Penderitaan yang dialami Hana selama ini kini terbalas melalui Seorang perempuan yang dibawah oleh Suaminya untuk dijadikan Madu untuknya.
Dia tidak pernah menyangka Hidupnya akan berbeda dan Terlindungi oleh Madu yang dianggap sebagai saingan dan juga penderitaan.
Madunya Tidak hanya menjadi pelindung Tapi juga Bisa mengembalikan segala Yang dia miliki yang selama ini gdi kuasai suami dan juga keluarganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 1
"Tandatangani ini". Sang suami bernama Arman itu menyerahkan sebuah berkas.
Hana menatap bingung berkas yang diberikan oleh suaminya itu dengan kening mengkerut.
Matanya membola melihat apa yang diberikan oleh suaminya itu, dia menatap tajam suaminya.
"Aku tidak akan tandatangan surat itu sekalipun aku mati, aku tidak akan memberikan perusahaan keluargaku padamu". Hana yang kini duduk di kursi roda menatap tajam suaminya itu.
"Kau tidak punya pilihan lain Hana, kamu tidak bisa memimpin perusahaan dalam keadaan seperti ini, mengertilah". Herman menatap tajam sang istri karena rencananya gagal total.
"Aku hanya akan menunjukmu sebagai direktur buka pemilik perusahaan, aku masih tetap saja pemiliknya, jangan keterlaluan".
Hana mendorong kursi rodanya keluar dari kamar meninggalkan suaminya yang mengerang penuh emosi karena tidak berhasil mendapatkan perusahaan istrinya itu.
"Tidak apalah jadi direktur dulu, aku pasti akan menguras habis hartanya dan membuat perusahaan itu bangkrut baru aku membangun perusahaan ku sendiri". Ucapnya penuh tekad dan senyum licik.
Hana kini berada diruang keluarga, disana sudah ada keluarga suaminya yang entah kapan datangnya, dia yakin mereka pasti akan meminta uang lagi, entah berapa banyak uang yang harus diberikan mereka tidak pernah merasa cukup.
"Nak, bagi uang untuk ibu dong, ibu mau beli perhiasan ini, ada edisi terbaru yang baru keluar". Ucapnya dengan pelan, Pura-pura manis.
"Iya nih kak, aku juga mau handphone terbaru dong, hapeku udah ketinggalan jaman ini, aku mau yang edisi terbaru".
Hana menghela nafasnya, dia menatap mertuanya dan juga adik iparnya ini dengan sangat kesal.
"Maaf Bu, dek Aina, pengeluaran limit ibu sudah melebihi batas, nanti lagi, aku tidak bisa terus menerus memberikan ibu uang melebihi limit, ibu bisa minta uang pada mas Arman, lagian aku rasa gajinya sangat cukup di perusahaan selama ini".
Dia jelas menolak permintaan keduanya, pengeluaran keduanya sangat besar dan keterlaluan, mereka pikir uang bisa dipetik seenak jidatnya.
"Apa sih kak? , kan kamu kaya, masa uang segitu saja pelit sana kita sih, kami ini keluargamu satu-satunya, aku laporin kakak yah sama kak Arman kalau kakak pelit sama kami". Sungut Aina tidak terima.
Hana menatap dingin sang adik ipar, dia pikir dia siapa bicara yang tidak sopan seperti itu kepadanya.
"Beritahu saja pada kakakmu, jangan bikin kakak buat kalian susah karena tidak kakak beri uang lagi, selama ini kakak sudah memberi kalian banyak jadi jangan bicara yang tidak sopan pada kakak". Sungut Hana dengan sangat kesal.
Aina mendengus kasar, tidak menyangka kakak iparnya ini akan mengungkit hal seperti kepadanya.
"Hana jangan keterlaluan, Aina adik ipar kamu, wajarlah kalau kamu memberi kami uang, kami sudah merawat mu selama ini, bahkan saat kau lumpuh dan tidak berdaya begini". Kesal Anita kepada menantunya itu.
"Maaf bu, pengeluaran kalian sangat banyak, uang yang kalian nikmati bukan jatuh dari langit, perusahaan harus berjalan, kalau kalian terus belanja seperti itu, bisa bangkrut aku". Hana tetap pada pendiriannya.
"Dasar menantu durhaka, bisa-bisanya putra ibu menikahi perempuan pelit seperti mu". Sungutnya tidak terima.
Ini pertama kalinya Hana menolak memberikannya uang, padahal setiap kali meminta tidak pernah protes dan bertanya apapun
Hana melongos pergi dari sana, dia malas berinteraksi dengan mereka karena otak mereka hanya uang dan uang.
"He, ibu belum selesai bicara, kenapa main pergi begitu saja, tidak sopan kamu". Hardik Anita dengan keras.
Suaranya menggelegar diruang keluarga itu, Hana mengangkat bahunya tidak peduli, dia tetap menjalankan kursi rodanya menuju taman belakang karena malas berurusan dengan keluarga suaminya.
Aina dan sang ibu bergegas naik ke lantai dua ke kamar Arman, mereka akan membahas kelakuan Hana yang tidak biasa menurut mereka.
Bersamaan dengan itu Arman baru saja keluar dari kamarnya, rumah ini memang dilengkapi dengan lift semenjak Hana kecelakaan setahun silam, dia kesulitan untuk naik turun tangga jadilah Hana merenovasi rumahnya.
"Loh ibu dan kamu dek kenapa?? ". Tanya Arman keheranan
Wajah adik dan ibunya itu sangat kusut dan terlihat sangat kesal padahal dia baru datang.
"Istri kakak itu, kurang ajar banget, sudah cacat, bikin susah, pelit lagi". Sungutnya dengan muka cemberut.
"Memang Hana kenapa bu?, apa dia buat masalah sama kalian?? ". Tanyanya kebingungan.
"Iya, tadi istrimu itu menolak memberi ibu dan adikmu uang, katanya pengeluaran kami sudah sangat banyak, dia tidak bisa lagi memberikan uangnya karena sudah batas limit, bisa bangkrut katanya kalau terus menerus kami minta uang". Wajah Anita menahan amarah sekaligus kesal.
Dia pikir dengan mencelakai Hana bisa membuat mereka semakin bisa menguras harta Hana, nyatanya perempuan cacat itu malah masih hidup dan semakin pelit, menyebalkan sekali.
"Bu, biarkan dia dulu, kita akan bikin dia hancur pelan-pelan, aku sudah meminta orang untuk menyiapkan obat khusus untuk meracuni dia pelan-pelan, walau tidak terdeteksi secara langsung tapi dia akan mati dengan cepat tanpa ada bukti". Arman tersenyum licik.
Kedua perempuan itu langsung tersenyum lebar begitu tahu rencana Arman, mereka memang ingin menguasai harta Hana sejak dulu, bahkan mereka telah melakukan segala cara termasuk membuat Hana kecelakaan.
Hana menatap kedepan ditengah hamparan bunga yang dulu dia dan orangtua nya tanam, rumah yang menjadi warisan orangtuanya, dia dulu memiliki saudara angkat tapi dia tidak tahu dimana adiknya itu berada.
Kini dia hanya seorang diri, dia bukan tidak merasakan bagaimana suami dan keluarganya itu ingin menguasai harta miliknya tapi dia tidak melakukannya karena sangat mencintai mereka.
"Kamu dimana dek, kakak begitu merindukan kamu, kamu pasti sudah dewasa dan sangat cantik, kamu pergi kemana sampai hari ini tak pernah pulang?? ".
Keesokan harinya Arman ditemani oleh Hana menghadiri peresmian Arman sebagai direktur baru sementara menggantikan Hana, walau dia menjabat tetap Hana pemilik dah perusahaan.
"Kamu pulang saja diantar sopir, aku mau menikmati jabatan ku yang baru". Ucap Arman dengan senyum lebar.
Hana menatap datar kearah suaminya, dia memang bahagia tapi mengapa dia merasa suaminya berubah sok dan sombong seperti itu padahal baru juga diangkat menjadi direktur sementara.
"Ingat mas, aku masih pemilik dah perusahaan, jangan berbuat seenaknya di perusahaan keluargaku jika kamu tidak mau aku pecat dan Blacklist".
Arman menatap istrinya dengan tidak peduli, baginya kini perusahaan ini berada dalam genggamannya, lagian istrinya juga akan mati perlahan setelah obat itu dia berikan hari ini.
"Iya tidak usah cerewet, menyebalkan". Sungut Arman mendelik malas kepadanya.
"Aku hanya mengingatkan mas, jangan sampai lupa diri karena aku tak akan tinggal diam jika kamu banyak tingkah".
mengasuh bagusnya
apakah dia adik yang hilang??