Luka Berbalut Cinta

Selepas maghrib di rumah Zalina,

Gadis itu nampak berada di ruang keluarga bersama mama dan papanya.

Zalina berbaring di sofa dengan kepala yang ia letakkan di pangkuan sang mama.

" kamu yakin mau kuliah di sana dan ikut nenek sayang ?! " tanya sang mama sambil mengusap pucuk kepala sang putri yang kini terbaring di pangkuannya.

" iya ma...boleh ya...tiga tahun saja Zalina di sana... " jawan Zalina.

" kenapa tiba tiba sih sayang...?! kamu kan cuma mau kuliah keguruan saja.

di sini universitasnya malah lebih bagus dari di sana lo " ucap sang mama lagi.

Sore tadi selepas pulang sekolah dan membersihkan diri, Zalina menyampaikan niatnya yang ingin kuliah di kota sang nenek dari pihak sang papa.

Yakni Nganjuk.

" nggak papa ma...Alin cuma pengen nemanin kakek sama nenek.

Kasihan mereka sendirian " jawab Zalina.

" terus mama sama papa gimana ?! Mama sama papa juga cuma punya kamu lo... " ucap sang mama lagi.

" he he he...tiga tahun doang ma, nanti Alin ngambil gelarnya di sini kok...

Ya ya ya.... " bujuk Zalina.

" gimana pa...?! " tanya mama Zalina menoleh kepada sang suami yang duduk di seberang sana.

" biarin aja deh ma...asal Zalina janji jangan macam macam di sana apalagi pacaran " jawab sang papa.

Zalina tertegun sejenak mendengar kata kata sang papa tentang pacaran.

Diam diam hatinya meringis menahan nyeri.

( maafkan Zalina pa...ma....) bisik Zalina di dalam hati.

" sayang...kamu denger nggak papa barusan pesan apa ...?! "

kata sang mama lembut.

Zalina kemudian bangkit dari berbaringnya dan duduk.

" siap..." jawabnya kemudian sambil memberi sikap hormat kepada sang papa.

Zalina berusaha menyembunyikan kehancurannya dan mencoba menyimpannya sendiri di dalam hatinya.

Ia tak mau orang tuanya kecewa dan berakhir dengan merasakan kehancurannya juga.

Zalina merasa sakit di hatinya dan kehancurannya adalah karena kesalahannya sendiri, oleh karena itu ia memutuskan untuk menyimpan sendiri lukanya itu.

Zalina pamit masuk ke dalam kamar ketika jarum jam di dinding baru menunjuk angka delapan.

Sempat di larang oleh sang mama tapi Zalina beralasan lelah dan sangat mengantuk.

Sasampainya di dalam kamar gadis itu menutup dan kemudian mengunci pintu kamarnya itu.

Tubuh Zalina jatuh luruh ke lantai, gadis itu memegangi dadanya yang terasa sesak dan berdenyut nyeri.

Hatinya sungguh sakit tiada terkira, kata demi kata yang keluar dari bibir seorang Alex tadi siang di perpustakaan sungguh sukses melukai mentalnya.

( Zoya tak semurahan itu.... )

kata kata Alex itu sungguh melukai jiwanya.

Zalina semakin meremas kuat pakaian di bagian dadanya dan menggigit bibirnya sendiripun dengan kuat pula.

Mati matian ia menahan air matanya agar tidak keluar karena ia yang memang tak berani untuk menangis.

Ia takut.... menangis akan membuat matanya menjadi bengkak dan kedua orang tuanya akan khawatir dan cemas kepadanya.

Dan memutuskan kuliah di luar kota, karena ia memang ingin menghindar dan tak lagi ingin bertemu dengan Alex yang pasti juga Zoya.

Jujur...

Hatinya sangat sakit melihat kebersamaan Alex dan Zoya.

Apalagi Alex yang terkesan sangat meratukan Zoya.

" mama....papa....maafkan Zalina...." desis gadis itu pelan.

🍀

Sejak hari terakhir ujian hari itu hingga hari ini, Zalina tak lagi pernah terlihat di sekolah.

Itu yang di rasakan oleh Alex.

Ia sadar....

terakhir kali melihat dan bertemu dengan Zalina adalah di perpustakaan sekolah siang itu.

Selanjutnya ia tak lagi pernah melihat gadis itu di mana mana.

Di perpustakaan, di kantin, di taman sekolah...

bahkan ia juga tak lagi pernah melihat Carlo membonceng gadis itu.

Alex berkali kali melewati kelas Zalina dan diam diam berharap bisa bertemu atau sekedar melihat gadis itu, namun ia harus rela menelan rasa kecewa karena harapannya yang tak terpenuhi.

Bukan hanya Alex,

Marik pun sama...

Namun sama seperti Alex, Marik pun harus menelan kekecewaan yang sama dengan Alex. Sejak siang di bawah hujan itu, ia tak lagi pernah melihat Zalina.

Sungguh Marik merasa kecewa yang teramat besar.

Baru saja ia membangun asa dan berharap memiliki kesempatan untuk mendekati gadis itu.

Tapi nyatanya itu hanya sebatas angannya saja, ia tetap tak memiliki kesempatan itu.

Ia sudah mencoba bertanya kepada teman teman Zalina tentang keberadaan gadis itu.

Tapi mereka pun menjawab tak tahu. Marik pernah bertanya kepada Carlo tapi Carlo seperti enggan menjawabnya.

Karena yang sebenarnyapun Carlo tak tahu apa apa tentang kabar dari Zalina.

Pesan yang ia kirim belum di baca oleh gadis itu dan bahkan masih centang satu terus.

hari ini...

Hari wisuda sekolah,

yang artinya....

Ini adalah hari terakhir anak anak kelas XII dari semua jurusan terakhir berada di sekolah.

Alex berharap bisa melihat Zalina hari ini yang mungkin untuk terakhir kalinya karena mungkin mereka akan berkuliah di tempat yang berbeda.

Alex dan teman temannya berdiri di depan pintu masuk di adakannya acara wisuda sejak tadi.

Jam di pergelangan tangan Alex menunjukkan angka delapan kurang lima belas menit,

Tapi Alex masih belum juga melihat kehadiran Zalina.

" Lex...ayo masuk...kita sudah di suruh masuk " ajak Cello

" kalian masuk saja dulu, aku sebentar lagi menyusul "

jawab Alex dengan tatapan mata yang terus terarah ke arah gerbang sekolah.

" kamu sebenarnya menunggu siapa Lex ?! Pacarmu sudah masuk dari tadi kan ?! " omel Arthur juga,

Zoya memang sudah terlihat masuk ke dalam gedung sejak tadi bersama teman temannya dan tentu dengan dandanan yang wowww.....khas dandanan cewek saat acara wisuda.

Tapi Alex masih saja tegak berdiri di sini,

Alex memang sudah meminta mereka masuk lebih dulu.

Tapi karena terbiasa selalu bersama, teman teman Alex merasa tak enak dan tak nyaman meninggalkan Alex sendirian.

Beberapa menit kemudian seorang pria dewasa dengan wajah tampan nampak melangkah melewati Alex dan teman temannya.

Tak lama di belakang pria itu Marik melangkah di belakangnya.

" dia tidak akan datang....percuma meski kamu menunggunya sampai acara selesai " ucap Marik tiba tiba,

Alex menatap tajam kepada Marik.

" apa maksudmu ?! " tanya Alex dingin.

" kamu menunggu Zalina kan ?! " jawab Marik tak kalah dinginnya.

" percuma...lebih baik kamu masuk, dia tidak akan pernah datang meski namanya di sebut sebagai siswa dengan nilai prestasi terbaik sekalipun.

Asal kamu tahu...laki laki yang baru saja datang dan melewatimu tadi adalah ayah Zalina.

Dia yang mewakili Zalina mengambil ijazahnya.

Zalina tidak akan datang...dia sudah tidak lagi berada di kota ini..." ucap Marik dengan wajah dingin kemudian bersiap melangkah masuk ke dalam gedung tempat di adakannya wisuda.

Sementara Alex...

Pemuda itu berdiri tertegun, ia tak tahu apa yang sebenarnya tengah ia rasakan kini.

Kenapa ia ingin melihat Zalina...kenapa tiba tiba ia merasa seperti ada yang kosong saat ia tak lagi melihat gadis itu.

Dan barusan....

Kabar yang di bawa Marik tentang Zalina sukses membuat jiwanya tiba tiba terasa hampa.

" Lex...ayo masuk..." ajak Arthur kemudian.