NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Sang CEO

Istri Rahasia Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Cinta Seiring Waktu / Romansa / CEO
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Rienss

“Sah!”
Di hadapan pemuka agama dan sekumpulan warga desa, Alan dan Tara terdiam kaku. Tak ada sedikitpun senyum di wajah meraka, hanya kesunyian yang terasa menyesakkan di antara bisik-bisik warga.
Tara menunduk dalam, jemarinya menggenggam ujung selendang putih yang menjuntai panjang dari kepalanya erat-erat. Ia bahkan belum benar-benar memahami apa yang barusaja terjadi, bahwa dalam hitungan menit hidupnya berubah. Dari Tara yang tak sampai satu jam lalu masih berstatus single, kini telah berubah menjadi istri seseorang yang bahkan baru ia ketahui namanya kemarin hari.
Sementara di sampingnya, Alan yang barusaja mengucapkan kalimat penerimaan atas pernikahan itu tampak memejamkan mata. Baginya ini terlalu cepat, terlalu mendadak. Ia tak pernah membayangkan akan terikat dalam pernikahan seperti ini, apalagi dengan gadis yang bahkan belum genap ia kenal dalam sehari.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rienss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aku Tidak Mengenalnya

“Aku tidak mengenalnya.”

Alan yang menyendiri di balkon kamar menghela napas, ingat jawaban yang ia berikan pada Dirga saat di ruang tamu tadi. Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibirnya, dengan nada tegas dan ingin seperti biasa.

Ia sendiri hampir tak percaya betapa mudahnya kebohongan itu keluar dari mulutnya, seolah-olah lidahnya sudah terbiasa melakukannya.

“Lebih baik begini,” gumamnya pelan seraya menatap langit malam yang pekat. Lebih baik berbohong daripada membiarkan semuanya runtuh. Begitu pikirnya.

Karena jika sampai fakta itu terkuak, terlebih jika sampai diketahui Lira, tentang pernikahan keduanya yang tak pernah ia rencanakan, maka seluruh hidupnya akan berantakan.

Alan menunduk, cengkraman pada gelas berisi anggur yang digenggammnya menguat. Ia ingat dengan sangat jelas kejadian malam itu, bagaimana sorot mata warga desa Cimara yang marah. Teriakan bercampur tuduhan dan desakan pada dirinya dan Tara untuk menikah saat itu juga karena dianggap pezina.

Saat itu Tara menangis, mencoba menyangkal serta memohon agar mereka tidak memaksanya, sementara dirinya dengan kepala berdenyut dan tubuh yang masih lemah hanya mampu berdiri di tengah kerumunan warga yang menghakimi.

“Kalau tidak mau menikah, berarti kalian siap menanggung hukum adat dari kami!” begitu seruan lantang salah satu warga desa malam itu.

Ia sempat kekeuh menolak, tapi ketika tatapannya menemukan wajah Tara  dan ayahnya yang hampir pingsan karena tekanan warga, ia merasa tidak ada pilihan lain.

Ia menerima pernikahan itu. Bukan karena cinta atau dorongan nafsu seperti tuduhan warga desa, tapi hanya karena ingin melindungi Tara dan ayahnya yang sudah menolongnya dari amukan warga.

“Ini hanya sementara,” ujarnya pada diri sendiri kala itu. Setelah semua mereda dan kondusif, ia akan menceraikan Tara.

Tapi nyatanya, sampai hari ini tiba, kata talak itu belum pernah keluar dari mulutnya.

Tak jauh berbeda dengan Alan, saat ini Tara juga belum bisa memejamkan mata meski jarum jam dinding kamar kostnya telah menunjuk angka satu. Ia hanya berbaring miring dengan tatapan menerawang kosong ke langit-langit kamar.

Berulang kali ia membalikkan badan, mencari posisi yang nyaman. Akan tetapi pikirannya tetap tidak mau diam.

Wajah Alan terus muncul di benaknya. Tatapan dinginnya di depan lift tadi, serta caranya bersikap seolah-olah mereka hanyalah dua orang asing yang kebetulan saling berpapasan.

Tara menghela napas panjang, mencoba mengurai rasa sesak yang membuncah di dadanya.

Ia tidak pernah berharap apa-apa pada Alan karena ia tahu posisi dirinya, hanya istri sementara yang bahkan tidak pernah dianggap ada.

Selama ini ia sudah berusaha meyakinkan diri bahwa pernikahannya dengan Alan hanya sebuah kesalahan yang harus bisa ia lupakan. Jika tidak karena pernikahan itu, mungkin hidupnya, ayahnya, dan juga Alan sendiri waktu itu akan berakhir dengan cara yang jauh lebih buruk.

Tapi tetap saja, ketika ingat apa yang terjadi pada ayahnya setelah tahu yang sebenarnya tentang Alan, hati Tara hancur.

Tara memejamkan mata sejenak. Ia ingat betul, hari dimana Arif tiba-tiba memanggilnya dan bertanya tentang cincin yang tak sengaja ayahnya itu temukan di saku salah satu celananya.

Cincin dengan tulisan “Alan&Lira, Jkt 10-08-2022”

Ayahnya itu terus mendesaknya, bahkan sempat berniat pergi ke kota untuk mencari Alan, meski tidak tahu pasti di kota mana Alan berada.

Dan di hari itu, ketika ia melihat sang ayah duduk termenung seharian di tepi ranjang, menatap kosong ke luar jendela tanpa sepatah katapun, Tara akhirnya menyerah.

Air matanya menetes saat itu juga.

Ia berlutut di depan ayahnya dan mengaku segalanya, tentang status Alan yang sebenarnya, juga kepergian pria itu yang tidak akan pernah kembali.

Dan sejak hari itu, Arif jarang bicara.

Bukan hanya karena kecewa, tapi juga karena rasa bersalah karena tidak bisa melindungi putri satu-satunya.

Sambil menatap langit-langit kamar, Tara menggigit bibir, menahan isak yang ingin pecah ingat semua itu.

“Ayah, apa yang harus Tara lakukan sekarang?” batin gadis itu.

*

Setelah sempat galau semalaman, Tara tetap datang ke kantor keesokan paginya. Ia sudah memutuskan untuk tidak menyerah pada keadaan.

Toh yang tahu pernikahan itu hanya dirinya dan Alan. Selama mereka berdua diam, maka semuanya akan tetap aman. Begitu pikirnya.

Dan karena sudah kembali dipertemukan takdir, Tara berniat untuk segera meminta agar pria Alan mentalaknya. Dengan begitu keduanya akan terbebas sepenuhnya dan tidak akan ada alasan lagi baginya untuk merasa bersalah ataupun takut.

Di ruangannya, Tara berusaha bekerja seperti biasa. Mengerjakan laporan, mengikuti rapat kecil dengan team divisinya, juga menyiapkan dokumen yang diminta atasannya, terutama Dirga yang semakin rajin menyuruhnya ini dan itu.

“Nanti siang temani saya meeting di lantai atas,” ujar Dirga sambil menyodorkan map berisi berkas yang sudah ia tanda tangani.

“Hah!” Tara spontan menatapnya. “Kenapa harus saya, Pak?”

Dirga mengangkat alis, lalu dengan nada santai pria itu berkata, “Dini sedang ada banyak pekerjaan.”

“Ya, tapi kan...”

“Cukup, Tara,” potongnya cepat. “Ini perintah, bukan permintaan.”

Tara hanya bisa menghela napas sembari menerima map itu dengan enggan. Mau tidak mau ia pun akhirnya mengangguk. “Baik, Pak.”

Dirga mengulas senyum, setelah itu kembali fokus dengan layar laptop di hadapannya. Sedangkan Tara mengundurkan diri dan kembali ke ruangannya.

Lain cerita dengan Alan yang justru terlihat tak tenang di ruang kerjanya.

Sejak pagi pikirannya tidak bisa fokus, apalagi setelah mendengar laporan dari Rico tentang Tara yang membuat dadanya semakin sesak.

Rico bilang, setelah kematian ayahnya, Tara terusir dari desa. Tidak ada yang mau menampung gadis itu karena dianggap aib.

Dan hal yang lebih membuat Alan semakin gelisah adalah, Rico tahu status gadis itu sudah menikah. Bahkan dengan entengnya Rico menyebut bahwa suami Tara adalah seorang bajingan. Karena telah menelantarkan gadis itu dan meninggalkannya di desa tanpa kabar.

“Sial! Kau menyebutku bajingan, Co,” dengus pria itu kesal mengingat ucapan Rico.

Alan lalu memijit pelipis, “Kenapa juga kemarin aku menyuruhnya mencari tahu,” lanjutnya bermonolog, menyesalkan keputusannya sendiri yang menyuruh Rico menyelidiki kenapa Tara bisa sampai ke ibukota dan bekerja di perusahaannya.

*

Sesuai perintah Dirga, siang itu Tara mengikuti pria itu menuju ruang meeting yang terletak di lantai teratas gedung itu. Meskipun hatinya masih agak dongkol, tapi ia harus tetap menghormati dan melaksanakan perintah Dirga selaku atasannya.

Begitu pintu ruang meeting terbuka, Tara dihadapkan pada wajah-wajah yang sama sekali tak dikenalinya. Beberapa di antara mereka terlihat fokus dengan laptop dan dokumen, ada juga yang sibuk berbincang dengan peserta rapat lainnya.

Namun begitu keduanya masuk, perhatian orang-orang itu sempat beralih kepada mereka.

Tara yang merasa canggung membungkuk singkat sebagai bentuk hormat sebelum ia mengikuti Dirga yang lebih dulu melangkah ke deretan kursi kosong. Pria itu lalu memberi isyarat dengan mata pada Tara agar segera duduk, dan Tara pun melakukannya.

“Wah... apa dia sekretaris baru Pak Dirga?” celetuk salah satu pria yang duduk di seberang meja yang tampak memperhatikan Tara dengan seksama.

Spontan pertanyaan itu mengalihkan atensi beberapa orang lainnya. Tatapan mereka pun langsung tertuju pada gadis cantik yang duduk di sebelah sang CFO.

Dirga mengulas senyum sambil menoleh sebentar kepada Tara. “Dia... staff baruku, Pak Putra,” jawabnya santai. “Kebetulan Dini sedang ada pekerjaan, jadi saya memintanya untuk menggantikan.”

Tara yang merasa tak nyaman diperhatikan tersenyum canggung, jemarinya saling meremas di pangkuan.

“Pak Dirga ini memang beruntung sekali, ya. Selalu dikelilingi wanita-wanita cantik,” celetukan lain datang dari pria yang duduk di sebelah Tara, yang tatapannya tak lepas dari Tara sejak si gadis masuk ruangan itu.

Dirga hanya tertawa pelan. Ia menyadari Tara merasa tidak nyaman, terlebih ia tahu mereka-mereka yang berkomentar itu adalah pria hidung belang. “Itu hanya sebuah kebetulan, Pak Candra.”

Tanpa mereka semua sadari, pria yang sedari tadi duduk di ujung meja mengamati setiap interaksi yang terjadi di ruangan itu dengan rahang menegang, terutama tatapan-tatapan yang tertuju pada Tara.

1
Rahmat
Dirga rebut tara dr pria pengecut seperti alan klau perlu bongkar dirga biar abang mu dlm masalah
Rahmat
Duh penasaran gimana y klau mrk bertemu dgn tdk sengaja apa yg terjadi
ida purwa
nice
tae Yeon
Kurang greget.
Rienss: makasih review nya kak. semoga kedepan bisa lebih greget ya
total 1 replies
minsook123
Ngakak terus!
Rienss: terima kasih dah mampir kak. Salam kenal dan semoga betah baca bukuku ya🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!