NovelToon NovelToon
Bayangan Sang Triliuner

Bayangan Sang Triliuner

Status: sedang berlangsung
Genre:Crazy Rich/Konglomerat / Mafia
Popularitas:523
Nilai: 5
Nama Author: EPI

Fandi Dirgantara dikenal sebagai pewaris muda triliunan rupiah — CEO muda yang selalu tampil tenang dan elegan di hadapan dunia bisnis. Namun, di balik senyum dinginnya, tersimpan amarah masa lalu yang tak pernah padam. Ketika malam tiba, Fandi menjelma menjadi sosok misterius yang diburu dunia bawah tanah: “Specter”, pemburu mafia yang menebar ketakutan di setiap langkahnya. Ia tidak sendiri — dua sahabatnya, Kei, seorang ahli teknologi yang santai tapi tajam, dan Alfin, mantan anggota pasukan khusus yang dingin dan loyal, selalu berada di sisinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EPI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Diskusi

Fandi keluar dari kamar Epi, napasnya berat seperti beban dunia menimpa pundaknya. Kei langsung berdiri, matanya menyipit.

Kei: “Gimana? Ngomong apa dia?”

Fandi: “Lihat semua. Dari A sampai Z. Sampai dia kena tabrak.” Fandi mengusap wajahnya kasar. “Dia masih gemeteran.”

Alfin, yang dari tadi asyik mainin pisau lipatnya, berhenti. Suara klik pelan menggantung di udara.

Alfin: “Detailnya?”

Fandi: “Nama Mahawira kesebut langsung sebelum Hans ditembak. Jelas banget.”

Kei mengumpat pelan, menunduk. Tangannya mengepal.

Kei: “Sial… jadi beneran mereka dalangnya.”

Fandi duduk di sofa, tapi tatapannya liar. Tenang di luar, badai di dalam.

Fandi: “Plat nomor mobil yang nabrak juga dia inget. Cocok sama anak buahnya Mahawira. Gue udah cek.”

Alfin menghela napas panjang, lalu menutup pisaunya. Klik.

Alfin: “Jadi Epi ini saksi kunci… sekaligus target hidup.”

Kei: “Dan Mahawira nggak bakal diem aja. Mereka pasti buru dia.”

Fandi mengangguk tipis.

Fandi: “Makanya dia di sini. Di tempat gue.”

Alfin menatap Fandi, alisnya naik sebelah.

Alfin: “Dia ketakutan, Fan. Lo liat sendiri kan, dia masih trauma berat.”

Fandi: “Takut itu wajar. Yang penting dia bisa ngomong. Sisanya urusan gue.”

Alfin menatap Fandi lebih lama. Ada sesuatu di matanya.

Alfin: “Lo beneran peduli sama dia?”

Fandi melirik Alfin sekilas. “Kalau gue nggak peduli, dia udah jadi berita di TV dari kemaren.”

Kei mengangkat tangan, membela Fandi.

Kei: “Poin buat Fandi.”

Fandi meraih tablet di meja. Dibukanya beberapa file dengan gerakan cepat.

Fandi: “Liat ini. Pergerakan anak buah Mahawira malam itu. Sepuluh orang. Semua terlatih, semua kompak. Tapi mereka bikin satu kesalahan fatal…”

Kei: “Nabrak Epi?”

Fandi: “Ya. Itu nunjukkin mereka panik. Kalau mereka panik, berarti Hans tau sesuatu yang lebih gede dari sekadar proyek ilegal.”

Alfin mendekat, melihat layar tablet.

Alfin: “Menurut lo Hans sempet bocorin sesuatu sebelum dihabisin?”

Fandi: “Mungkin ke bokap gue. Mungkin enggak. Tapi jelas Mahawira ketar-ketir Hans buka mulut.”

Kei duduk, menatap Fandi serius.

Kei: “Lo mau ngapain sekarang?”

Fandi: “Kita main kotor. Pelan… tapi pasti bikin dia mati kutu.”

Alfin: “Target pertama?”

Fandi menggeser layar, menampilkan foto-foto rekening mencurigakan.

Fandi: “Aliran duit Mahawira. Semua ini bisa gue bekukan tanpa dia tau siapa yang mainin.”

Kei menepuk pahanya, seringai muncul di wajahnya.

Kei: “Wah, dia bakal kejer-kejer kayak orang gila tanpa duit.”

Fandi: “Itu baru pemanasan.”

Alfin menyeringai lebar.

Alfin: “Nah, ini baru Fandi yang gue kenal.”

Fandi menatap keluar jendela, matanya kosong.

Fandi: “Dia bunuh Hans. Itu nunjukkin dia udah nggak punya otak. Dan orang yang udah nggak punya otak itu bahaya.”

Kei: “Atau justru gampang dibikin bonyok.”

Fandi menoleh ke Kei, senyum tipis—bukan senyum tulus, tapi senyum predator.

Fandi: “Makanya gue sikat dari akar. Biar dia bingung dulu… sebelum gue tebas kepalanya.”

Alfin mengetukkan pisaunya ke meja, iramanya konstan.

Alfin: “Besok pagi lo mau interogasi Epi lagi?”

Fandi: “Iya. Detail sekecil upil pun bisa jadi kunci.”

Kei: “Kalau ternyata ada yang dia sembunyiin?”

Fandi tersenyum miring.

Fandi: “Tenang. Gue punya cara bikin orang nyanyi tanpa bikin dia babak belur.”

Alfin tertawa hambar.

Alfin: “Ya… tanpa bikin fisiknya remuk. Mental sih beda cerita.”

Fandi: “Mental manusia itu lebih jujur dari apapun.”

Kei berdiri, meregangkan ototnya.

Kei: “Oke. Besok kita mulai. Mahawira bakal ngerasain dunianya mulai kebakaran.”

Fandi: “Itu tujuan gue dari awal.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!