Menceritakan tentang seorang gadis cantik bernama Aluna yang terjebak dalam roda waktu. Aluna secara tidak sengaja menemukan sebuah buku kuno di rumah yang baru saja ia tempati. Secara ajaib gadis itu terlempar ke masa lalu di sebuah kerajaan kuno.
Aluna yang bingung dengan keadaan tersebut, tiba-tiba saja di tangkap dan di bawa kehadapan ratu di kerajaan tersebut. Ratu yang mengira ia adalah mata-mata dari musuh memerintahkan untuk mengeksekusi gadis itu.
Akankah Aluna bisa selamat dari hukuman sang Ratu? Atau hidupnya akan berakhir di negeri tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Asrianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 13
Happy reading
Aluna melihat sekelilingnya, tempat itu sangat asing untuknya, entah di mana ia sekarang.
Menatap langit-langit bebatuan di atasnya, cukup gelap di sana, tapi beruntung ia masih bisa melihat sedikit benda-benda di sekitarnya.
"Tempat ini... seperti sebuah gua."
"Pangeran! Pangeran! Robert! Di mana kalian?" Berteriak. Suara Aluna menggema dengan sangat keras, gadis itu menutup telinganya.
"Di mana mereka semua? Mengapa aku tiba-tiba berada di sini? Apa mereka meninggalkan ku?" Mulai takut.
"Panger..." Terhenti.
Aluna melihat cahaya di ujung gua itu. Agak ragu, namun ia tetap melangkah, mendekat, berpikir itu adalah jalan keluar dari tempat tersebut.
"Semoga itu adalah jalan keluar dari sini." Lirihnya.
Aluna akhirnya berada di depan cahaya itu, ia melangkah keluar dari gua tersebut. Betapa tercengangnya ia mendapati pemandangan yang sangat Indah. Tempat tersebut tak begitu luas, namun ada banyak pepohonan rindang di sana, Terdapat sebuah air terjun yang tidak begitu curam, ada sungai kecil yang sangat jernih airnya membuat siapapun ingin segera melompat menikmati segarnya air itu. Perhatian Aluna kembali teralihkan ada hewan-hewan lucu yang berkeliaran, menatap gemas pada seekor tupai yang berada di atas pohon, dan kelinci seputih kapas yang melompat, sungguh ia tidak percaya bahwa kehidupan ini ada.
"Tempat apa ini? Mengapa sangat indah? Aku pikir kerajaan dan semua suasananya sudah cukup mengesankan. Tapi ternyata, ada tempat seperti ini, seperti di negeri dongeng saja." Aluna yak henti-hentinya tersenyum, ia sangat asyik berkeliling.
...
Sementara itu...
Robert telah kembali bersama yang lainnya, membawa rempah dan dedaunan yang akan mereka racik menjadi obat. Caspian dengan tidak sabar menunggu obat itu selesai.
"Cepatlah, suhu badan Aluna semakin tinggi." Desak Caspian.
"Sedikit lagi pangeran." Menumbuk bersamaan rempah dan dedaunan itu.
Dua menit kemudian, Robert telah selesai, tergesa-gesa memberikan obat itu.
Caspian dengan cepat menerimanya, langsung menempelkannya pada dahi Aluna yang sekarang masih mengigau tak jelas. Ia nampak telaten.
"Semoga panasnya bisa cepat turun."
"Tentu saja pangeran. Obat ini sangat manjur. Bahkan sekelas tabib hebat pun memakai obat ini untuk menurunkan panas." Membasuh keringat di dahinya.
"Hemm."
"Aku akan keluar sebentar pangeran." Pamit.
Caspian mengangguk, namun tak beralih dari menatap Aluna.
...
Aluna masih asyik berkeliling di tempat indah itu. Mencium wangi bunga-bunga yang bermekaran di sepanjang jalan. Seekor kelinci kecil melintas didepannya.
"Hai, kamu lucu sekali, kemarilah." Membungkuk-kan badannya sedikit. Saat akan meraihnya, kelinci putih itu melompat dengan cepat. Aluna tertawa mengejarnya.
"Kemarilah kelinci lucu, aku tidak berniat menyakitimu. Jangan takut yah." Berjalan cepat, mengejar.
"Hei, kemana dia?" Mencari sekeliling, sampai akhirnya Aluna melihat kelinci itu kembali, duduk memakan sebuah buah berwarna merah. Di samping sebuah telaga yang sangat kecil. Aluna tercengang. Ada telaga sepanjang 3 meter di depannya. Sangat indah dengan dua warna air yang berbeda.
Tanpa pikir panjang, ia berlari kecil ingin mendekat. Namun saat lima langkah lagi mendekati telaga itu, Aluna terpental oleh sebuah kekuatan tak kasat mata. Seperti ada sebuah dinding yang membuatnya tak bisa ke sana. Ia meringis, memegangi lengannya yang sakit.
"Apa ini? Seperti ada dinding tak kasat mata di sini? Telaga apa itu?" Bisiknya.
"Aluna... Aluna... sadarlah."
"Siapa? Siapa yang memanggil?" Mencari.
"Aluna..."
"Itu seperti suara pangeran. Yah... Pangeran, kau di mana?" Berteriak.
"Aluna."
"Pangeran!!"
...
Mentari susah tenggelam sejak tadi, Caspian masih berada di tenda Aluna, masih menjaga gadis itu. Terus memeriksa, apakah suhu tubuhnya sudah turun. Tadi Robert sempat datang, juga ingin melihat keadaan gadis itu, Capian membuatnya lega, karena setelah beberapa jam memberikan obat itu, panas Aluna sudah berangsur menurun. Caspian memutuskan untuk melanjutkan perjalanan besok pagi, saat Aluna sudah mulai membaik. Saat akan meninggalkan tenda Aluna, Caspian menghentikan langkahnya, gadisnitu kembali mengigau.
"Pangeran... pangeran..."
"Aluna, bangunlah." Menepuk pelan pipi Aluna.
"Pangeran..."
"Hei, bangunlah."
Aluna mengerjakan matanya, perlahan pandangannya yang buram kembali terlihat jelas. Dan seseorang yang pertama ia lihat adalah, Caspian.
"Pangeran." Masih mengumpulkan kesadarannya.
"Syukurlah kau sudah sadar." Caspian berdiri.
"Aku akan menyuruh seseorang membawakan mu makanan, setelah itu, kau tidurlah, istirahat. Besok pagi kita akan segera melanjutkan perjalanan." Bersikap dingin.
Aluna hanya terdiam, mengerucutkan bibirnya. Bahkan dia baru saja tersadar dari pingsannya, tapi pangeran angkuh ini, malah langsung membicarakan perjalanan, dan tidak mempedulikan keadaannya sama sekali. Pikir gadis itu.
"Dia tega sekali, bahkan aku baru saja tersadar dari pingsan ku, dan dia langsung membalas soal perjalanan, dasar Pangeran yang tidak punya hati." Mendengus.
Aluna menatap langit-langit tenda yang hitam. Ia terdiam, tiba-tiba teringat kembali mimpinya.
"Mimpi itu aneh sekali, seolah... Itu nyata, tempat apa itu?" Ucapnya lirih.
...***...
Di hari ke empat, rombongan Pangeran Caspian melanjutkan perjalanan. Kali ini tidak ada yang berada di atas kuda, semua sepakat untuk berjalan bersama, setidaknya setelah merenung, Caspian berpikir hal itu mungkin akan menumbuhkan lebih erat rasa persaudaraan. Di perjalanan ini, mereka harus saling mendukung, saling melindungi satu sama lain. Dia tidak hanya ingin para prajuritnya melindunginya karena ia adalah seorang Pangeran, tapi ia ingin mereka melindunginya karena juga karena ia adalah teman. Dan tentu saja ia pun akan melakukan hal yang sama.
Caspian dan Hugo berjalan di barisan depan. Hugo tampak teliti memperhatikan peta, Caspian di sampingnya dengan raut wajah serius juga berbincang dengannya. Sementara Robert dan Aluna berada di barisan ke dua, Aluna tengah asyik mengajak Robert menggosipkan sesuatu dengan berbisik-bisik, takut Caspian akan mendengarnya. Tak punya pilihan, akhirnya Robert hanya bisa manggut-manggut mendengar Aluna.
Di barisan paling belakang, para prajurit berjalan, mengawasi sekitar.
"Katakan padaku Robert, apa Pangeranmu itu memang tidak punya hati? Yah.. yah... Aku tahu dia galak, tapi setidaknya dia kan bisa mengasihani orang lain sedikit saja." Aluna berceloteh, tapi tetap berbisik, mendekat, berbicara di telinga Robert.
"Apa maksudmu Aluna?" Suara keras.
"Huusstt..." Mengisyaratkan untuk tidak berbicara terlalu keras.
"Kita kan sudah sepakat untuk mengobrol dengan suara pelan." Kesal.
Robert memutar bola matanya, bergumam dalam hati.
'Kapan aku mengatakan iya, gadis aneh.'
"Maksudku, kemarin malam, sewaktu aku baru saja sadar dari pingsanku. Pangeranmu malah langsung membicarakan tentang perjalanan ini, bukannya bertanya apa aku baik-baik saja. Aku kesal sekali di buatnya." Mengulangkan tangannya di dada.
Robert menggeleng.
"Kau salah, justru dialah yang paling mengkhawatirkan mu kemarin, dia bahkan tetap berada di dekatmu sampai kau sadar, memberikanmu obat dan tidak beristirahat."
Aluna membulatkan matanya, terkejut.
"Hah! Apa itu benar?" Tak percaya.
"Iya, tentu saja. Bukankah saat kau sadar, Pangeranlah yang pertama kau lihat?"
Aluna terdiam, pikirannya berkecamuk. Gadis itu menatap Caspian yang berjalan tepat di depannya.
"Apa itu benar? Tapi... kenapa?" Berucap kecil.