Di tahun 2036, dua agen elit Harzenia Intelligent Association (HIA), Victor dan Sania, mendapatkan tugas khusus yang tak biasa: mudik ke kampung halaman Victor. Awalnya terdengar seperti liburan biasa, namun perjalanan ini penuh kejutan, ketegangan emosional, dan dinamika hubungan yang rumit
Sejak Kekaisaran jatuh hanya mereka God's Knight yang tersisa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emperor Zufra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 17:Night after battle of Orson
DI LUAR — LANGIT TERBELAH.
Aliansi terpukul mundur. Armada musuh muncul dari hyperspace, dan salah satu kapal perusak meledak.Di jantung Exekutor II, ruangan inti bergetar hebat. Ledakan terus terdengar dari luar. Armada Aliansi bertempur mati-matian melawan armada Abyss, tetapi kekuatan perisai pelindung membuat posisi mereka tak menguntungkan. Di tengah medan bintang yang hancur, Jenderal Cassian Rydan memimpin dari kapal induk Liberator. Namun, meriam Exekutor II menembak langsung ke pusat kendali kapal tersebut.
"JANGAN! ITU JATUH TEPAT DI ATAS KITA!" teriak salah satu operator.
Seketika cahaya putih membakar layar-layar kontrol, dan suara Jenderal Cassian yang terakhir hanya berupa desis radio terputus.
Tapi kapal itu hanya Mengalami kerusakan yang tak begitu parah
Tak lama Exekutor ll menembak lagi ke arah Kapal induk Liberator
dan membuat kapal itu kehilangan kendali kali ini mengalami Kerusakan yang Sangat parah dan mengakibatkan kapal itu terjatuh.
"KAMI TERTEMBAK...Tolong lanjutkan menyerang dan terus berjuang.....untuk Republik dan untuk.....aliansi"
TERIAK Cassian Rydan sebelum kapal induk kehilangan kendali
Pesawat Cassian Pun jatuh Dan hancur.
"Cassian... mereka membunuh Cassian... kita kehilangan pusat koordinasi..." gumamnya.
Cassian Rydan tewas...
INTERIOR - RUANG INTI EXEKUTOR II
Empat siluet berhadapan dengan dua kegelapan agung. Pertempuran dimulai dengan amarah langit dan kekuatan api neraka yang Berkobar Bak Kebakaran.
Nari dan Jennah melawan Pluto.
"Jennah! Formasi Crimson Rain!" teriak Nari. Tubuhnya memancarkan aura ungu dan biru, gaya khas sihir anime isekai yang ia pelajari dari dunia lain. Rantai sihir melingkar di tubuhnya, memanggil entitas berbentuk naga transparan dari udara.
Jennah berputar di udara, menarik senapan Nibiru, menembakkan peluru energi bertubi-tubi yang menghantam perisai Pluto. Suaranya menggema: "DANCE OF VOID!"
Pluto tertawa. Wujudnya kini hibrid naga dan manusia, dengan kulit sisik hitam dan ekor yang menyapu lantai.
"Kalian pikir bisa menghentikanku?" geramnya sambil menangkis serangan dengan sayap kerasnya.
Nari menghantam tanah. Lingkaran sihir merah menyala di bawah kaki Pluto, lalu pilar-pilar energi menghantamnya dari atas. Jennah, dengan cepat, berubah ke mode Leon — tubuhnya menjadi seperti bunglon metalik, menyatu dengan lingkungan. Ia berlari cepat, menghilang dari pandangan, lalu tiba-tiba muncul dari belakang dan menebas Pluto dengan Vortex, pedang plasma yang bersinar biru-putih.
"ARGHH!!" Pluto meraung, darah hitam muncrat dari bahunya.
Namun, ia tertawa. Tubuhnya bergetar, dan dari luka itu, regenerasi mulai bekerja. "Serangan bagus... tapi belum cukup."
Sisi lain - Victor dan Sania melawan Kaisar Zufra.
Victor menodongkan pistol laser The Kid-nya, wajahnya penuh luka dan debu. "Aku takkan membiarkanmu memanipulasi Sania lagi."
Sania di sisinya, kini dalam wujud Aspirant — baju tempur putih dengan inti cahaya biru hijau di dada, seperti kristal energi yang berdetak. Matanya basah tapi fokus.
Zufra tersenyum, penuh keangkuhan. Tubuhnya menyala dengan energi petir. Petir merah keluar dari jarinya, menghantam dinding dan melelehkan baja.
"Kalian pikir cinta bisa menyelamatkan kalian dari sejarah? Kalian lahir dari darah yang sama... pengkhianatan dan kehancuran."
Victor menembakkan laser. Zufra menangkis dengan satu jentikan jari, menciptakan perisai petir.
Sania meluncur ke depan dengan kekuatan Aspirant, meninju perisai itu dengan tinju energi. Dentuman hebat membuat seluruh ruangan terguncang.
"Aku bukan lagi keturunan! Aku adalah pilihanku sendiri!" teriak Sania.
Zufra menatapnya tajam. "Lalu lihat hasil pilihanmu. Dunia akan hancur, dan kamu akan menyaksikan cinta yang kamu pegang... binasa."
Dia mengangkat kedua tangan. Petir dari seluruh ruangan berkumpul di tubuhnya.
"AZRAEL STORM!" teriaknya.
Gelombang petir raksasa ditembakkan ke arah mereka. Victor berlari menutupi Sania, tubuhnya terbakar di pinggir. Tetapi saat itu pula, Sania memanggil inti Aspirant miliknya, dan perisai biru muncul, menghentikan badai itu sesaat sebelum mengenai mereka.
KEMBALI KE NARI DAN JENNAH, Jennah, dengan tubuh separuh tak terlihat, mengelak dari serangan ekor Pluto, dan menembakkan Nibiru langsung ke matanya.
"GAAAAAHH!!"
Nari, yang kini berdiri di udara dengan lingkaran sihir raksasa di belakangnya, menurunkan tangan: "ULTIMA HEX: ZERO BLOOM!"
Lima pilar energi berbentuk bunga sakura menyelimuti Pluto dan menghancurkan tubuhnya dari luar ke dalam.
Namun Pluto berteriak, menggabungkan semua bentuk binatang mistik sebelumnya — naga, griffin, phoenix — menjadi satu wujud: Leviathan Abyss.
Wujud raksasa itu menembus atap ruang reaktor dan membelah ruang udara. Suara gemuruh seperti jeritan iblis.
Di Permukaan pulau Orson
Di tanah, warga sipil yang selamat kini bergabung membantu pasukan Aliansi. Mereka mengangkat senjata bekas, melawan pasukan Monster Abyss.
"Untuk Kebebasan Dan untuk Mereka yang sudah mati!" teriak salah satu warga sambil menembakkan peluru terakhirnya.
Bulan hutan Orson, pagi itu berkabut. Kabut bukan karena hujan, tapi dari asap tembakan malam sebelumnya. Di antara pepohonan raksasa, suara-suara alam perlahan dikalahkan oleh bisikan senjata yang dicek dan langkah kaki pelan para prajurit.
Wedge dan Vlad, pemimpin regu kecil Pemberontak, mengangkat tangan—memberi sinyal berhenti. Ia menatap melalui binokulanya ke arah struktur baja raksasa yang menjulang di balik dedaunan.
"Shield Generator… di sanalah jantung pertahanan Kekaisaran," bisiknya.
Di belakangnya, sekelompok kecil pemberontak — manusia dan satu — merunduk di antara akar pohon dan semak berduri. Mereka tahu mereka tidak punya kekuatan penuh. Tapi mereka punya kesempatan Dan harapan.
Di luar, pasukan utama pemberontak — yang dipimpin oleh Jendral Vlad dan ditemani oleh para Warga penghuni Pulau Orson
Warga-warga pulau Orson bersenjatakan jebakan kayu, batu, dan panah runcing, menyebar dengan keahlian alami di antara pohon-pohon. Mereka bukan petarung luar angkasa, tapi mereka melindungi rumah mereka.
“Serang saat kalian dengar ledakan dari dalam,” kata Reen.
Dan beberapa detik kemudian—BOOM!—ledakan mengguncang fasilitas dari dalam, hasil sabotase Sorel.
“Sekarang!”
Teriakan dan deru senjata memenuhi hutan. Waguri dan warga menyerbu dari atas pohon, menjatuhkan batu besar ke atas walker kecil. Pasukan pemberontak menghambur keluar dari semak, melempar granat dan menembak Monster yang panik.
Pohon-pohon terbakar. Tanah berguncang.
Orson berubah menjadi medan perang.
Di dalam markas, Waguri dan timnya masuk ke ruang pengendali utama.
“Blokir komunikasi dulu!” perintah Waguri. Mei langsung mencabut kabel dari terminal utama, membuat layar-layar padam sesaat.
Tapi mereka tak sendiri.
Pasukan Kekaisaran sudah tiba. Tembakan menghantam konsol. Arco terkena di bahu, jatuh ke lantai.
“Aku jaga pintu!” teriaknya. “Selesaikan misi!”
Waguri dan Mei berlari menuju reaktor utama—sebuah ruang silinder dengan cahaya biru berdenyut yang melindungi medan pelindung Exekutor ll di orbit.
“Pasang peledak!” kata Sorel.
Mei mengatur detonator sementara blaster menembus tembok. Dua Monster masuk, tapi langsung tumbang di tangan Waguri.
“Waktu kita tinggal 30 detik!”
Di luar, pertempuran makin sengit. sebagian Warga jatuh tertembak. Seorang pejuang pemberontak tertangkap oleh droid pengintai. Tapi sebagian berhasil mendorong pasukan Kekaisaran mundur sedikit demi sedikit ke gerbang fasilitas.
Di langit, Reen menatap ke atas dan melihat: Exekutor ll masih bercahaya. Mereka belum tahu kalau perisainya belum padam. Jika tidak, armada luar angkasa mereka akan jatuh satu per satu.
“Cepatlah…” bisiknya.
Pertempuran di darat berlangsung sengit tapi untungnya membuahkan hasil yang positif Para pasukan gabungan akhirnya berhasil memukul mundur pasukan monster dan Tak lama Pasukan aliansi memasang bahan peledak/Bom Di menara Pelindung exekutor II dan Kemudian...
Di dalam fasilitas, Waguri tertembak tepat saat timer menyentuh 00:03. Ia terjatuh, tersenyum pada Sorel. “Untuk Dunia yang lebih baik…Takakura aku akan mencintaimu selalu.....”
Waguri melompat ke luar jendela kecil di lorong darurat saat ledakan besar mengguncang struktur.
BOOOOM!
BOOMMM!!!
MENARA itu meledak dan membuat exekutor ll tanpa perlindungan
Seluruh generator meledak dari dalam. Menara runtuh. Medan pelindung Exekutor ll… padam.
Di angkasa, kapten Rydan jo dan komandan Antilles mendapat sinyal dari darat.
“Perisai sudah hancur! Jalan masuk terbuka!”
Armada Pemberontak meluncur ke arah Exekutor ll. Pertarungan akhir dimulai.
KEMBALI KE INTERIOR.
Victor dan Sania, dengan kekuatan gabungan mereka, mencoba menyerbu Zufra dari dua sisi.
Sania: "Kau siap, Rambut merah? ?"
Victor (senyum kecil): "Untukmu? Selalu Kepala Lumut."
Mereka meluncur. Victor dengan kecepatan koboi super, menembakkan peluru plasma yang memantul di dinding lalu ke arah titik lemah Zufra. Sania datang dari atas, menghantam dengan pukulan energi dari Aspirant Blade.
Zufra menangkis, tapi terkejut oleh taktik gabungan itu. Dia terdorong mundur.
"Kalian berani menantang mahluk setengah dewa?"
Sania:"Well gua aja gk percaya dengan Tuhan apalagi dewa"
Victor: "Kami pernah mencintai. Itu lebih kuat dari dewa mana pun."
Mereka menerjang bersama... dan layar menjadi putih menyilaukan.
Di luar Exekutor II, pertempuran sengit terus berkecamuk. Armada aliansi yang tersisa, walau banyak kehilangan kapal dan pemimpin seperti Kapten Rydan Jo, tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah. Komandan Wedge dan Komandan Antiles memimpin sisa pasukan untuk melancarkan serangan langsung ke Exekutor II.
Mereka memanfaatkan kelemahan pada bagian yang belum rampung dibangun di sisi timur Exekutor II. Dengan formasi khusus dan keberanian luar biasa, pasukan aliansi berhasil menerobos pertahanan dan masuk ke dalam struktur kapal raksasa itu.
"Perisai Telah mati semua unit yang tersisa memasuki. Bagian dalam Exekutor" ucap komandan Antiles
"Aku masuk" ucap komandan Wedge
Mereka pun memasuki Bagian dalam Exekutor
"Berpencar saat di dalam Exekutor supaya pesawat musuh ikut berpencar" Ucap komandan Wedge
"Siap Pak" ucap Rydan jo
mereka pun berpencar sebagian Pergi mengalihkan perhatian sebagian masuk dan mencari reaktor utama kapal.
Setelah bertempur habis-habisan melawan pasukan Abyss di koridor sempit yang dipenuhi percikan listrik dan ledakan, mereka akhirnya mencapai reaktor inti Exekutor II dan meledakkan nya.
"Itu dia"
"Baiklah Wedge Incar titik lemah Reaktor itu"
"Siap Pak Antiles aku Sudah siap menembak"
*Piu² dor² Duarrrrr
Mereka Pun keluar dari Ruang reaktor itu Yang akan segera meledak Tak lama lagi.
Sementara itu, di ruang takhta, pertarungan antara para God's Knight dan musuh mereka memasuki klimaksnya. Victor dan Sania, dengan kekuatan gabungan The Kid dan Aspirant, bertarung mati-matian melawan Sang Kaisar Zufra yang telah mencapai bentuk sempurnanya, dipenuhi energi petir dan kekuatan dari DNA Bendi. Di sisi lain, Nari dan Jennah menghadapi Pluto, yang terus berubah wujud menjadi makhluk mistik mematikan.
Nari, dengan sihir isekainya, menciptakan ilusi dan jebakan demi jebakan untuk menahan Pluto. Jennah, dalam wujud Leon, menggunakan pedang plasma Vortex dan senapan Nibiru dengan presisi mematikan. Mereka berhasil mengimbangi Pluto, meski luka mulai memenuhi tubuh mereka.
Di tengah pertarungan sengit itu, Nari menyadari sesuatu: getaran aneh dari lantai bawah, dan perubahan tekanan udara—indikasi bahwa reaktor inti Exekutor II akan segera meledak. Matanya membelalak, lalu menatap Jennah.
"Kalau kita tidak lakukan sesuatu sekarang, semua orang di kapal ini akan mati... dan mereka akan ikut kabur," ucap Nari dengan napas memburu.
Jennah mengangguk cepat. "Kita harus mengikat mereka di sini. Sekarang."
Dengan kekuatan gabungan, Nari menciptakan rantai energi sihir yang menjerat tubuh Pluto, sementara Jennah meledakkan penyangga kubah ruang takhta, menjatuhkan puing-puing untuk memerangkap sang Kaisar. Sang Kaisar Zufra tertawa mengejek, tidak sadar bahwa waktu untuknya telah habis.
"Kalian pikir kalian bisa menahan kami dengan ini?!"
"Kami tidak berniat menahanmu," ucap Nari sambil menatap mata Kaisar. "Kami berniat mengakhiri semuanya."
Detik berikutnya, reaktor inti Exekutor II mulai mengalami ledakan awal. Gemuruh menghantam seluruh struktur kapal. Lantai bergetar, dinding meledak, dan gelombang energi merah menyala dari dalam.
Para God's Knight mencoba melarikan diri. Tapi waktu terlalu sempit. Dalam hitungan detik, Nari dan Jennah saling berpandangan—dan bersamaan, mereka membuka perisai energi gabungan terakhir mereka. Kubah energi raksasa terbentuk, melingkupi mereka berempat.
Aliansi Yang tersisa pun menjauhi Exekutor ll yang akan segera Meledak di momen itu Para komandan aliansi ahirnya bisa bernapas lega karna momok menakutkan yang menghantui mereka akhirnya musnah bersamaan dengan Sang Kaisar.
Ledakan besar mengguncang seluruh langit Orson. Cahaya merah menyilaukan membakar malam. Suara kehancuran menggema sejauh ratusan kilometer. Exekutor II, kapal angkasa raksasa harapan terakhir Kekaisaran Abyss, hancur menjadi debu di angkasa.
Dan di dalam kobaran itu, sang Kaisar Zufra dan Pluto, sang prajurit setia yang haus kekuasaan, ikut musnah bersama kapal kebanggaan mereka.
Api perlahan meredup. Puing-puing terbakar jatuh ke tanah dan laut. Tapi dari tengah kehancuran itu, sebuah cahaya biru muncul—perisai energi milik Nari dan Jennah yang masih bertahan.
Di dalamnya, keempat God's Knight bernafas dengan lelah, penuh luka, namun hidup.
Mereka berhasil.
Dan dunia... untuk sementara... selamat.
Beberapa jam setelah ledakan dahsyat Exekutor II…
Langit Orson yang semula membara kini sunyi. Debu dan api perlahan mereda, menyisakan langit kelabu dan lautan reruntuhan metalik. Dari puing-puing orbit kapal raksasa yang hancur, sisa armada aliansi yang masih bertahan mulai mundur.
Kapal-kapal mereka tampak compang-camping, sebagian besar terluka berat, dan hanya menyisakan sepertiga dari kekuatan awal. Namun mereka berhasil, dan itu lebih dari cukup.
Dalam komando darurat, seorang perwira muda menggantikan posisi Jenderal Cassian Rydan yang gugur dalam pertempuran. Suaranya terdengar di seluruh kanal komunikasi armada:
> “Kepada seluruh unit… misi selesai. Exekutor II telah dihancurkan. Kita kehilangan banyak, tapi kita menang. Kembali ke markas. dan Kembali ke rumah.”
Suara tangisan, pekikan lega, dan teriakan kemenangan bercampur di udara. Beberapa pilot memejamkan mata, menyebut nama-nama yang tak akan pulang. Yang lainnya hanya menatap kosong, menyimpan luka yang tak bisa dilihat dari luar.
Di ruang medis, banyak yang terluka. Dan di antara mereka, para God’s Knight yang masih hidup… terluka tapi selamat.
Di dalam kapal medis utama milik Aliansi
Victor duduk diam di salah satu bangsal. Wajahnya penuh luka, tubuhnya diperban, tapi matanya tak lepas dari jendela yang menunjukkan reruntuhan Exekutor II yang mengambang di orbit.
Sania, duduk di sebelahnya. Ia tak berkata apa pun. Hanya menggenggam tangan Victor erat.
Di seberang ruangan, Jennah dan Nari juga dalam kondisi lelah total. Nari masih tertidur, energinya habis setelah membentuk perisai terakhir yang menyelamatkan nyawa mereka semua dari ledakan maut.
Jennah membuka mata perlahan dan berkata lirih:
> “Kita hidup… kita benar-benar hidup…”
Victor membalas tanpa senyum. “Ya… tapi banyak yang tidak.”
Sania hanya bisa menunduk, menahan tangis yang belum sempat keluar sejak semuanya berakhir.
Di Markas Besar Aliansi, Kota Vichy
Beberapa hari kemudian, armada yang tersisa akhirnya kembali ke markas. Iring-iringan pesawat mereka disambut oleh siulan angin dan bendera yang diturunkan setengah tiang.
Upacara penghormatan untuk para pahlawan yang gugur digelar secara besar-besaran. Nama-nama seperti Cassian Rydan, Gustava, Yorki, dan ribuan lainnya diukir di monumen besar. Di bawah langit malam, ribuan cahaya lentera dilepaskan ke udara.
Victor berdiri di depan podium, mengenakan seragam Harzenia dengan luka-luka yang belum sembuh sepenuhnya. Ia tidak memberikan pidato panjang, hanya satu kalimat:
> “Mereka gugur bukan karena kalah… tapi karena memilih untuk melawan.”
Seketika, gemuruh tepuk tangan dan tangis haru memenuhi alun-alun besar Vichy. Dunia bebas, setidaknya untuk sekarang.
Dan di akhir hari…
Victor dan Sania duduk di bangku taman markas, di bawah langit senja. Angin lembut meniupkan harapan baru.
> “Apa kita benar-benar selesai?” tanya Sania pelan.
> “Belum,” jawab Victor. “Tapi… kita masih hidup. Dan itu awal yang baik.”
Nari dan Jennah mendekat, membawa dua cangkir teh hangat. Jennah menyeringai, “Kalau gitu, jangan santai dulu. Masih banyak kerjaan, Mr. ‘The Kid’.”
Nari tertawa pelan. “Dan hey… kita kan God’s Knight. Bukan pensiunan.”
Empat sahabat itu saling pandang. Luka mereka mungkin tak akan pernah benar-benar sembuh. Tapi untuk pertama kalinya… mereka merasakan sedikit damai.
Sania Dan Victor saling memandang satu sama lain di momen itu
Di hati mereka berdua Hanya menginginkan 1 hal untuk saat ini Tempat untuk Pulang.
"Victor..."ucap Sania dengan pipi memerah
"Sania..." ucap Victor dengan Pipi yang ikut memerah
Nari Dan jennah yang melihat hal tersebut hanya bisa tersenyum tipis Melihat mereka.
Beberapa bulan setelah runtuhnya Exekutor II…
Musim gugur tiba lebih cepat dari biasanya di Distrik Aluvia, Harzenia Selatan. Daun-daun oranye kemerahan berguguran di sepanjang jalan kota yang kini pulih perlahan. Sisa-sisa perang masih tampak di beberapa bangunan yang belum sempat direnovasi, namun semangat warga tak pernah padam.
Victor•enus kini Selain menjadi God's Knight ia menjadi instruktur taktis di Akademi Militer Harzenia. Sosoknya lebih dewasa, tenang, tapi selalu tampak menyimpan satu ruang kosong yang belum bisa diisi. Setiap sore, ia berdiri di balkon atas gedung akademi, memandang ke arah langit barat. Menanti sesuatu—atau seseorang.
Di tangannya, sebuah liontin kecil berbentuk bintang. Patah di ujungnya. Milik Sania.
Di tempat lain...
Sania•Aturn, atau kini dikenal sebagai Letnan Satelit Angkasa, tengah bertugas di orbit, memimpin misi rekonstruksi jaringan pertahanan dunia pasca-Exekutor II. Dia selalu terlihat tegas dan karismatik di hadapan pasukannya. Tapi ketika malam tiba dan semua lampu kabin padam, ia membuka folder rahasia di datapad-nya: "Victor – Folder Pribadi". Di dalamnya, hanya ada satu pesan video dari Victor:
> “Kalau kau lihat ini, berarti kau masih hidup. Dan aku juga. Itu cukup buatku. Tapi kalau kau kembali… aku akan menunggumu di tempat pertama kita bertemu Rambut IJO!.”
Pesan itu diputar ulang hampir setiap malam, meski ia sudah hapal setiap intonasinya.
Hari itu pun tiba…
Di sebuah kota kecil bernama Selvila, tempat dulu mereka pertama kali mendarat saat mudik, Victor berjalan ke stasiun kereta tua yang kini telah direnovasi. Di sana, di bangku kayu tempat ia dulu duduk bersama Sania menunggu angkutan desa, ia duduk lagi… sendiri.
Tiba-tiba, terdengar suara langkah sepatu dari belakang.
> “Kau tidak berubah. Masih suka menunggu tanpa kepastian,” ucap sebuah suara yang familiar.
Victor menoleh cepat.
Sania berdiri di sana, dengan jaket lamanya, rambut yang dikepang sederhana, dan senyum yang setengah gemetar.
Victor bangkit perlahan, ragu.
> “Kau… datang?”
> “Aku selalu tahu kau akan tetap di sini.”
Sania melangkah maju, dan tanpa kata-kata lebih, ia memeluk Victor erat. Lama. Seolah dunia berhenti sejenak.
Victor berbisik di telinganya, “Aku pikir kau tak akan kembali.”
> “Aku pikir aku tak akan bisa… tapi ternyata, hatiku selalu tertinggal di sini. Denganmu.”
Malam itu, mereka duduk bersama di atas bukit Selvila, tempat yang sama saat mereka dulu menari seperti di film La La Cintaku. Lampu-lampu kota berkelip di kejauhan, dan langit dipenuhi bintang.
> “Setelah semua yang kita lalui… aku sadar,” ucap Victor. “Aku tak peduli jadi pahlawan atau bukan. Aku hanya ingin satu hal.”
Sania menoleh, tersenyum.
> “Apa?”
> “Kau. Selalu kau.”
Sania menghela napas lega, memejamkan mata.
> “Kalau begitu… jangan tinggalkan aku lagi.”
> “Tidak akan.”
#Plakkx *suara tamparan
"aduh buat apa itu?!" Ucap Victor
"Untuk pengingat Setelah apa yang kita alami" Ucap Sania
"aduhhh kau menampar ku untuk ke sekian kalinya" Ucap Victor
"Itu Sakit Tau" Ucap Victor Sambil Mengelus Pipinya
"Hehehehe Dasar Rambut Merah Gemes deh" ucap Sania
"Terus terang, Untuk saat ini aku sudah tidak punya keluarga"
Ucap Victor sambil memandangi kota Selvila
"Mereka Sudah tiada, aku minta maaf Sania sudah mengejek keluarga mu yang Sudah tiada duluan sekarang aku kena karmanya deh"
"Huh iya deh"
Di momen itu mereka Saling memandang satu sama lain Sebelum pada akhir tertawa lagi setelah beberapa saat Di momen itu Momen paling berkesan untuk mereka setelah Kejadian-kejadian yang mereka alami baru² ini.
Bersambung....
.hai salam kenal/Good/
bab nya panjang sekali