Hampir Semua orang di desa Black Sword membenci Risa Ariz. Anak yatim piatu itu dijauhi, dianggap terkutuk, dan dipercaya menyimpan makhluk kegelapan di dalam dirinya.
Muak diperlakukan layaknya sampah, Ariz memutuskan untuk berbuat onar. Ia tidak melukai, tapi ia pastikan setiap orang di desa merasakan kehadiran dan penderitaannya: dengan menyoret tembok, mengganggu ketenangan, dan menghantui setiap sudut desa. Baginya, jika ia tidak bisa dicintai, ia harus ditakuti.
Sampai akhirnya, rahasia di dalam dirinya mulai meronta. Kekuatan yang ditakuti itu benar-benar nyata, dan kehadirannya menarik perhatian sosok-sosok yang lebih gelap dari desa itu sendiri.
Ariz kini harus memilih: terus menjadi pengganggu yang menyedihkan, atau menguasai kutukan itu sebelum ia menjadi monster yang diyakini semua orang.
"MINOTO NOVEL"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MINOTO-NOVEL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17: KEKUATAN STROM MILIK REO
Keesokan harinya. . .
"Hoaa!" Ariz terbangun dengan kuapan panjang. "Selamat pagi..." ia mengucap, tetapi tidak ada jawaban. Reo tidak ada di karpetnya. "Huh? Ke mana dia?" gumamnya heran.
Tanpa pikir panjang, ia beranjak dari tempat tidur dan mulai mencari Reo. Ia sudah mengecek semua ruangan, tetapi pamannya itu tidak terlihat.
"Apa Paman pergi keluar, ya?" pikirnya, sambil berjalan ke arah pintu depan.
Di luar, ia bingung harus mencari ke mana. "Ke mana, sih, dia?" Tiba-tiba, telinganya menangkap suara pukulan yang berulang kali, berasal dari taman kecil di dekat rumah. Penasaran, ia berjalan mendekat.
"Hah?"
Saat sampai di taman, matanya langsung terfokus pada Reo yang berdiri di tengah lapangan. Ariz segera bersembunyi di balik semak-semak, mengamati apa yang sedang dilakukan pamannya.
"Paman Reo? Apa yang dia lakukan di sana?"
Reo berdiri tegak di tengah lapangan. Matanya terpejam dan kedua tangannya menggenggam sebuah katana kayu. Ia menarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan.
"Hah..." Reo membuka matanya. "Heh!"
Seketika, ia menebas katana kayunya ke arah angin. Ariz terkejut melihat daun-daun kering di sekitarnya seketika terbang terangkat oleh tebasan itu. Reo terus bergerak, seolah lawannya adalah angin itu sendiri. Gerakannya cepat dan terarah, menciptakan pusaran angin kecil. Daun-daun dan debu beterbangan, ikut berputar dalam pusaran itu.
Ariz takjub, ia tidak tahu pamannya bisa melakukan hal sehebat ini. "Whoaa..! Gimana caranya dia melakukan itu?" ucapnya terkagum-kagum.
Gerakan Reo semakin cepat, dan pusaran angin yang diciptakannya semakin kencang. Reo kini tersembunyi di balik putaran angin itu. Saat pusaran angin sudah mencapai ketinggian pohon, Reo tiba-tiba menghentikan gerakannya, lalu mengayunkan pedangnya dengan sekuat tenaga. Angin itu langsung terlempar jauh, menghilang dengan cepat bersama daun-daun yang ikut terbawa.
Reo menghela napas, berhenti bergerak, dan menurunkan pedang kayunya. Ariz masih terpaku, mulutnya sedikit terbuka.
"Woahh...!"
Suara kagum itu terdengar oleh Reo. "Huh?" Reo menatap Ariz yang berdiri membeku di balik semak-semak. Ia tersenyum kecil. "Apa kau melihatnya?"
Di Dapur. . .
"WOAAAHH..! Jadi, gerakan itu namanya 'gerakan tornado'?! KEREN BANGET!" Ariz masih tak bisa menahan kekagumannya.
"Hah," Reo tersenyum sombong. "Benar, 'kan?"
"Banget! Gerakan Paman membuat angin di sekitar ikut bergerak. Benar-benar luar biasa!"
"Yah... itu cuma gerakan biasa yang kulakukan setiap hari. Kalau kau mau tahu, itu salah satu kekuatan elemen milikku."
"Huh? Elemen?" Ariz mengerutkan dahi, bingung.
"Ya, elemen. Ada berbagai macam elemen yang paling umum ditemukan. Elemen api, elemen air, elemen petir, elemen tanah. Sebenarnya masih banyak lagi. Dan yang kau lihat tadi, itu elemen ciptaanku sendiri. Elemen yang kumiliki adalah elemen angin."
"Woaahh..! Kalau gitu, aku juga mau pakai elemen angin!" seru Ariz bersemangat.
"Eits! Tidak bisa!" tolak Reo.
"Kenapa tidak bisa?" tanya Ariz kecewa.
"Karena ini elemen milikku. Kalau kau ingin punya elemen yang sama sepertiku, kau harus menciptakannya sendiri."
"Eum... tapi... bagaimana caranya?"
"Nanti, akan kuberitahu. Sekarang, sebaiknya kita sarapan dulu. Perutku sudah kelaparan," kata Reo sambil beranjak dari kursi.
"Oh, kalau begitu, aku akan memasak mi instan," tawar Ariz.
"Yang benar saja?! Pagi-pagi sudah makan mi instan? Apa kau tidak makan makanan bergizi akhir-akhir ini?"
"Mi instan sudah jadi makanan utamaku. Harganya murah, jadi aku bisa makan sebulan penuh."
"Satu bulan penuh?! Ariz, seharusnya gaji yang kau terima setiap bulan sudah lebih dari cukup!"
Ariz menatapnya, bingung. "Benarkah?" jawabnya singkat.
"Tentu saja! Gaji yang kau terima setiap bulannya kan milik Ayahmu. Dengan gaji sebesar lima puluh juta, kau bisa membeli apa pun yang kau mau!" Reo menggebu-gebu, seolah hal itu adalah fakta yang paling jelas di dunia.
Aneh sekali, batin Ariz. Padahal gaji yang kuterima tidak sebanyak itu. Hanya kurang dari empat ratus ribu. Apa perkataan Reo hanya bercanda? Atau ada sesuatu yang tidak kuketahui? Ariz terdiam, pikirannya kalut. "Lima puluh juta...?" bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar.
Reo menatap Ariz, raut wajahnya berubah cemas. "Ahhh, apa mungkin... kau sengaja menghemat agar sisa uangmu bisa ditabung? Kau benar-benar anak yang pintar, ya!" Reo menebak, berusaha mencari jawaban masuk akal.
Ariz masih terdiam, mencerna kata-kata Reo.
"Begini saja, sarapan hari ini aku yang teraktir! Kau ingin makan apa pun, nanti aku yang bayar!" Reo berkata penuh semangat, memecah keheningan.
Mendengar itu, mata Ariz langsung melebar. "BENARKAH?! KAU AKAN MENTRAKTIRKU APA SAJA?!" teriaknya, terkejut.
Reo tersenyum lebar. "Tentu saja! Kebetulan hari ini aku dapat gaji tambahan. Untuk merayakannya, aku akan mentraktirmu apa saja! Tunjukkan tempat makan yang enak di desa ini, Ariz."
"Tempat makan yang enak? Hmm..." Ariz berpikir sejenak, lalu matanya berbinar. "Ah! Di desa ini ada kedai mi yang ingin sekali aku coba! Kita sarapan di sana saja?!"
Reo menatapnya, heran. "Hah... apa kau tidak dengar perkataanku tadi?"
"Perkataan apa?" Ariz balik bertanya, wajahnya pura-pura polos.
Reo menggeleng sambil tertawa kecil. "Ah, sudahlah. Tunjukkan di mana tempatnya." Ia berjalan lebih dulu menuju pintu.
Ariz yang penuh semangat langsung menarik tangan Reo, mengajaknya berlari kecil menuju kedai mi. Jalanan desa sudah ramai seperti biasa di pagi hari. Ada beberapa orang yang tersenyum saat melihat tingkah mereka, sementara yang lain berbisik-bisik, seolah penasaran. Setelah berlari dan kelelahan, mereka akhirnya tiba di kedai mi yang dimaksud.
"Ini tempatnya, Paman," kata Ariz sambil menunjuk kedai yang ramai itu.
Reo tercengang. "Wah... ramai sekali! Kita tidak akan dapat tempat duduk kalau begini."
Tiba-tiba, seorang pelayan menghampiri mereka. "Permisi, apa kalian mau makan di sini?"
"Ah, iya. Tapi sepertinya tidak ada tempat duduk," jawab Reo.
"Jangan khawatir. Kalian bisa makan di atas. Aku akan siapkan tempatnya," kata pelayan itu ramah.
"Bagus kalau begitu! Tunjukkan tempat duduk untuk kami," ujar Reo, sambil mengikuti pelayan itu...
BERSAMBUNG...
bukan mencari kekuatan/bakat yang baru. sesuatu bakal bagus, kalau kita rajin👍