Dalam perjalanan pulang dari kantor Sheryl tiba-tiba bertemu dengan cinta monyetnya waktu SMA yang pernah membuatnya patah hati, tapi ternyata dia sudah punya anak. Akankah cinta itu tumbuh lagi setelah 10 tahun berlalu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon housewife, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Persalinan
Bimo dan Lusi menghabiskan lima hari berbulan madu di pulau Jeju. Mereka tidak bisa berlama-lama di sana karena mereka juga punya pekerjaan yang sudah menunggu. Sepulang dari bulan madu mereka menempati rumah Rendi. karena Bimo adalah anak satu-satunya jadi Rendi tidak ingin tinggal terpisah dengan Bimo dan lagi pula rumah Rendi cukup besar.
Selama beberapa minggu menjalani kehidupan pengantin baru, Lusi menjalankan perannya sebagai istri Bimo dengan baik. Di sela-sela kesibukannya bekerja di kantor Lusi masih menyempatkan diri untuk melayani suami sepulang kerja. Lusi juga bersikap sopan pada mertuanya dan juga ramah terhadap ART . Begitu pun dengan Bimo walaupun dia sibuk mengurus restorannya Bimo tetap berusaha memberikan perhatian pada istrinya.
Namun dibalik kelebihan tentu ada juga kekurangannya. Lusi kadang suka tantrum apabila Bimo tiba-tiba membatalkan janji karena keperluan mendadak, atau apabila Bimo lembur tapi lupa memberitahu. Bahkan pernah sekali waktu Lusi belajar masak lalu Bimo mengira itu masakan Bi Inah yang kurang garam tapi ternyata itu masakan istrinya. Lusi menjadi sedih karena tidak pandai masak, sehingga ujung-ujungnya Bimo yang minta maaf dan merayu-rayu Lusi supaya hatinya ceria lagi. Maklumlah Lusi memang anak bungsu yang selalu di manja, begitulah pikir Bimo. Selama ketantrumannya itu masih wajar Bimo tidak mempermasalahkannya.
Terkadang Bimo juga butuh tempat untuk bermanja, tapi kalau dengan sifatnya Lusi yang manja sepertinya Bimo lah yang harus mengalah. Paling-paling Bimo hanya bisa melepas uneg-unegnya pada Rendi, dan sebagai Papa yang bijak Rendi pun menasihati Bimo untuk sabar, karena tugas suami adalah membimbing istrinya dengan kesabaran. Rendi tidak mau terlalu ikut campur masalah rumah tangga anaknya, biar Bimo bisa belajar menyelesaikan masalahnya sendiri. Di samping itu juga Rendi sudah cukup sibuk dengan urusan pekerjaan.
Sementara Rendi dan Darmawan sedang mempersiapkan rancangan pembangunan cabang baru, Bimo masih bertahan dengan restorannya yang omzetnya kadang naik kadang turun. Lusi yang mengamati hal tersebut akhirnya meminta izin pada Papanya untuk resign dari posisinya sebagai supervisor di kantor dan lebih memilih untuk membantu suaminya mengelola restoran. Sepertinya Lusi lebih tertarik dalam bidang ini. Dia merasa sayang kalau sampai restoran ini gulung tikar mengingat lokasinya yang cukup strategis. Lusi ikut menyumbangkan ide-ide kreatif dan kekinian yang mampu menarik minat banyak konsumen. Lusi memang tak pandai masak tapi dia termasuk penikmat kuliner. Rendi pun bangga melihat menantunya bisa menjadi partner kerja suaminya, walaupun sebenarnya Rendi ingin Bimo bisa membantunya di perusahaan. Tapi Rendi tidak mau memaksakan kehendaknya. Dia bersyukur melihat anaknya bisa mandiri. Demikian juga Bimo yang bertambah optimis karena ada Lusi yang mendampingi dan menyemangatinya.
***
Tiga bulan berlalu sejak hari pernikahan. Lusi yang beberapa hari terakhir ini mengeluh tidak enak badan pun memeriksakan dirinya ke dokter umum dengan diantar Bimo. Sebelum dokter memberikan resep obat, dokter menyarankan agar Lusi memeriksa urinenya terlebih dahulu menggunakan testpack, khawatir kalau-kalau Lusi sedang mengandung. Dan benar saja ternyata Lusi positif hamil. Dokter umum tersebut menyarankan agar Lusi memeriksakan kehamilannya secara rutin ke dokter spesialis kandungan ataupun bidan. Bimo yang terkejut atas kehamilan Lusi, jadi merasa terharu sekaligus bahagia.
Keesokan harinya mereka pergi ke dokter kandungan untuk menjalani pemeriksaan USG. Dari hasil pemeriksaan diketahui ternyata usia kehamilan Lusi sudah memasuki usia delapan minggu. Lusi dan Bimo pun segera memberitahukan kabar bahagia ini kepada Rendi dan juga orangtua Lusi. Rendi sangat bahagia begitu juga dengan Desi dan Darmawan. Bahagianya mereka seperti akan memiliki anak untuk pertama kalinya. Mereka pun mulai over protektif terhadap Lusi dan sering mengingatkan Bimo untuk selalu menjaga Lusi dan jangan membiarkan Lusi terlalu banyak bekerja.
Seperti kebanyakan wanita hamil di trimester awal, Lusi mengalami mual-mual dan muntah. Dia tidak bisa makan kecuali makanan yang asam dan segar seperti buah-buahan atau rujak buah. Ditambah lagi perasaan Lusi menjadi sensitif. Setiap Bimo berangkat bekerja Lusi merasa sedih dan kesepian. Selama masa ngidam Lusi hanya diam di rumah karena Bimo melarangnya bekerja. Untungnya ada Bi Inah yang suka mengajaknya ngobrol dan menghiburnya.
Bimo menjalankan perannya sebagai suami yang siaga alias siap antar jaga dan berusaha menuruti semua keinginan Lusi terutama saat memasuki awal trimester kedua dimana Lusi sudah mulai nafsu makan, dia terkadang ngidam sesuatu di malam hari pada jam tidur, Bimo pun harus rela keluar rumah malam-malam untuk mencari apa yang diinginkan istrinya, atau memasakkan sesuatu yang diinginkan Lusi. Semua dijalani dengan sabar demi si jabang bayi. Lusi juga sudah mulai bisa membantu Bimo di restoran tapi hanya mengerjakan hal-hal ringan saja, karena Lusi juga jenuh bila harus selalu di rumah.
Memasuki trimester akhir perut Lusi sudah mulai membesar dan berat badan pun semakin jauh bertambah yang membuat Lusi merasa tidak percaya diri di hadapan Bimo. Namun Bimo mengatakan bahwa Lusi tidak usah memikirkan hal tersebut karena Bimo tidak mempermasalahkannya, lagipula yang terpenting sekarang adalah memikirkan kesehatannya dan juga bayinya. Untuk menghilangkan rasa ketidaknyamanannya Bimo mengajak Lusi berbelanja kebutuhan persalinan dan perlengkapan bayi. Lusi pun jadi sangat antusias untuk hunting perlengkapan bayi. Menurut hasil USG, bayi mereka berjenis kelamin perempuan. Jadi mereka membeli perlengkapan bayi yang berwarna serba merah muda. Bimo juga menyiapkan kamar untuk bayinya dengan nuansa yang cute dan girly sesuai dengan selera Lusi.
Dua bulan telah berlalu. Kehamilan Lusi telah memasuki usia 9 bulan yang mana tinggal menunggu hari saja untuk waktu kelahiran anaknya. Setiap bulan Lusi selalu rutin memeriksakan kehamilannya dan Bimo selalu mendampinginya. Dari hasil pemeriksaannya pun selalu dinyatakan sehat dan tidak menunjukkan kekhawatiran apa-apa.
Tepat di usia kandungan sembilan bulan lebih seminggu, sore itu Lusi merasakan kontraksi yang mulai sering terjadi lima menit sekali diperutnya. Bimo pun membawanya ke rumah sakit, dan setelah dicek ternyata rahim Lusi sudah pembukaan satu. Bimo terus mendampingi dan berdoa sepanjang malam untuk keselamatan Lusi dan bayinya.
Waktu sudah menunjukkan jam 5 subuh, berjam-jam sudah Lusi mengerang kesakitan. Desi dan Darmawan telah tiba di rumah sakit, disusul kemudian dengan Rendi. Para bidan rumah sakit memeriksa kembali keadaan Lusi dan menyatakan pembukaan sudah lengkap dan Lusi siap melahirkan. Karena dokter yang menangani Lusi sedang melakukan operasi caesar pada pasien lain maka Lusi dibantu oleh para bidan asisten dokter kandungan. Bimo ikut menemani Lusi di ruang persalinan sedangkan Orang tua Lusi memberikan semangat dan juga mendoakan anaknya sebelum memasuki ruang persalinan.
Rendi, Desi dan Darmawan menunggu dengan cemas di luar ruangan. Lima belas menit kemudian terdengar suara tangisan bayi dari ruang bersalin. Mereka bertiga mengucap syukur cucu mereka telah lahir.
"Alhamdulillah" ucap mereka bersamaan.
"Masya Allah kita sudah jadi kakek dan nenek." ucap Desi.
"Iya benar, jadi nggak sabar ingin lihat nih." ucap Rendi.
Lima menit kemudian terdengar teriakan Bimo dari dalam ruangan.
"LUSI...!" teriak Bimo.
"Lho ada apa ya kok sepertinya Bimo berteriak?" kata Rendi.
"Aduh ada apa ya Pa?" tanya Desi dengan cemas pada Darmawan.
Tidak lama kemudian dokter kandungan pun datang memasuki ruang bersalin segera setelah selesai dengan operasinya dan langsung mengecek keadaan Lusi yang mengalami pendarahan berat dan segera mengambil tindakan untuk menyelamatkannya. Dokter pun berusaha keras untuk menolong Lusi, namun takdir berkehendak lain.
"Maaf Pak Bimo innalillahi wainnailaihi rojiun, istri anda tidak dapat tertolong lagi karena kondisinya tiba-tiba semakin lemah akibat kehilangan banyak darah karena robekan pada jalan lahir." ucap dokter.
"Nggak! ini nggak mungkin tadi istri saya sehat-sehat aja, saya ngga percaya istri saya udah nggak ada! dokter harus menyelamatkan istri saya!" jerit Bimo yang seperti hilang kendali.
"Pak Bimo saya sudah berusaha semaksimal mungkin tadi anda juga melihatnya, saya juga hanya manusia biasa hanya bisa berusaha, sekali lagi saya mohon maaf yang sebesar-besarnya saya tidak bisa melawan takdir Tuhan. Saya mengerti perasaan anda tapi anda harus mengikhlaskannya." jawab dokter.
"Innalillahi wainnailaihi rojiun, Lusi.." tangis Bimo tersedu.
Dokter pun keluar ruangan dan bertemu dengan Rendi, Darmawan dan Desi, kemudian dia memberitahukan pada mereka bahwa Lusi telah tiada serta menjelaskan penyebabnya. Darmawan langsung gemetar sedangkan Desi langsung pingsan lalu dibantu oleh para suster yang lewat. Lutut Rendi juga ikut lemas, dia memasuki ruang bersalin dan mendapati Bimo sedang duduk terisak di samping jasad Lusi yang telah ditutupi selimut.
Bimo yang melihat Papanya yang menghampirinya segera memeluk Papanya dan melepaskan tangisannya.
"Bimo kamu harus ikhlas, sabar..." hanya itu yang bisa Rendi ucapkan saat itu sambil memeluk anaknya.
Hari itu menjadi hari bahagia sekaligus duka yang mendalam bagi mereka. Bimo telah menjadi seorang ayah sekaligus menjadi seorang duda. Kini dia harus berjuang mengurus anaknya yang harus tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu. Begitu juga dengan orangtua Lusi yang sangat kehilangan satu-satunya anak perempuan kesayangan mereka.
...----------------...