Bagaimana jadinya jika kamu menjadi anak tunggal perempuan di dalam keluarga yang memiliki 6 saudara laki-laki?
Yah, inilah yang dirasakan oleh Satu Putri Princes Permata Berharga. Namanya rumit, ya sama seperti perjuangan Abdul dan Marti yang menginginkan anak perempuan.
Ikuti kisah seru Satu Putri Princes Permata Berharga bersama dengan keenam saudara laki-lakinya yang memiliki karakter berbeda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurcahyani Hayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Pratama Putra
15 Tahun Kemudian...
"Pratama!!!" teriak Marti dengan suara melengking.
Tubuh gemuk bagai kerbau itu bergerak, tapi hanya tangan yang bergerak. Yah itu pun untuk menutup telinganya berusaha untuk menghindari suara teriakan melengking yang sudah sering mengguncang rumah.
Marti yang berada di dapur sibuk sejak tadi memasak. Untuk menambah penghasilan akhirnya Marti membuka warung lauk yang menjual berbagai macam lauk pauk seperti telur tumis, ayam bakar, ayam kecap dan masih banyak lagi. Hitung-hitung untuk membantu Abdul mencari uang.
Marti menghempaskan wajan besi yang telah ia keruk hingga bersih tanpa sisa. Melangkah dengan tergesa-gesa menuju kamar anak-anaknya yang tersusun rapi.
Beberapa tahun yang lalu Marti dan Abdul memutuskan untuk merenovasi rumahnya. Di mana kamar anaknya tersusun rapi dengan lorong panjang yang membentang, mirip seperti kos-kosan.
Kamar pertama milik Pratama, dengan pintu yang dipenuhi dengan gambar makanan. Pintu kamarnya langsung berhadapan dengan pintu kamar Pradu, pintu berwarna putih dengan hiasan Barbie.
Di samping kamar Pratama ada kamar Praga dengan pintu berwarna hitam dilengkapi dengan gambar tengkorak serta kalimat-kalimat berbahasa Inggris yang menurut Praga keren. Pintunya berhadapan langsung dengan pintu kamar Prapat yang berwarna hijau dilengkapi dengan gambar masjid yang dihiasi dengan tulisan Alquran.
Selanjutnya ada kamar Pralim yang polos berwarna putih berhadapan dengan kamar Pranam yang penuh dengan sticker kuning emoji ketawa.
kamar yang terakhir adalah kamar milik satu perempuan yang paling dispesialkan di rumah ini, yah siapa lagi jika bukan kamar Inces yang pintu kamarnya sengaja dicat berwarna pink.
Setiap pintu kamar juga dilengkapi dengan papan yang bertuliskan nama pemilik kamar. Ini salah satu strategi Marti dan Abdul agar mengetahui siapa pemilik kamar tersebut.
Pletak!!!
Pintu terhempas menghantam dinding kamar. Pria gendut itu yang hanya tahu malas-malasan itu masih tertidur pulas.
"Pratama!!!" teriak Marti sambil melayangkan rotan yang hampir semua anak-anaknya sudah merasakan pukulan dari rotan itu kecuali putri kesayangannya, Satu Putri Princess Permata Berharga atau nama panggilannya Inces.
Pratama bangkit gelagapan bagian orang yang terkena gempa. Mata bengkak karena terlalu banyak tidur ditambah lagi dengan rambutnya yang acak-acakan menjadi pemandangan pertama yang Marti lihat.
"Ya Allah, Pratama!!! Kamu itu kenapa, sih? Mama teriakin dari tadi nggak bangun-bangun."
"Duh, Mama ih. Kan Pratama masih ngantuk masak Mama bangun Pratama sepagi ini," keluhnya sambil menggaruk kepalanya lalu mencium ujung jari tangannya.
Marti mendecapkan bibirnya kesal. Ia kembali memukul tubuh Pratama yang tersentak kaget.
"Pagi apaan, hah? Ini tuh udah siang. Noh, lihat jam! Udah jam delapan." Tunjuknya.
Pratama menyipitkan mata melihat jam dinding kamarnya yang memang telah menunjukkan pukul delapan.
"Masih pagi tuh, Ma. Kalau siang itu jam sebelas," ujarnya membuat Marti menarik telinga Pratama yang menjerit kesakitan.
"Pratama, kamu ini mau jadi apa, sih? Kuliah nggak mau, kerja juga nggak pernah dapat. Ini lagi bangunnya selalu terlambat."
"Ingat Pratama kamu itu udah dua puluh dua tahun. Kamu mau gini terus sampai kapan?"
"Saudara-saudara kamu yang lain udah pada pergi sekolah, kerja sama kuliah, kamu malah asik-asikan tidur," ocehnya.
Pratama menguap lebar membuat Marti yang kesal itu memasukkan ujung rotan ke mulut Pratama membuat Pratama terbatuk.
"Duh, Mama. Kan sakit," adunya sambil mengusap mulutnya.
"Cepetan bangun! Bantu Bapak kamu ambil kayu!"
Pratama mendengus kesal. Menggerakkan tubuh gendutnya dengan susah payah bangkit dari tempat tidur.
Keseharian Pratama setiap hari hanya ini. Selain dipukul oleh Marti ia juga akan sibuk membantu Abdul mengambil pesanan kayu untuk bahan membuat lemari.
Abdul menoleh menatap anak pertamanya itu yang kini melangkah ke arahnya sambil menggaruk kepalanya.
Tubuhnya Pratama tidak terlalu tinggi dan juga tidak bisa dikatakan pendek. Tubuhnya gendut dengan perut yang mirip seperti donat. Kulitnya berwarna agak sawo matang akibat selalu membantu Bapaknya bekerja.
Satu hal yang perlu kalian tahu bahwa Pratama tidak melanjutkan sekolahnya hingga ke bangku kuliah. Entah apa alasan Pratama menolak tapi ini adalah pilihan Pratama yang harus diterima oleh Marti dan Abdul.
"Dimarahin lagi?"
Pratama yang sibuk mengumpulkan nyawanya itu menoleh. Ia masih mengantuk.
"Marah melulu si Mama," adunya dengan wajah cemberut.
"Salah kamu sendiri, Pratama. Kamu kalau bangun lambat, giliran makan aja cepat."
"Yah namanya juga orang pecinta makanan, pak," jawabnya.
Keduanya kini terdiam. Pratama sibuk menunggu Abdul yang sedang mempersiapkan tali yang akan digunakan untuk mengikat kayu yang akan mereka jemput nanti. Seperti biasa Pratama yang akan menemani Abdul. Untung saja Abdul telah mengajari Pratama menyetir mobil jadi bisa dikatakan Pratama masih berguna di rumah ini.
"Pak, adek-adek yang lain kemana?"
"Ada yang kerja, sekolah sama kuliah," jawab Abdul membuat Pratama mengangguk.
Seru juga bacanya