NovelToon NovelToon
Dicintai Ipar Sendiri

Dicintai Ipar Sendiri

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Cerai / Selingkuh / Janda / Cinta Terlarang / Berondong
Popularitas:995
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Mengisahkan Keyla Ayunda seorang janda yang baru saja kehilangan saja kehilangan suaminya namun harus menghadapi kenyataan bahwa sang adik ipar rupanya menyimpan perasaan padanya. Drama pun terjadi dengan penuh air mata.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Drama Dimulai

Udara Jakarta di hari itu terasa seperti belati tumpul, menusuk paru-paru dengan kelembaban yang berat dan aroma tanah basah bercampur wangi kamboja. Di bawah naungan batu nisan hitam yang baru dipasang, Keyla Ayunda berlutut, gaun hitamnya menyentuh tanah merah yang masih gembur. Air mata sudah lama mengering, meninggalkan jejak perih di pipinya yang mulus. Kini yang tersisa hanyalah isakan tanpa suara, getaran hampa yang menggoncang seluruh tubuhnya.

Ardito Bramantyo. Nama itu terukir dingin, merenggut semua kehangatan yang pernah ia miliki. Suami Keyla, cinta pertamanya, pilar kokoh dalam kehidupannya sebagai beauty vlogger sukses, telah pergi dalam sekejap—direnggut oleh kecelakaan mobil tragis seminggu yang lalu.

Keyla menggenggam sejumput tanah makam itu, merasakan dinginnya kematian yang tak terhindarkan. “Sayang…” Bisikannya nyaris hilang ditelan angin. “Kenapa kamu pergi secepat ini? Aku… aku harus bagaimana?”

Di belakangnya, berdiri Zehra Magnolia, adik kandung Keyla, ditemani oleh Rezi Deja, suaminya. Zehra berdiri tegak, membiarkan terik matahari membakar punggungnya. Tidak ada air mata. Tidak ada isakan. Wajahnya, yang biasa ramah dan penuh tawa, kini dihiasi ekspresi dingin yang asing, seolah ia sedang menghadiri pemakaman orang yang tidak ia kenal dekat. Ia hanya menatap punggung kakaknya, tatapannya sulit diartikan—campuran antara kekosongan dan sedikit rasa sakit yang tersembunyi.

Berbeda dengan Zehra, Rezi bergerak gelisah. Sepasang matanya yang cokelat memantau Keyla dengan intens. Ada kepedihan tulus di sana, simpati yang mendalam. Rezi melangkah maju, tangannya terangkat seolah ingin menyentuh bahu Keyla, namun ia mengurungkannya, melirik ke belakang di mana Zehra berdiri kaku seperti patung.

Setelah ritual tabur bunga usai, dan kerabat satu per satu meninggalkan area pemakaman, Rezi mendekati Keyla.

“Key,” suara Rezi terdengar lembut, hati-hati. “Kita pulang, ya. Kamu butuh istirahat.”

Keyla bangkit perlahan, kakinya terasa berat dan mati rasa. Wajahnya pucat, bahkan riasan tipis yang ia kenakan untuk menutupi kesedihan pun tak mampu menolongnya. Ia hanya mengangguk pelan, membiarkan Rezi memapahnya.

Perjalanan pulang terasa sunyi dan mencekik. Di dalam mobil, Keyla bersandar ke jendela, tatapannya kosong ke jalanan yang ramai. Rezi terus menggenggam tangan Keyla, menenangkan dengan usapan pelan di punggung tangannya. Sentuhan itu hangat, penuh perhatian, dan tanpa sadar, Keyla sedikit bersandar pada kenyamanan yang ditawarkan oleh iparnya.

****

Di kursi belakang, Zehra menyaksikan semuanya. Pandangannya tidak lepas dari tautan tangan itu. Genggaman Rezi pada Keyla. Usapan itu. Kelembutan yang tidak pernah Keyla ragukan berasal dari suaminya yang sangat mencintai kakaknya. Ekspresi dingin Zehra semakin mengeras, dan rahangnya mengatup kuat, menahan gejolak amarah yang mendidih di dalam dadanya.

Setibanya di rumah Keyla dan mendiang Ardito, Rezi membantu Keyla masuk dan mendudukkannya di sofa ruang keluarga.

“Aku buatkan teh chamomile ya, Key. Biar kamu sedikit tenang,” ucap Rezi, suaranya mengandung janji akan kenyamanan.

“Tidak perlu, Rezi. Aku bisa—”

“Diam, Kak Key. Biarkan dia melayanimu. Itu memang tugasnya, kan?” sela Zehra dingin dari ambang pintu, suaranya seperti pecahan kaca.

Keyla dan Rezi serentak menoleh. Keyla menatap adiknya dengan tatapan terluka. “Zehra, apa yang kamu bicarakan?”

Rezi menelan ludah, wajahnya yang tadi penuh empati kini diselimuti ketegangan. Ia tahu ini akan terjadi.

“Aku bicara apa adanya, Kak,” Zehra melangkah maju, tatapannya menyala. Ia tidak lagi peduli pada etika berduka. “Lihatlah dia. Lihat betapa perhatiannya dia padamu. Seolah dialah yang kehilangan pasangan, bukan kehilangan seorang yang ada di sini sebagai istrinya."

“Zehra!” Rezi menegur, suaranya rendah dan penuh peringatan.

Zehra tidak peduli. Ia berjalan menghampiri Keyla. “Kamu tidak lihat, Key? Bagaimana dia selalu ada untukmu? Saat Ardito sakit, saat kamu butuh bantuan dengan project kerjamu? Saat Mas Ardito pergi, dia orang pertama yang ada di sisimu. Semuanya. Semuanya seolah dia adalah suamimu, dan Ardito hanyalah orang asing yang lewat.”

Keyla merasa pusing. “Zehra, dia iparku. Suami kamu. Dia hanya bersikap baik, karena dia tahu aku sedang hancur. Jangan berlebihan!”

“Berlebihan?” Zehra tertawa getir, tawa yang tidak mencapai matanya. “Tanyakan padanya! Tanyakan pada suamiku tercinta, apakah ini hanya kebaikan seorang ipar, ataukah ini adalah wujud dari cinta yang tidak bisa untuk ditahan lagi.”

****

Ucapan itu seperti petir yang menyambar di ruangan sunyi itu. Keyla menatap Rezi, menanti bantahan. Rezi tidak bergerak. Ia hanya berdiri mematung di antara kedua wanita itu, matanya memancarkan rasa bersalah yang menusuk.

“Jawab, Rezi!” Keyla menuntut, suaranya bergetar.

“Zehra, hentikan! Jangan buat gaduh di rumah duka!” Rezi meraih pergelangan tangan Zehra, tarikannya keras dan mendesak. Ia menyeret Zehra keluar dari ruang keluarga.

“Lepaskan aku! Tidak! Aku tidak akan berhenti!” Zehra memberontak, suaranya naik satu oktaf, pecah oleh emosi yang ia pendam selama ini. “Kau tidak bisa terus-menerus bermain peran, Rezi! Lihat! Kakakku sedang berduka! Dan kamu, kamu memanfaatkan momen ini untuk berpura-pura menjadi pelindungnya!”

Mereka kini berada di teras depan, jauh dari Keyla, namun suara Zehra masih terdengar jelas.

“Aku bilang, hentikan!” Rezi mendorong Zehra ke pilar teras. Wajahnya merah padam, nafasnya memburu. “Kamu tidak punya hak untuk menghakiminya sekarang! Dia sedang berduka!”

“Justru karena dia berduka! Aku ingin kau jujur! Aku sudah curiga sejak lama! Sejak hari kamu menatapnya di pesta ulang tahunku! Sejak hari kamu mulai membelikannya bunga tanpa alasan!” Zehra mendesis, air mata akhirnya mengalir, tetapi itu adalah air mata kemarahan, bukan kesedihan.

“Katakan, Rezi! Aku pantas tahu! Apakah benar selama ini, suamiku… suamiku mencintai kakakku sendiri?” Zehra mendorong bahu Rezi, berulang kali, menuntut pengakuan yang sudah ia ketahui kebenarannya.

Rezi memejamkan mata. Ia menarik napas dalam, bau hujan dan tanah basah memenuhi hidungnya. Pertahanannya runtuh. Kata-kata Zehra, tatapan Keyla dari dalam rumah, semua menenggelamkannya. Ia tidak bisa lagi menyangkal kebenaran yang kejam itu.

Ia membuka mata. Matanya berkaca-kaca, bukan karena Zehra, tapi karena beban rahasia yang ia pikul.

“Ya,” jawab Rezi. Satu kata itu diucapkan dengan nada emosional yang terluka dan tak berdaya. “Ya, Zehra… Aku… aku tidak tahu kapan itu dimulai. Tapi… aku memang mencintai Keyla. Aku mencintainya. Dan aku… aku tidak bisa menahannya lagi.”

Keheningan seketika mencekik. Hanya ada suara napas Zehra yang tersengal, dan isakan tertahan Keyla yang samar-samar terdengar dari dalam.

****

Kata 'Ya' yang baru saja meluncur dari bibir Rezi terasa jauh lebih mematikan daripada hantaman mobil yang merenggut nyawa Ardito. Kata itu menghancurkan fondasi terakhir yang Keyla miliki. Di balik jendela kaca, Keyla menyaksikan ekspresi Rezi yang penuh derita, seolah pengakuan itu adalah luka yang lebih dalam daripada kematian yang baru saja mereka alami bersama.

Zehra, di hadapan Rezi, tak mampu lagi menahan air matanya. Air mata itu, yang sebelumnya ia tahan dengan dinding es kemarahan, kini berderai deras, membasahi wajahnya yang sudah pucat. Itu bukan lagi air mata seorang istri yang cemburu, melainkan jeritan jiwa yang dikhianati.

“Aku… aku tidak percaya,” suara Zehra parau, napasnya tersendat. Ia mundur selangkah, menatap suaminya dengan tatapan yang penuh kebencian dan rasa sakit yang mendalam. “Kau… kau sudah gila, Rezi. Setelah semua yang kita bangun, janji-janji kita… Kau mencintai Kakakku?”

Rezi mencoba meraih tangannya, namun Zehra menepisnya dengan kekuatan yang mengejutkan. “Jangan sentuh aku! Jangan berani menyentuhku dengan tangan yang sudah menipu selama bertahun-tahun!”

1
partini
baca sinopsisnya agak" gimana gitu penasaran
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!