan nama sekolah lebih penting sekali." jawab Sanis sambil tersenyum kepadanya, Juna setuju tapi ini untuk Sanis.
"Tapi ini buat Lo, waktu itu kan gagal jadi jegeg SMA Garuda Kencana, sekarang Lo harus jadi penerus seniman di SMA itu persis seperti Bli Yan." jelas lagi Juna pada Sanis yang menggelengkan kepalanya.
"Iya tau, tapi kalau tidak di ijinkan oleh semesta kenapa gue harus menolak. Gue cuma menjalankan sesuai yang di tuliskan takdir." Juna menatap Sanis yang tersenyum, harusnya ia tau keputusan Sanis.
"Jalani ini untuk sekolah dan diri sendiri Juna, bukan gue. Impian kita berdua sama, jadi Lo harus majang karya Lo disana. Untuk Sang Arjuna." Sanis menggenggam tangan cowok itu yang masih terpaku, Sanis menganggukan kepalanya sekali lagi untuk meyakinkan Arjuna.
"Ya untuk Arjunanya Saniscara." Juna berdiri dari bangku taman itu. Sanis yakin bahwa Juna bisa melakukannya untuk sekolah dan generasi muda nanti.
.................
"Gung." panggil Juna pada temannya yang sejak tadi bermain game onlinenya, sejak tadi Juna hanya merenungkan kembali keputusan Sanis.
"Engken? seru ne!"(kenapa? Seru nih) jawab GungSan yang masih asik dengan gamenya itu.
"Gung, dingehin timpal alu, baang Cang pendapat bedik gen."(Gung dengerin temenmu ini dulu, berikan aku pendapat sedikit saja.) ucap Juna yang sedikit kesal dengan kawannya ini. Gungsan meletakkan ponselnya dan mengalah juga.
"Tumben sajaan, kaden ci Krisna demen menasehati dengan baik dan benar?"(tumben sekali, kamu kira aku Krisna yang menasehati dengan baik dan benar) Gungsan protes pada Juna setiap punya masalah selalu larinya ke Gungsan. Sedangkan Juna hanya tertawa mendengar celotehan sahabatnya ini. Memang benar adanya mereka seperti Arjuna dan Sri Krishna, entah kemanapun Gungsan selalu membonceng Juna dulu sering terjadi sejak SMP.
"Nah, keto uling tuni." (Nah gitu dong daritadi) Juna tersenyum melihat Gungsan yang mengembalikan gamenya dan duduk di sebelahnya.
"Nah, nak engken emangne?" (Ya, kenapa memangnya?
"Kemarin gue ikut seleksi seharusnya sama Sanis, tapi dia gak mau karena harus nunggu bundanya siuman." Gungsan menganggukan kepalanya, ia memang tau kalau mereka ikut serta dalam lomba pameran seni rupa tapi Juna sendirian.
"Iya mungkin, Sanis memilih keluarganya di bandingkan dengan impiannya itu. Apa gue salah kalau merenggut itu dari Sanis?" tanya Juna pada sahabatnya itu karena hanya Gungsan yang bisa mengatakan solusinya.
"Setiap orang memiliki impian masing-masing Jun, bukan salah Lo kalau misalnya itu bukan buat dia." jawab Gungsan pada Juna yang mengalihkan perhatiannya pada temannya ini.
"Jadi bukan untuk Sanis? Dan usaha gue sia-sia karena pengen dia yang memajang karyanya di pameran seni rupa." Gungsan menganggukan kepalanya.
"Gini Arjun, kalau ada yang memberikan Lo kesempatan kenapa gak ambil? Karena kesempatan emas tidak pernah datang dua kali. Jadi Sanis mungkin tidak berjodoh dengan seni rupa, mungkin yang lain." jelas Gungsan pada Juna yang menganggukkan kepalanya mengerti.
"Jangan tunda lagi Juna, gue selalu percaya sama Lo."
Gungsan berjalan menuju tempat tidur Juna dan tidur disana, rasanya lelah sekali mengantarkan temannya ini ke tempat lomba. Ternyata meraih mimpi itu tak semudah yang ia bayangkan, dengan kelebihan dirinya sebagai pelajaran untuk belajar lebih lagi.
"Iya deh, gue tau sekarang. Thanks ya." Tak ada jawaban dari Gungsan yang ternyata sudah tertidur di tempat tidurnya.
Juna hanya terkekeh melihat sahabatnya ini, sangatlah banyak hal yang ia tau tentang beberapa hal untuk mempelajari hidup adalah pilihan antara tidur makan dan lupakan.
................
Sekolah masih banyak acara untuk menyambut hari ulang tahun sekolah dan dua hari lagi acaranya.
Seperti janjinya kemarin Juna hari ini akan latihan menari dengan timnya. Karena Dinda terus memaksa untuk ikut latihan padahal ia tak turut serta dalam kegiatan itu.
"Juna, Lo mau latihan gak?" tanya Dinda pada Juna yang menatapnya tajam.
"Sebenarnya ya Din, gue gak ada urusan disini. Karena ini adalah tanggung jawab Lo sekarang ya, jadi gue mantau aja sih sebenarnya, gue jugaan gak ikutan dalam drama tari nanti." Jawab Juna pada Dinda yang menatap kepergian Juna. Rasanya malas sekali berurusan dengan Dinda, bahkan Juna tidak tau akan seperti ini jadinya.
Juna melihat Sanis bersama dengan teman-temannya, menyusun pameran seni rupa SMA Garuda Kencana. Tepatnya di belakang sekolah. Juna menatap Sanis yang masih semangat dan terlihat berkeringat.
"Mau kemana Lo?" tanya Kris pada Juna yang tadi ingin menyusul Sanis malah di hadang oleh Kris.
"Mau bantuin Sanis." Dengan cepat Juna melewati Kris dan menghampiri Sanis.
Gadis itu mengangkat kursi-kursi ke depan ruangan itu, untuk para tamu nanti. Para seniman bahkan mengunjungi sekolah mereka nanti.
"Sanis, istirahat dulu biar gue aja." Juna mengambil alih kursi dan memindahkan kursi-kursi ke taman sekolah.
Setelah Juna menyelesaikannya dan mengambil air untuk Sanis dan dirinya, lalu duduk di sebelah Sanis.
"Nis, nanti sore pengumuman hasil lomba kita waktu itu." ucap Juna pada Sanis yang kaget mendengarnya.
"Serius nanti sore?" tanya Sanis tak percaya pada Juna.
"Seriusan dan gue minta lo juga ikut kesana." jawab Juna pada Sanis yang meminta untuk datang bersamanya nanti.
Sanis menimang keputusan untuk ikut atau tidak. Karena Juna adalah teman kepercayaannya. Jadi ia harus ikut juga kesana.
"Gimana? Lo gak mau lihat Juna ini yang menerima penghargaan itu? Ya gue masuk sepuluh besar aja sih." ucap Juna pada Sanis.
"Pasti gue ikut dong ya, gak apa-apa Juna. Kalau Lo gak masuk tiga besar, Lo masuk sepuluh besar aja gue seneng banget." Sanis mengungkapkan bahwa ia bahagia dengan informasi hari ini.
..............
Juna sampai di rumah Sanis, tidak mewah namun sederhana dan berbeda. Karena daerah pariwisata, lumayan asri sekali disini.
Raspati yang membukakan pintu gerbang rumah nya ini dan dia tau kalau Juna ada tujuan kemari.
"Kapan Lo disini Jun?" tanya Raspati pada Juna yang menatapnya dengan sedikit senyum.
"Hm, baru aja sih dan gue mau jemput Sanis." jawabnya singkat, Raspati mempersilahkan Juna duduk terlebih dahulu.
"Sini sini, gue mau ngomong sama lo." Raspati merangkul bahu Juna dan membisikkan sesuatu pada Juna. Cowok itu kaget dengan apa yang di bisikan oleh Raspati.
"Ih gak kok Bli, gak ada gak gitu." jawab Juna panik dan wajahnya seketika memerah. Raspati hanya tertawa mendengar jawaban Juna.
"Kirain dah gitu,"
"Enggak Bli, gak gitu. Juna kesini mau jemput Sanis buat denger pengumuman hasil lomba seni rupa kemarin." jelas Juna pada Raspati yang ternyata salah paham kepada remaja ini.
............
Sanis datang menghampiri mereka berdua, dengan wajah Juna yang kesal. Membuatnya kebingungan.
"Jun Lo kenapa?"
"Gak apa-apa Nis, biasalaaah." Jawab Juna gak santai menatap Raspati tajam, lalu menarik tangan Sanis. Meminta Sanis agar cepat keluar dari rumah ini.
Raspati hanya bisa tertawa melihat keduanya, seperti hubungannya dulu dengan seseorang. Tapi ya sudahlah lupakan saja.
.............
Mereka sampai di galery seni rupa yang ada di Gianyar terkenal dengan kota seninya. Mereka masuk dan disambut oleh beberapa orang disana. Sejak tadi Juna hanya diam saja, Sanis merasa heran dengan sikap cowok itu.
"Jun Lo di apain sama kak Ras? Dia nakal sama Lo?" tanya Sanis pada Juna yang masih diam.
"Gak usah tau ini masalah para pria!" jawabnya gak santai, Sanis tertawa melihat tingkah dan wajahnya yang sedikit merona. Gadis itu bingung dengan sikap cowok ini. Tapi Yasudah lupakanlah, yang pasti ia senang jika Arjuna yang meraih 10 besar dari lomba itu.
"Selamat ya, Juna. Lo berhasil membuat lukisan Lo ini di pajang di museum ini." ucap Sanis yang ikut senang dengan keberhasilan Juna.
"Iyalah, ini juga berkat Lo juga. Dan bagaimana dengan Lo sendiri?"
"Kalau gue, kayaknya disini cuma sebuah hobi saja. Dan sisanya gue diajak untuk latihan vokal." Sanis tersenyum senang karena ia punya kesempatan lagi untuk mendapatkan impiannya.
"Nis, gue bakal dukung Lo. Apapun itu dan jangan libatkan gue dalam mimpi itu." Juna menatap Sanis serius. Rasanya aneh ketika di tatap oleh Juna.
"Kenapa? Padahal gue mau jadiin Lo gitarisnya." Juna menggelengkan kepalanya.
"Gak bisa, nanti pada akhirnya jadi gini lagi. Gue gak mau rebut semuanya dari Lo. " Jelasnya pada Sanis, gadis itu menggelengkan kepalanya. Bukan itu maksud dari semuanya ketika ia tak mendapatkan mimpi itu. Juna menyerahkan piala itu ke gadis ini, dengan rasa tidak enak. Sejak pertama mereka di pertemukan. Hanya Arjuna yang mengambil semua kesempatan untuk Sanis .
"Gini Jun, cukuplah gue punya pengalaman saja. Dan mungkin itu bukan buat gue. Tapi ini untuk Arjuna." Sanis menyerahkan kembali piala itu kepada Juna dengan senyuman tulusnya. Juna merasakan aura berbeda dari gadis ini, dan senyum manisnya di hiasi lesung pipinya membuat semakin cantik.
"Oke deh, makasih banyak ya Nis." Tanpa sadar Juna memeluk tubuh gadis itu. Pelukan hangat mungkin akan membuatnya lebih baik lagi.
............
"Kenapa harus dia lagi yang harus dapetin Juna!" Rasanya geram sekali, jika melihat Juna bersama dengan Sanis baginya adalah orang yang menghancurkan hubungannya dengan Juna. Seorang yang memantau mereka berdua yang sedang berpelukan dan mengikuti mereka pergi bersama untuk berjalan-jalan sebentar.
"Lo harus lakuin sesuatu kalau gitu." saran seseorang yang berdiri di sebelahnya yang memakai Hoodie hitam dan maskernya di lengkapi dengan kacamata senada.
"Siapa Lo?" tanya gadis itu pada seseorang yang diduga seorang cowok itu.
"Gue itu sama seperti Lo. Menginginkan diantara mereka." jawabnya lagi yang membuatnya kebingungan.
"Apa Lo menginginkan Sanis?" tanya lagi gadis ini dan di jawab anggukan kepala.
"Ya, Dinda." Cowok itu membuka maskernya dan melepas kacamatanya. Dinda kaget dengan apa yang ia lihat sekarang.
"Udahlah, mari kita kerja sama." Ajak cowok itu yang mengulurkan tangannya untuk membuat kesepakatan dengan Dinda.
Ia senang ada yang punya tujuan yang sama dengannya, Dinda tersenyum licik dan membalas uluran tangannya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Juna mengantarkan Sanis pulang ke rumahnya dan Raspati menghampiri mereka berdua. Sanis menatap kakaknya aneh yang memintanya untuk masuk terlebih dahulu.
Raspati tertawa melihat Juna yang kesal padanya, wajahnya itu sangat lucu sekali. Juna memarkir motornya di halaman dan Raspati mengajaknya mengobrol bersama.
"Jun, Lo harus tau itu wajarlah." ucap Raspati pada Juna yang masih diam saja.
"Iya tau, Bli Yan juga bilang gitu. Sampe tiap hari Juna di wawancara terus." Juna kesal jika ia ingat dengan jelas saat itu juga.
"Udahlah Jun, Lo tenang aja dan ya gak apa-apa." Raspati hanya menenangkan Juna.
"Ouh ya, Bli jangan kasik tau siapa-siapa ya ....termasuk Sanis." Tatapan selidiknya itu pada Raspati yang setuju.
"Kalian rahasiain apa dari Sanis?" Juna segera bergegas untuk pulang dan sisanya Raspati yang urus.
.
..
.
.
.
.
.
.
.
Sanis
Nis besok Lo sibuk gak ?
Kalau enggak kita jalan Yook.
Jangan ajak temen temen
Jangan bilang Bli Ras sama mbok Luna
Nanti kita di ikutin:)
Khusus kita berdua aja ya.
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
Bersambung .....
Terimakasih :)