NovelToon NovelToon
CEO To Husband

CEO To Husband

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Pernikahan Kilat / Crazy Rich/Konglomerat / Beda Usia / Enemy to Lovers
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: BabyCaca

Alaska Arnolda, CEO terkenal Arnolda, terpaksa menanggalkan jas mewahnya. Misinya kini: menyamar diam-diam sebagai guru di sebuah SMA demi mencari informasi tentang pesaing yang mengancam keluarganya. Niat hati fokus pada misi, ia malah bertemu Sekar Arum Lestari. Gadis cantik, jahil, dan nakal itu sukses memenuhi hari-hari seriusnya. Alaska selalu mengatainya 'bocah nakal'. Namun, karena suatu peristiwa tak terduga, sang CEO dingin itu harus terus terikat pada gadis yang selalu ia anggap pengganggu. Mampukah Alaska menjaga rahasia penyamarannya, sementara hatinya mulai ditarik oleh 'bocah nakal' yang seharusnya ia hindari?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BabyCaca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 11 - Jalanan Malam

Beberapa saat sebelumnya…

Malam itu udara desa begitu sunyi, hanya suara jangkrik terdengar dari balik pepohonan. Di sebuah kamar sempit yang dulunya gudang tua, Arum telah terlelap. Tubuh mungilnya meringkuk di balik selimut tipis, mencoba mencari kehangatan dari angin malam yang menusuk tulang.

Kamar itu hanya beralaskan kasur lipat tipis, tidak ada lemari, tidak ada meja belajar, hanya sebuah lampu kecil yang menggantung miring di langit-langit. Namun meski hidup dalam keterbatasan, Arum tidak pernah mengeluh.

“Arum bangun!” teriak Ibu Sarah tiba-tiba sambil menarik keras tangan gadis itu.

Arum tersentak kaget. Dia meraba tangan yang nyeri akibat tarikan mendadak itu. Dengan mata masih setengah tertutup, ia menatap sosok Sarah yang berdiri di ambang pintu, wajahnya penuh amarah. Arum mengusap mata kemudian melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 1 dini hari.

“Ibu ada apa? Udah malam,” ujar Arum, suaranya lirih dan serak karena baru bangun.

“Arum, besok ibu mau jual rumah ini. Ibu mau pindah keluar kota sama Bayu ke tempat keluarga kami. Gara-gara menikah sama bapak kamu, kehidupan ibu dari keluarga kaya jadi melarat. Mereka ga mau biayain ibu dan ga mau nerima ibu ke rumah. Sekarang ibu udah punya uang sendiri, jadi kamu keluar dari rumah!” kata Sarah kesal, penuh luapan emosi yang selama ini ia pendam.

Arum terdiam, wajahnya polos. “Terus… kita mau pindah kemana bu?” tanyanya tanpa mengerti.

“Kita? Saya dan Bayu saja. Kamu cari tempat tinggalmu sendiri. Malam ini kamu pindah!” teriak Sarah sambil melempar sebuah tas ke depan wajah Arum.

“Ma… ma… maksud ibu apa?” Arum bingung, suaranya gemetar.

“Arum, jangan tanya hal yang udah jelas kayak gini. Kamu itu bukan anak kandung saya! Saya nunggu semua surat wasiat dari ayah kamu sampai kamu umur 19 tahun biar bisa jual rumah ini. Saya juga ogah ngurus anak yang bukan darah daging saya sendiri. Kemasi barangmu!” ujar Sarah semakin keras.

“Buk… Arum gamau. Arum ga punya siapa-siapa. Bahkan keluarga ayah sama bunda udah ga ada,” Arum menangis, bahunya bergetar hebat.

Tangis itu tidak membuat Sarah luluh. Dengan kasar, wanita itu memasukkan baju-baju Arum ke dalam tas, tidak peduli apakah muat atau tidak. Barang-barang kecil Arum yang lain hanya ditinggalkan begitu saja.

Kemudian, dengan tangan kasar, Sarah menyeret Arum keluar dari kamar. Gadis itu hanya memakai baju tidur bergambar kelinci kecil lengkap dengan celananya namun tetap saja dingin malam menusuk kulitnya. Arum mencoba menahan tangan Sarah, tapi tenaga wanita itu jauh lebih kuat.

“Bu! Arum ga mau! Arum ga mau!” teriak gadis itu sambil menangis keras.

Dalam kepanikan, ia mendorong Sarah sampai wanita itu sempat tersungkur. Tetapi itu sama sekali tidak mengubah situasi. Bayu tidak ada karena memang sengaja disuruh menginap di rumah temannya. Tanpa saksi, Sarah bisa dengan mudah mengusir Arum malam itu juga.

“Arum, jangan buat saya banyak drama begini! Saya udah ga sanggup urusin kamu lagi. Pergi sekarang dari sini!” teriak Sarah dengan suara membelah malam.

“Bu… ibu serius? Tapi Arum udah sama ibu sejak SMP. Kenapa baru sekarang bu?” Tangis Arum pecah semakin keras.

“Udah jelas kan!? Jangan banyak tanya! Pergi!” bentak Sarah.

Arum berlari memeluk kaki wanita itu, bersujud rendah merendahkan diri total tanpa peduli harga diri. Ia menangis sejadi-jadinya.

“Ibu… Arum gatau harus pergi kemana. Maafkan Arum bu. Arum akan nurut. Arum ga akan nyusahin ibu lagi. Arum janji…” ucap gadis itu sambil tersedu.

Hatinya hancur, seluruh hidupnya selama ini hanya bersama Sarah dan Bayu. Walau tahu dirinya anak tiri, ia tetap menganggap mereka keluarga. Ia tidak ingin kehilangan satu-satunya tempat yang ia anggap rumah.

Namun Sarah hanya menendang tubuh Arum hingga gadis itu tersungkur ke tanah berpasir depan rumah.

“Saya bilang pergi! Kamu mau nangis juga saya ga peduli. Hidup saya udah melarat karena bapak kamu. Jadi pergi dari sini!” kata Sarah kemudian berjalan masuk ke dalam rumah, menutup pintu dengan keras dan mengunci rapat.

Dari balik pintu, Sarah tersenyum puas akhirnya ia bisa kembali ke keluarganya tanpa beban apa pun.

Sementara itu Arum mengetuk pintu sekuat tenaga. Tangannya memerah, suaranya pecah.

“Ibu… tolong buka bu… ibu… hiks… ibu… maafkan Arum… maafkan Arum. Ibu… Arum sayang ibu…” tangis Arum meraung-raung, memukul pintu yang tidak kunjung terbuka.

Tidak ada jawaban. Tidak ada suara langkah. Tidak ada sedikit pun harapan.

Dengan air mata bercucuran, Arum mundur perlahan. Pandangannya kabur oleh air mata. Rumah itu, yang penuh kenangan bahagia maupun menyakitkan sekarang tertutup rapat baginya. Ia berjalan gontai meninggalkan rumah itu, membawa sebuah tas yang bahkan tidak muat menampung seluruh hidupnya.

“Hiks… hiks… maafin Arum buk… Arum mau pulang… Arum mau pulang…” rintihnya di tengah jalan desa yang gelap.

Arum terus menyusuri tepi jalan, tanpa arah. Tidak ada sandal di kakinya ia diusir begitu saja. Setiap langkah membuat telapak kakinya perih, namun rasa sakit itu kalah jauh dibanding luka yang tergores di hatinya.

Gadis itu ingin sekali pergi ke rumah teman-temannya. Namun mana mungkin? Jam sudah menunjukkan lewat tengah malam. Dan orang tua teman-temannya tidak pernah benar-benar menyukai Arum mereka menganggapnya nakal dan pembuat masalah.

“Bunda… Ayah… Arum harus kemana? Padahal itu rumah bunda, bukan? Ibu bilang rumah itu udah punya dia… Hiks… Arum gatau kemana…” tangisnya terdengar lirih di sepanjang jalan.

Ia duduk di trotoar, menutup wajah dengan kedua tangan. Tubuhnya menggigil hebat. Seandainya ia masih punya ayah dan bunda, pasti tidak seperti ini. Seandainya kedua orang tuanya masih ada, mereka tidak akan membiarkan anaknya tercerabut dari rumah di tengah malam.

“Jika saja… Arum… masih punya bunda dan ayah… pasti ga bakal kayak gini… hiks… kaki Arum sakit, ayah… Arum lapar… Arum kedinginan… Arum ingin tidur bersama ayah dan bunda… Arum…” suaranya menggantung, semakin melemah.

Arum kembali berdiri. Ia berjalan tanpa tahu berapa jauh langkahnya. Kaki yang tidak beralas itu mungkin sudah lecet dan berdarah. Namun yang ia rasakan hanyalah kehancuran. Pengkhianatan. Kesendirian yang begitu dalam.

“Bahkan ibu Sarah tidak menyayangi Arum juga… Lebih baik Arum pergi bersama bunda dan ayah… Arum rindu kalian… bawa Arum saja…” ucap gadis itu sebelum tubuhnya kehilangan keseimbangan dan

bruk.

Arum jatuh terkapar di trotoar jalanan desa, tidak bergerak, tubuhnya lemah dan dingin, tenggelam dalam gelap malam yang sama dinginnya dengan nasib yang tengah menimpa hidupnya.

...----------------...

*Halo reader, jangan lupa tinggalkan like setelah membaca ya. Dukungan kecilmu sangat berarti untuk author!**💋*

1
kalea rizuky
loo siapa kah itu
kalea rizuky
lnjut donk thor
kalea rizuky
goblok sok jagoan ama ibu tiri lampir aja kalah bodoh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!