“Menikahlah denganku, Kang!”
“Apa untungnya untukku?”
“Kegadisanku, aku dengar Kang Saga suka 'perawan' kan? Akang bisa dapatkan itu, tapi syaratnya kita nikah dulu.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kalau Aku Teriak, Akang Ridha?
Beberapa saat yang lalu ... Sagara membanting pintu kamar dengan kasar, wajahnya ditekuk seperti cucian yang belum disetrika. Niatnya hanya satu: rebahan. Otaknya sudah penuh dengan rumus-rumus aneh kehidupan dia akhir-akhir ini. Namun, baru saja tubuhnya hendak mencium kasur, matanya menangkap sesuatu yang asing.
Sebuah ponsel tergeletak begitu saja di atas ranjangnya. Sagara meraihnya dan setelah itu, keningnya berkerut. "HP siapa ini?" gumamnya.
"Astaghfirullah." Jantungnya berdegup kencang saat layar ponsel menyala. Wallpaper seorang perempuan berhijab dengan pipi mengembung dan riasan menor ala boneka Chucky menyambutnya. Detik berikutnya, ujung bibir Sagara tertarik ke atas, membentuk senyuman tipis yang tak bisa ia kendalikan. "Naura," bisiknya tanpa sadar.
Jika orang lain mungkin akan langsung mengembalikan, Sagara malah jadi rebahan. Dia melemparkan ponselnya ke samping lalu memejamkan matanya. Namun, seberapa keras dia mencoba untuk mengabaikan ponsel tersebut, dia tidak bisa.
Ia mencoba untuk tidak peduli, tapi hatinya menolak. Ini bukan barang yang bisa Naura tinggalkan begitu saja. Pasti penting. Dengan helaan napas panjang, Sagara kembali beranjak.
Tadinya, ia ingin mengambil kunci motor trail kesayangannya. Tapi, matanya tanpa sengaja melirik layar televisi yang menampilkan ramalan cuaca. "Hujan?" gumamnya. Tanpa pikir panjang, ia meraih kunci mobil gagahnya yang tergeletak di atas meja.
"Mau ke mana, Ga?" tanya Abah Ali dengan nada menyelidik.
"Mau ketemu calon menantu Abah," jawab Sagara sekenanya.
"Cieee... Sagara!" goda Abah Ali sambil mencolek-colek lengannya. Sagara hanya memutar bola matanya malas. Diabaikan salah, sekalinya diiyain malah makin menjadi-jadi. "Ah kamu, Ga. Tadi enggak mau, sekarang malah nyamperin, huhuy! Awas, jangan nyolek-nyolek dulu, takut keusap setan. Kan belum halal."
"Abah apaan sih." Sagara mendengus. Tapi jujur, dia lebih tenang kalau Abahnya ceria seperti ini alih-alih harus murung sampai mengurung diri di kamarnya. "Udah Bah, aku berangkat."
"Hati-hati, Ga! Salam buat calon besan sama calon mantu."
"Hmmm."
Bukan hanya Abah Ali yang menganggu, Saat keluar dari rumah, ia melihat Satya, tetangganya, yang sepertinya baru pulang entah dari mana dengan wajah cerianya itu.
"Kang?" sapa Satya ramah.
Sagara hanya mengangguk singkat sebagai balasan. Pikirannya sudah dipenuhi oleh Naura dan ponselnya. Dia harus mengembalikan itu sesegera mungkin agar bisa pulang.
"Ya ampun, sombong banget, padahal udah tua juga sok ganteng. Hah, ganteng-ganteng enggak laku!" ejek Satya pada Sagara. Namun, tentu saja dia mengatakan itu tanpa terdengar orangnya.
** **
Di perjalanan, Sagara dikejutkan oleh sebuah pemandangan yang membuatnya mengerutkan kening. Sebuah mobil sengaja memepet sepeda Naura hingga gadis itu terjatuh. Namun, dia hanya memperhatikan dari kejauhan.
Meskipun begitu dia memperhatikan betul siapa orang-orang yang sedang bersikap tidak baik kepada Naura.
"Aku pikir dia jagoan, sama aja kayak cewek lain, lembek!"
Mobil Sagara diparkirkan tak sampai di depan rumah Naura, tidak tahu kenapa dia ingin berjalan kaki. Namun, Sesampainya di depan rumah Naura, Sagara mengurungkan niatnya untuk mengembalikan ponsel itu saat mendengar suara gaduh dari dalam.
Bukan mengucapkan salam, dia malah melipir, berdiri di dekat dinding yang tak jauh dari ruang tamu.
Kedua tangannya mengepal, senyum menyeringai terukir di wajahnya. Cara Naura memperlakukan Nanda, cara dia berteriak, entah kenapa hal itu membangkitkan gejolak yang begitu aneh.
** **
Hujan masih setia mengguyur Kabupeten Bandung. Di dalam mobil Sagara, suasana terasa canggung. Naura duduk di kursi penumpang dengan tubuh menggigil kedinginan.
Kerudungnya yang basah kuyup menempel di pipi. Sagara, yang duduk di balik kemudi, sibuk menepis sisa-sisa air hujan dari bajunya. Ia baru saja selesai menaikkan sepeda Naura ke atas mobil, dan meskipun Naura sudah berusaha memayunginya, ia tetap saja kebasahan.
"Makasih ya, Kang," ucap Naura lirih.
Sagara hanya mengangguk singkat, masih fokus dengan bajunya yang basah.
Di saat itu, Naura menoleh ke arah Sagara, menatapnya dengan tatapan serius. "Kang, aku serius soal yang tadi," katanya. "Aku pengen ikut ke rumah Akang."
"Kamu yakin?" tanyanya. Sagara menghentikan gerakannya dan menoleh ke arah Naura.
"Yakin," jawab Naura mantap. "Aku nggak akan minta satu kamar sama Akang. Aku cuma butuh tempat berlindung selain di rumah Ibu."
Pria itu diam saja, menatap wajah Naura yang kini menatapnya dengan tatapan sok memelas. Lalu, dia menghela napasnya.
"Naura, kalau kamu punya masalah, lebih baik dihadapi dan diselesaikan, bukan malah dijauhi," ujarnya kemudian. "Kalau kamu merasa nggak punya masalah, ya sudah. Tapi, kalau kamu malah kabur, itu sama saja kamu mengakui kekalahan."
"Akang tuh nggak ngerti apa yang lagi aku hadapi saat ini," bantahnya.
Lagi dan lagi Sagara menghela napas panjang. Ia mencondongkan tubuhnya ke arah Naura, menatapnya dari jarak yang sangat dekat.
"Sebenarnya, apa yang kamu takutkan, Naura?" tanyanya dengan nada lembut. "Ngajak saya nikah aja kamu nggak berpikir panjang. Apa kamu nggak pernah memikirkan konsekuensi apa yang akan kamu dapatkan saat kamu mengatakan ingin menikahiku?"
"Itu hal yang berbeda, Kang," jawabnya kemudian. "Kalau menikah dengan Kang Sagara, aku nggak akan rugi apa pun. Kang Sagara ganteng, punya banyak uang... meskipun sekarang masih belum jelas uangnya dapat dari mana," lanjutnya sambil terkekeh. "Tapi, aku juga punya gaji sendiri. Nanti aku juga akan cari makan sendiri. Kalau nggak, aku akan minta uang Abah Ali. Jadi, aku nggak akan minta uang haram Kang Sagara."
Naura yang tadinya tersenyum langsung diam saat Tiba-tiba, Sagara mencengkram kedua bahunya dengan erat.
Mata Sagara menatapnya tajam dan mengandung kemarahan besar.
"Jangan sembarangan bicara, Naura!" bentaknya. "Kalau tidak, saya benar-benar akan menghukummu nanti."
"Eleh!"
Naura menepis kedua tangan Sagara dari bahunya. Ia malah membusungkan dadanya, menantang Sagara dengan tatapan penuh percaya diri.
"Hukuman seperti apa yang akan Akang lakukan?" tantangnya. "Hubungan di ranjang seperti di drama atau di novel? Kalau iya, aku mau-mau aja dibuat sampai lemas nggak bisa bangun pun aku siap. Asalkan itu Kang Sagara, aku ikhlas."
"Apa?" Pria itu tertegun.
Dalam sekejap, Naura menarik kaos polo yang dikenakan Sagara hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.
Keduanya bisa merasakan hembusan napas masing-masing, saking dekatnya Naura memposisikan diri.
"Nggak perlu gertak aku, Kang," bisik Naura dengan nada menggoda. "Aku nggak akan takut... selama Kang Sagara masih makan nasi, aku jabanin."
Ia menjeda kalimatnya sejenak, lalu melanjutkan dengan nada yang lebih menggoda.
"Atau, gimana kalau kita buat orang salah paham? Kalau kita buat orang-orang datang memergoki kita supaya bisa nikah tanpa biaya? Setelah itu, Kang Sagara boleh menghukumku." Naura mengedipkan mata, membuat Sagara melotot heran melihat tingkahnya. "Kalau aku teriak minta tolong, Akang ridha enggak?"
lanjut lah kak othor,,💪🥰
resiko anak cantik ya Nau JD gerak dikit JD tontonan...
😄😄😄🤭
Nanda kah... entah lah hanya emk yg tau ..
teman apa lawan 🤔